Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi polusi udara (pexels.com/Johannes Plenio)

Kasus COVID-19 hingga saat ini terus bertambah di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Namun, beberapa mungkin masih bingung dan mengaitkan kasus yang meningkat disebabkan oleh polusi udara. Benarkah begitu?

Supaya pemahamanmu tidak salah, baca terus penjelasannya di bawah ini sampai habis, ya!

1. Kabar yang beredar

ilustrasi polusi udara (pexels.com/Tom Fisk)

Pada awal tahun 2022, pemerintah memprediksi akan terjadi peningkatan kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia. Prediksi tersebut bersumber dari kasus-kasus di negara lain yang telah lebih dulu mengalami lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron.

Beredar kabar di media sosial yang menyebutkan bahwa naiknya kasus COVID-19 saat ini disebabkan oleh polusi udara yang meningkat.

Polusi yang meningkat tersebut dianggap karena adanya zat PM 2,5 yang mencemari udara, sehingga menyebabkan berbagai penyakit, termasuk COVID-19. Padahal, kabar tersebut tidak benar.

2. Bagaimana faktanya?

ilustrasi menggunakan masker (pexels.com/Anna Shvets)

Klaim mengenai anggapan bahwa COVID-19 disebabkan oleh polusi udara telah dibantah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo).

Lewat laman resminya, Kominfo menyebutkan bahwa menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), klaim pencemaran udara menjadi penyebab peningkatan kasus COVID-19 tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat.

Selain itu, para ahli juga membantah klaim bahwa pandemik COVID-19 saat ini disebabkan oleh polusi udara. Para ahli sepakat bahwa COVID-19 disebabkan oleh virus corona SARS-CoV-2.

3. Penjelasan BMKG mengenai kabar tersebut

ilustrasi udara perkotaan (pexels.com/Jimmy Chan)

Lewat akun Instagram resminya, BMKG membantah isu yang beredar tersebut dan menyatakan bahwa klaim COVID-19 disebabkan oleh polusi udara yang mengandung PM 2,5 tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat.

Adanya peningkatan kasus tidak berkaitan dengan konsentrasi PM 2,5. Namun, BMKG mengingatkan bahwa bahwa paparan PM 2,5 berisiko meningkatkan risiko perburukan penyakit COVID-19 bagi yang memiliki penyakit komorbid dan infeksi saluran pernapasan.

4. Apa itu PM 2,5?

ilustrasi partikel halus (pexels.com/cottonbro)

Dijelaskan oleh BMKG, PM 2,5 merupakan aerosol yang memiliki ukuran partikel kurang dari 2,5 mikrometer. PM 2,5 ini termasuk salah satu jenis pencemar udara. Batas konsentrasi PM 2,5 oleh BMKG yaitu 65 mikrogram per meter kubik.

Paparan yang tinggi terhadap PM 2,5 dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, terutama dalam jangka panjang.

Karena adanya dampak negatif pada kesehatan, maka muncul miskonsepsi yang menyebutkan bahwa COVID-19 disebabkan oleh paparan PM 2,5. Padahal, kabar tersebut tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.

5. Penyakit akibat polusi udara tidak menular

ilustrasi polusi udara (unsplash.com/Photoholgic)

Menurut Hermawan Saputra, dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh polusi udara, cuaca, dan bahan kimia sifatnya tidak menular, dilansir AFP. Sementara itu wabah disebabkan oleh virus, protozoa, dan cacing, imbuhnya.

Juga dari sumber yang sama, Dicky Budiman, epidemiolog di Universitas Griffith Australia mempertanyakan bahwa jika disebabkan oleh polusi udara, kenapa ada kasus COVID-19 di negara-negara dengan kualitas udara yang baik?

6. Penyebab COVID-19

ilustrasi virus penyebab COVID-19 (unsplash.com/Fusion Medical Animation)

Mengutip laman resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyebab COVID-19 adalah virus corona SARS-CoV-2. Hingga saat ini, virus tersebut terus berubah dan bermutasi sehingga menghasilkan berbagai varian baru, termasuk varian Omicron.

Virus penyebab COVID-19 ini menyebar malalui percikan droplet infeksius yang ada di udara dari orang yang terinfeksi. Virus yang ikut terhirup inilah yang menyebabkan seseorang menjadi terinfeksi COVID-19.

Selain itu, virus juga dapat menyebar di ruangan berventilasi buruk, karena aerosol tetap dapat menyebar ke area yang lebih luas. Jadi, COVID-19 disebabkan oleh virus, bukan polusi udara.

7. Bagaimana polusi udara dapat menyebabkan penyakit pernapasan?

ilustrasi asma (pexels.com/Sam Lion)

Diterangkan oleh WHO, ketika udara yang dihirup mengandung polusi udara, maka polusi tersebut masuk ke saluran pernapasan. Adanya paparan polusi udara tersebut dapat merusak paru-paru, sehingga meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, asma dan lainnya.

Partikel berukuran sangat kecil yang ikut terhirup dapat mencapai aliran darah hingga mencapai sistem kardiovaskular dan organ lainnya. Hal ini menyebabkan penyakit jantung iskemik, penyakit neurologi, stroke, dan sebagainya.

8. Dampak polusi udara terhadap kondisi COVID-19

ilustrasi pasien COVID-19 (unsplash.com/Mufid Majnun)

Paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga membuat seseorang menjadi lebih rentan terkena penyakit pernapasan. Dengan adanya penurunan sistem imun, maka ini dapat meningkatkan risiko keparahan pada orang yang terinfeksi COVID-19.

Studi dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, Amerika Serikat, menemukan hubungan antara paparan polusi udara dalam jangka panjang dengan peningkatan kasus kematian hingga 11 persen akibat infeksi COVID-19, untuk setiap peningkatan cemaran udara sebesar 1 mikrogram per meter kubik.

Meskipun dalam penelitian tersebut tidak menunjukkan polusi udara memengaruhi kematian secara langsung, tetapi penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara paparan polusi udara dalam jangka panjang dengan peningkatan kasus kematian akibat COVID-19.

Kesimpulannya, kabar mengenai COVID-19 disebabkan oleh polusi udara adalah tidak benar. COVID-19 tidak disebabkan oleh polusi udara, melainkan oleh virus corona SARS-CoV-2. Namun, adanya polusi udara dapat memperburuk kondisi infeksi COVID-19 dan menyebabkan penyakit yang lebih parah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team