Melansir The Independent, korban perselingkuhan dapat menyalahkan dirinya sendiri atau menjadi tidak percaya diri. Hal ini bahkan terbukti lewat sebuah penelitian.
Tim peneliti dari Universitas Nevada, Reno, Amerika Serikat (AS) mensurvei 232 mahasiswa yang diselingkungi selama 3 bulan belakangan, dengan lama hubungan rata-rata 1,76 tahun. Tujuan studi ini adalah untuk mencari tahi bagaimana perilaku dan kesehatan mental mereka terdampak akibat perselingkuhan.
Studi tersebut menyimpulkan bahwa penilaian negatif (menyalahkan pasangan, menyalahkan diri sendiri, dan atribusi kausal) memiliki efek tak langsung pada perilaku yang membahayakan kesehatan lewat kesehatan mental (depresi, kecemasan, dan stres).
Menjadi korban perselingkuhan bisa memengaruhi perilaku, pandangan tentang perselingkuhan, dan kemampuan untuk mempercayai seseorang. Pada beberapa orang dampaknya lebih signifikan.
Peneliti menyebut bahwa orang-orang yang lebih tertekan setelah diselingkuhi rentan berpaling ke alkohol dan obat-obatan terlarang, atau mengembangkan pola makan atau olahraga ekstrem.
Mereka juga menemukan bahwa orang-orang yang menyalahkan dirinya karena pasangannya selingkuh lebih cenderung melakukan perilaku yang berisiko.
Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi tim peneliti menduga bahwa bisa jadi itu karena rusaknya harga diri, menurunkan ketahanan diri terhadap perilaku berisiko, atau balas dendam dengan orang yang menyelingkuhinya.
Ditemukan juga bahwa korban yang menyalahkan pasangan yang menyelingkuhinya lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam perilaku berisiko daripada mereka yang menyalahkan diri sendiri. Efek ini lebih kuat pada perempuan ketimbang lak-laki.
Temuan penelitian berjudul "Infidelity’s aftermath: Appraisals, mental health, and health-compromising behaviors following a partner’s infidelity" diterbitkan dalam Journal of Social and Personal Relationships tahun 2017.