Bikin Perut Membuncit, Apa Itu Cortisol Belly?

Gara-gara terus-terusan mengalami stres!

Intinya Sih...

  • Ketika produksi hormon kortisol berulang kali meningkat dalam jangka waktu lama, ini dapat memicu banyak efek kesehatan.
  • Salah satu dampak stres terhadap fisik adalah munculnya "cortisol belly" alias perut buncit akibat stres.
  • Jika cortisol belly tidak dipangkas, adanya kelebihan lemak viseral bisa berisiko bagi kesehatan.

Dampak stres tidak hanya pada psikologis, tetapi juga bisa menyebabkan gejala fisik. Salah satu dampak stres terhadap fisik adalah munculnya "cortisol belly" atau "perut kortisol" alias perut buncit akibat stres.

Cortisol belly mengacu pada akumulasi lemak perut yang disebabkan oleh paparan kronis terhadap kortisol tingkat tinggi. 

Kortisol adalah hormon steroid yang mengatur berbagai proses penting di seluruh tubuh, termasuk metabolisme dan respons imun. Hormon kortisol juga memiliki peran yang sangat penting dalam membantu tubuh merespons stres.

Di bawah ini akan dijelaskan tentang bagaimana tingkat kortisol yang tinggi dapat memengaruhi kenaikan berat badan dan menyebabkan timbunan lemak perut.

Penyebab cortisol belly

Ketika produksi kortisol berulang kali meningkat dalam jangka waktu lama, ini dapat memicu banyak efek kesehatan.

Pertambahan berat badan, terutama di area perut, bisa menjadi salah satu efek dari tingginya kortisol dalam jangka waktu lama.

Bertambahnya berat perut ini termasuk lemak subkutan (lemak di bawah kulit) dan lemak viseral (lemak yang letaknya jauh di dalam rongga perut). Menyimpan lemak viseral dalam jumlah banyak bisa meningkatkan risiko kondisi kesehatan tertentu.

Saat mengalami stres berkepanjangan, mungkin kamu akan sulit menjaga kebiasaan makan yang sehat.

Sebuah penelitian terhadap 59 perempuan sehat menemukan hubungan antara peningkatan kadar kortisol dan peningkatan nafsu makan, yang mana ini berpotensi meningkatkan berat badan.

Penelitian lain menemukan hubungan antara respons kortisol yang lebih tinggi dan jumlah lemak perut yang lebih tinggi pada kelompok yang terdiri dari 172 laki-laki dan perempuan, menunjukkan bahwa kortisol yang lebih tinggi dapat menyebabkan makan berlebihan.

Akan tetapi, tingkat stres dan kortisol tidak selalu berhubungan langsung, jadi diperlukan lebih banyak data untuk membangun hubungan langsung.

Baca Juga: Mengenal Hormon Kortisol, Lebih dari Sekadar Hormon Stres

Penyebab tingkat kortisol tinggi

Bikin Perut Membuncit, Apa Itu Cortisol Belly?ilustrasi stres (freepik.com/diana.grytsku)

Kalau kamu curiga memiliki tingkat kortisol tinggi, temui dokter. Dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan darah, tes urine, atau tes air liur untuk mengevaluasi kadar kortisol dalam tubuh.

Jika sudah terkonfirmasi, dokter akan mencari tahu penyebabnya. Ini bisa diketahui melalui pemeriksaan klinis, CT scan atau MRI pada perut dan kepala, PET scan, atau skintigrafi.

Jika sudah dikonfirmasi, dokter mungkin akan menyelidiki penyebab utamanya, yang dapat dilakukan melalui penilaian klinis, CT atau MRI pada perut dan kepala, pemindaian PET, atau skintigrafi.

Peningkatan kadar kortisol mungkin terkait dengan beberapa faktor, seperti:

  • Kehamilan.
  • Olahraga intens.
  • Tiroid yang kurang aktif.
  • Obesitas.
  • Penggunaan obat kortikosteroid, seperti prednisone atau dexamethasone, selama lebih dari 15 hari dan/atau dalam dosis tinggi.
  • Disfungsi kelenjar adrenal, yang disebabkan oleh tumor atau disregulasi pada tingkat sel, menyebabkan peningkatan produksi kortisol.
  • Tumor kelenjar pituitari, yang dapat merangsang produksi kortisol di kelenjar suprarenal.
  • Tumor kelenjar adrenal, karena kelenjar ini juga memproduksi kortisol.
  • Stres berlebihan dan tidur tidak teratur, yang dapat mengganggu regulasi produksi kortisol dan menyebabkan kadar kortisol lebih tinggi dalam darah.
  • Ectopic ACTH syndrome.

Stres tampaknya menjadi faktor perubahan minor pada kadar kortisol, dan peningkatan kadar kortisol secara signifikan biasanya merupakan tanda adanya masalah pada kelenjar.

Gejala kortisol tinggi

Penting untuk diperhatikan, berikut ini gejala kadar kortisol tinggi:

  • Palpitasi jantung atau jantung berdebar kencang.
  • Kegelisahan.
  • Kecemasan.
  • Gangguan tidur.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Konstipasi.
  • Merasa kembung.
  • Peningkatan berat pada area perut.
  • Sakit kepala.
  • Kelelahan kronis.
  • Sulit konsentrasi.

Karena gejala-gejala di atas bisa menjadi tanda banyak masalah kesehatan, kamu bisa mengetahui kadar hormon kortisol kamu dengan tes darah. Mengingat kadarnya bisa berubah sepanjang hari, dokter akan memberi tahu kapan waktu terbaik untuk menjalani tes darah.

Cara mengatasi cortisol belly

Bikin Perut Membuncit, Apa Itu Cortisol Belly?ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/cottonbro studio)

Mengurangi atau menghilangkan kortisol perut sangat bisa dilakukan. Kuncinya adalah manajemen stres yang baik, yang bisa mencakup terapi perilaku kognitif bersama dengan teknik relaksasi dan mindfulness.

Memiliki support system, rutin berolahraga, dan memprioritaskan tidur berkualitas merupakan komponen penting dari ketahanan stres dan kesehatan metabolisme.

Modifikasi pola makan, dengan memprioritaskan makanan utuh, padat nutrisi, dan distribusi makronutrien seimbang dapat mengurangi nafsu makan yang dipicu oleh kortisol dan meningkatkan rasa kenyang.

Regimen olahraga yang disesuaikan, yang menggabungkan latihan aerobik dan ketahanan, telah terbukti secara khusus menargetkan lemak viseral dan meningkatkan parameter metabolisme.

Pendekatan komprehensif untuk mengatasi penyebab perut buncit akibat stres bersama modifikasi gaya hidup berkelanjutan dan bimbingan profesional dapat membantu kamu mencapai penurunan lemak perut jangka panjang yang berkelanjutan, serta mengoptimalkan hasil kesehatan secara keseluruhan.

Jika cortisol belly tidak dipangkas, adanya kelebihan lemak viseral bisa berisiko bagi kesehatan. Kelebihan lemak viseral dapat berkontribusi pada berkembangnya:

  • Resistansi insulin, yang merupakan kondisi ketika sel-sel tubuh tidak merespons sebaik yang seharusnya terhadap insulin.
  • Dislipidemia, yaitu gangguan lemak pada darah, termasuk kolesterol dan trigliserida.
  • Peradangan.
  • Sindrom metabolik, yakni sekumpulan gejala dari beberapa faktor risiko kardiovaskular termasuk hipertensi, obesitas sentral, dislipidemia, dan hiperglikemia.
  • Diabetes tipe 2, yaitu penyakit kronis yang ditandai dengan resistansi insulin atau produksi insulin yang tidak adekuat dalam tubuh, yang mengakibatkan naiknya kadar gula darah.
  • Risiko kardiovaskular, termasuk hipertensi, aterosklerosis, dan penyakit arteri koroner.

Selain itu, stres kronis dan disregulasi kortisol berkontribusi terhadap gangguan suasana hati seperti depresi dan kecemasan, sehingga melanggengkan lingkaran setan tekanan emosional dan perilaku maladaptive coping (kecenderungan coping yang kurang bermanfaat dan kurang efektif dalam mengatasi sumber stres dan dapat menyebabkan masalah lebih lanjut).

Cortisol belly berkembang ketika kadar kortisol yang tinggi menyebabkan penumpukan lemak perut. Perawatan terutama berfokus pada pengurangan kadar kortisol. Karena kadar kortisol yang tinggi dapat membuat kamu berisiko mengalami masalah kesehatan lainnya, penting untuk segera menemui dokter jika kamu merasa kadar hormon stres ini terus-menerus tinggi.

Baca Juga: Perbedaan Perut Buncit dan Hamil, Jangan Sampai Salah

Referensi

Yahoo Life UK. Diakses pada April 2024. What is 'cortisol belly' and how can reducing stress fix it?
The Society for Endocrinology. Diakses pada April 2024. Cortisol.
MedlinePlus. Diakses pada April 2024. Cortisol Test.
Harvard Health Publishing. Diakses pada April 2024. Taking aim at belly fat.
Epel, E. S., Lapidus, R. C., McEwen, B. S., & Brownell, K. D. (2001). Stress may add bite to appetite in women: a laboratory study of stress-induced cortisol and eating behavior. Psychoneuroendocrinology, 26(1), 37–49. https://doi.org/10.1016/s0306-4530(00)00035-4
Steptoe, A., Kunz-Ebrecht, S., Brydon, L., & Wardle, J. (2004). Central adiposity and cortisol responses to waking in middle-aged men and women. International Journal of Obesity, 28(9), 1168–1173. https://doi.org/10.1038/sj.ijo.0802715
Chao, A. M., Jastreboff, A. M., White, M. A., Grilo, C. M., & Sinha, R. (2017). Stress, cortisol, and other appetite-related hormones: Prospective prediction of 6-month changes in food cravings and weight. Obesity, 25(4), 713–720. https://doi.org/10.1002/oby.21790
Kaiser Permanente. Diakses pada April 2024. Stressed Out? Too Much Stress, Cortisol Can Hurt Your Body.

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya