Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah

Mengajarkan anak tentang protokol kesehatan sangat penting

Sebagian sekolah kembali menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM). Keputusan pemerintah ini menuai pro dan kontra dari masyarakat, termasuk orangtua. Sejumlah pihak khawatir akan kemungkinan terjadinya klaster COVID-19 karena PTM.

Sebetulnya PTM bisa aman dilaksanakan bila semua pihak siap. Untuk mengetahui apa saja yang perlu dipersiapkan, terutama anak yang bersekolah, simak informasi berikut, ya.

1. Yang perlu dilakukan oleh orangtua dan anak

Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolahilustrasi anak mencuci tangan dengan sabun di sekolah (cdc.gov)

Guna mempersiapkan anak untuk pembelajaran tatap muka, orangtua harus mengajarkan anak agar terbiasa untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Anak juga harus diwanti-wanti agar tidak memegang masker yang sedang dipakai, tidak boleh berbagi alat tulis, alat makan, dan makanan dengan teman-temannya di sekolah. Intinya, anak harus diajarkan mengenai cara menjalankan protokol kesehatan yang baik dan benar.

“Biasanya anak-anak pengin ke sekolah bukan pengin belajarnya. Mereka mungkin ke sekolah karena ingin bertemu temannya. Nah, itu harus diingatkan banget bahwa mereka ke sekolah itu untuk belajar,” tutur dr. Melanie Yudiana Iskandar, SpA, lewat acara daring mengenai perlindungan anak saat PTM.

Ia juga menambahkan, pihak sekolah juga harus dipastikan dengan benar protokol kesehatannya. Sebagai contoh, ventilasi harus memadai, tidak menggunakan AC, dan lain sebagainya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan orangtua untuk memperhatikan sejumlah hal berikut guna mempersiapkan anak kembali bersekolah tatap muka:

  • Selalu memantau kesehatan anak dan tidak memberangkatkan anak ke sekolah bila ia sedang sakit.
  • Mengajarkan pentingnya mencuci tangan dengan sabun dan air bersih. Semisal sabun dan air tidak ada, gunakan pembersih tangan berbasis alkohol atau hand sanitizer dengan kandungan alkohol 60 persen.
  • Mengajarkan anak untuk batuk dan bersin ke tisu atau siku bagian dalam dan hindari menyentuh wajah, mata, mulut, dan hidung.
  • Mendorong anak untuk selalu bertanya dan mengungkapkan perasaan mereka kepada orangtua atau guru mereka. Perlu diketahui, anak mungkin memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres, tingkat kesabaran, dan pengertian.
  • Berkoordinasi dengan sekolah untuk memantau kondisi anak di sekolah.

2. Anak-anak tidak boleh terlalu sering menggunakan hand sanitizer

Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolahilustrasi anak menggunakan hand sanitizer (cps.ca)

Dilansir Connecticut Children’s, hand sanitizer bisa berbahaya bagi anak-anak, terutama balita. Ini karena balita berpotensi menjilat dan menelannya.

Menelan sejumlah kecil mungkin tidak mengakibatkan cedera serius. Namun, bila balita atau anak menelan semprotan hand sanitizer, anak mungkin akan mabuk. Seumpama yang ditelan terlalu banyak, ini bisa menimbulkan muntah, kerusakan hati, gula darah rendah, kejang, koma, bahkan hingga kematian.

Apabila anak harus menggunakan hand sanitizer, dampingi anak guna menghindari kemungkinan ia menjilat tangan mereka.

Tidak hanya bahaya jika tertelan, hand sanitizer juga tidak baik bila digunakan terlalu sering oleh anak-anak. Dilansir CBC, hand sanitizer berbasis alkohol bisa mengiritasi anak-anak dengan eksem atau kulit sensitif jika terlalu sering dan banyak dipakai.

Dalam kasus yang lebih parah, hand sanitizer berpotensi membuat kulit jadi kering hingga pecah-pecah, yang kemudian bisa meningkatkan risiko infeksi. 

“Anak kecil kulitnya masih sensitif sekali, ya. Jadi, hati-hati penggunaan disinfektan-disinfektan itu. Terutama jadi cuci tangannya dengan air mengalir dengan sabun, itu yang bagus,” ucap dr. Melanie.

Baca Juga: 8 Cara Alami untuk Meredakan Batuk akibat COVID-19

3. Pentingnya nutrisi untuk menjaga kesehatan anak

Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolahilustrasi pola makan anak yang sehat (pexels.com/Kampus Production)

Menjaga kesehatan anak sangat penting untuk memastikan anak telah siap menghadapi PTM. Apabila anak sedang tidak sehat, seperti sedang pilek, batuk, atau secara general tidak enak badan, jangan biarkan anak pergi ke sekolah karena ia jadi lebih rentan terkena virus.

“Untuk menjaga kondisi anak yang sehat tentunya dengan (memberi) makanan bernutrisi yang baik. Makanan yang terutama (mengandung) karbohidrat, protein hewani, lemak, mikronutrien itu semua harus tercukupi, ya,” dr. Melanie mengingatkan.

Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolahilustrasi pola makan sehat pada anak (pexels.com/Alex Green)

Bila diperlukan, suplemen makanan juga bisa membantu untuk memperkuat daya tahan tubuh anak. Vitamin C dan zink kerap menjadi nutrisi penting yang ditambahkan dalam suplemen. Ini karena keduanya baik untuk membantu meningkatkan fungsi tubuh.

Dilansir Medical News Today, sebagai antioksidan, vitamin C mampu melindungi kerusakan dari stres oksidatif, membantu penyerapan zat besi, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Vitamin C bisa mengurangi peradangan serta menurunkan risiko berbagai penyakit. Tubuh butuh vitamin C guna memproduksi kolagen, yang merupakan komponen utama jaringan ikat serta jaringan otot. Tak hanya itu, vitamin C juga berperan dalam regenerasi sel tubuh.

Zink pun tak kalah penting buat menjaga kesehatan tubuh anak. Mineral ini diperlukan untuk aktivitas lebih dari 300 enzim yang berperan dalam metabolisme, pencernaan, fungsi saraf, dan banyak proses lainnya, mengutip Healthline. Zink sangat penting untuk fungsi sel kekebalan, kesehatan kulit, sintesis DNA, dan produksi protein.

Pada anak-anak, zink diperlukan karena pertumbuhan dan perkembangan tubuh bergantung padanya, sebab zink berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel. Asupan zink yang memadai mampu mengaktifkan limfosit T atau sel T guna mengendalikan respons imun.

Selain vitamin C dan zink, mikronutrien lainnya juga tentu diperlukan tubuh anak demi memenuhi kebutuhan nutrisi hariannya.

4. Pentingnya vaksin pada anak

Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolahilustrasi vaksinasi pada anak (aappublications.org)

Memvaksinasi anak penting dilakukan jika anak sudah berusia di atas 12 tahun dan sudah diperbolehkan vaksin oleh tenaga kesehatan. Dilansir Johns Hopkins Medicine, vaksinasi COVID-19 pada anak mampu memberi manfaat, berupa:

  • Membantu mencegah anak-anak terkena COVID-19
  • Membantu mencegah atau mengurangi penyebaran COVID-19
  • Mendapatkan vaksinasi COVID-19 dapat membantu mencegah munculnya varian lain
  • Memvaksinasi anak untuk COVID-19 mampu membantu memulihkan kehidupan yang lebih normal
  • Vaksin COVID-19 membantu melindungi masyarakat

Penting diketahui, vaksin COVID-19 hingga saat ini belum tersedia untuk anak berusia di bawah 12 tahun. Meski begitu, beberapa produsen vaksin masih terus mengupayakan riset untuk membuat vaksin yang aman bagi anak-anak yang lebih muda. Baik sudah divaksinasi atau belum, protokol kesehatan anak harus tetap dipatuhi dan dilaksanakan saat PTM di sekolah.

“Menurut saya, sih, yang penting dan nomor satu itu protokol kesehatannya. Kalau untuk anak di bawah 12 tahun, menurut saya tidak perlu cepat-cepat vaksin. Biar penelitiannya berjalan dulu, biar konklusinya bagus dapatnya. Dan untuk anak 12 tahun ke atas, kalau memang sudah boleh diberikan vaksinnya, orangtua silakan membawa anaknya untuk vaksinasi,” jelas dr. Melanie.

5. Risiko anak terkena COVID-19 saat pembelajaran tatap muka

Perlindungan Anak untuk Hadapi Pembelajaran Tatap Muka di Sekolahilustrasi anak ke sekolah (pexels.com/Yan Krukov)

Mengutip WHO, data menunjukkan bahwa anak-anak berusia 18 tahun ke bawah mewakili sekitar 8,5% dari kasus COVID-19 yang dilaporkan di seluruh dunia. Angka kematian pada anak relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelompok usia lain dan biasanya anak bergejala ringan.

“Sama saja dengan orang dewasa. Anak-anak berisiko untuk terkena, juga berisiko untuk menularkan. Perbedaannya hanya di gejalanya. Kebanyakan gejala COVID-19 pada anak itu ringan. Kecuali pada anak-anak yang sudah punya penyakit komorbid seperti obesitas atau yang daya tahan tubuhnya rendah, penyakit paru kronis, atau penyakit ginjal kronis yang memang menyebabkan daya tahan tubuhnya lebih rendah dibandingkan anak-anak sehat,” ucap dr. Melanie.

Terkait PTM, efek jangka panjang dari tetap membuka sekolah belum dievaluasi, dilansir WHO. Namun, sejumlah studi menyatakan bahwa pembukaan kembali sekolah mungkin memiliki efek kecil pada penularan yang lebih luas di masyarakat, tetapi ini belum dipahami dengan baik. Studi lebih lanjut sedang dilakukan mengenai peran anak-anak dalam transmisi di dalam dan di luar pengaturan pendidikan.

Mungkin masih ada hal lain yang perlu diperhatikan untuk mempersiapkan anak dalam pembelajaran tatap muka di sekolah. Yang jelas, mengajarkan anak agar paham dan mampu menjalankan protokol kesehatan dengan baik adalah hal terpenting. Orangtua juga harus memperhatikan kesehatan anak supaya ia tidak mudah sakit atau terinfeksi dengan cara memperhatikan asupan nutrisi dan pola hidupnya.

Baca Juga: 1 dari 7 Pasien COVID-19 Anak dan Remaja Berisiko Mengalami Long COVID

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya