Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Liburan bersama keluarga.
ilustrasi liburan bersama keluarga (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Libur Natal dan Tahun Baru sering menggeser jam tidur, makan, dan gerak.

  • Aktivitas fisik tetap penting, meski durasi dan bentuknya berubah.

  • Teknologi dan pendekatan fleksibel membantu tubuh tetap aktif tanpa stres.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Natal dan Tahun Baru identik dengan perubahan rutinitas. Jam tidur lebih larut, waktu makan lebih panjang atau lebih sering, dan tambahan agenda sosial. Momen ini sering diisi dengan perjalanan jauh, acara keluarga besar atau orang-orang terdekat, hingga liburan singkat yang padat aktivitas, tetapi ironisnya kamu minim gerak.

Perubahan ini wajar. Masa liburan memang cenderung diikuti penurunan aktivitas fisik dan peningkatan waktu sedentari, bahkan pada orang yang rutin berolahraga sepanjang tahun. Tubuh mungkin tidak akan langsung bermasalah, tetapi pola ini bisa berdampak buruk jika dibiarkan berlarut-larut.

Masalahnya, banyak orang memaknai liburan sebagai jeda total dari rutinitas sehat. Padahal, aktivitas fisik tidak selalu berarti latihan berat atau sesi gym berjam-jam. Saat masa liburan, yang dibutuhkan justru pendekatan yang lebih fleksibel dan realistis.

Berikut tips agar kamu bisa tetap aktif saat liburan dengan pendekatan yang lebih realistis.

1. Menurunkan target, bukan menghilangkannya

Alih-alih mengejar target latihan seperti hari-hari kerja, fokuslah pada konsistensi minimal. Bahkan aktivitas fisik berdurasi pendek—10 hingga 15 menit—tetap memberi manfaat bagi kesehatan jantung dan metabolik.

Berjalan kaki setelah makan besar, naik tangga hotel, atau stretching ringan pada pagi hari sudah termasuk gerak bermakna.

2. Manfaatkan smartwatch atau fitness tracker

Teknologi wearable bukan sekadar alat pamer langkah. Studi terbaru menunjukkan bahwa pengingat berbasis data—seperti notifikasi “move reminder” atau target langkah harian—membantu mempertahankan aktivitas fisik di tengah jadwal yang tidak teratur.

Saat liburan, target 8.000–10.000 langkah bisa lebih realistis dibanding sesi olahraga formal.

3. Latihan mikro

ilustrasi push-up (pexels.com/Mikhail Nilov)

Konsep latihan singkat berbasis waktu—misalnya 5 menit bodyweight exercise beberapa kali sehari—didukung oleh bukti ilmiah.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa latihan intensitas sedang-singkat tetap memberi dampak positif pada kebugaran dan sensitivitas insulin. Latihan seperti ini bisa dengan kamu lakukan di rumah ataupun di hotel tanpa alat.

4. Jadikan aktivitas sosial sebagai aktivitas fisik

Jalan santai bersama keluarga, bermain dengan anak, atau eksplor kota dengan berjalan kaki adalah bentuk aktivitas fisik yang sering diremehkan. Pendekatan ini bukan hanya menyehatkan fisik, tetapi juga mendukung kesehatan mental melalui interaksi sosial yang positif.

5. Dengarkan tubuh

Liburan sering memicu rasa bersalah karena “tidak seproduktif biasanya”. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa stres psikologis justru dapat menghambat manfaat aktivitas fisik.

Jika tubuh lelah akibat perjalanan atau kurang tidur, memilih istirahat aktif seperti peregangan atau yoga ringan jauh lebih sehat dibanding memaksakan latihan berat.

Tetap aktif saat liburan tanpa mengorbankan kesehatan mental

ilustrasi pria naik tangga (pexels.com/eclipse_images)

Aktivitas fisik saat liburan seharusnya berfungsi sebagai penopang energi, bukan sumber tekanan baru. Studi menunjukkan bahwa olahraga dengan pendekatan fleksibel lebih efektif menjaga kesehatan mental dibanding pola latihan kaku yang sulit dipertahankan.

Natal dan Tahun Baru adalah fase transisi, bukan kegagalan rutinitas. Ketika liburan usai, tubuh yang tetap aktif—meski dengan cara sederhana—akan lebih mudah kembali ke ritme normal. Yang terpenting, tubuh tetap bergerak dan pikiran tetap waras.

Libur Natal dan Tahun Baru hampir pasti mengubah rutinitas, dan itu bukan masalah. Aktivitas fisik tidak harus berat untuk tetap bermanfaat. Dengan menurunkan ekspektasi, memanfaatkan teknologi, dan memilih gerak yang menyenangkan, tubuh tetap aktif tanpa mengorbankan esensi liburan.

Referensi

Santos, Ana C., et al. “Seasonal Variation in Physical Activity.” Journal of Physical Activity and Health 18, no. 4 (2021): 403–410. https://doi.org/10.1123/jpah.2020-0432.

World Health Organization. WHO Guidelines on Physical Activity and Sedentary Behaviour. Diakses Desember 2025.

Brickwood, Katherine-Jane, et al. “Consumer-Based Wearable Activity Trackers Increase Physical Activity.” JMIR mHealth and uHealth 7, no. 4 (2019): e11819. https://doi.org/10.2196/11819.

Gibala, Martin J., and Jonathan P. Little. “Physiological Basis of Brief Exercise.” Exercise and Sport Sciences Reviews 48, no. 4 (2020): 183–190. https://doi.org/10.1249/JES.0000000000000234.

Biddle, Stuart J. H., et al. “Physical Activity and Mental Health.” The Lancet Psychiatry 6, no. 4 (2019): 319–328. https://doi.org/10.1016/S2215-0366(18)30458-1.

Stults-Kolehmainen, Matthew A., and Rajita Sinha. “The Effects of Stress on Physical Activity.” Sports Medicine 44, no. 1 (2014): 81–121. https://doi.org/10.1007/s40279-013-0090-5.

Chekroud, Samuel R., et al. “Association Between Physical Exercise and Mental Health.” The Lancet Psychiatry 5, no. 9 (2018): 739–746. https://doi.org/10.1016/S2215-0366(18)30227-2.

Editorial Team