Penyebab Psikologis Kenapa Orang Korupsi

Biasanya karena keserakahan pribadi

Kejaksaan Agung menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, pada 2015 sampai 2022.

Sebelum diumumkan penetapan tersangka, Harvey keluar dari Gedung Bundar Kejagung pada Rabu (27/3/2024) malam, mengenakan rompi tahanan berwarna pink. Dengan tangan diborgol, ia digiring petugas Kejagung ke mobil tahanan.

"Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, tim penyidik telah memandang cukup alat bukti, sehingga yang bersangkutan kita tingkatkan statusnya tersangka," kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi, dalam jumpa persnya.

"Untuk kepentingan penyidikan, yang bersangkutan dilakukan tindakan penahanan untuk 20 hari ke depan," tambahnya.

Korupsi adalah tindakan atau perilaku tidak jujur yang umumnya terlihat dilakukan oleh orang-orang yang punya kuasa.

Korupsi melibatkan tindakan penyuapan, pengaruh, pilih kasih, nepotisme, dan penggelapan dan dikategorikan sebagai penipuan atau tindak pidana.

Tokoh-tokoh otoritatif yang diketahui punya kuasa atau posisi penting dalam masyarakat lebih banyak terlibat dalam korupsi dan penipuan, membuat mereka menyalahgunakan keuntungan yang diperoleh dari kekuasaan dan posisi mereka.

Orang-orang melakukan korupsi karena keserakahan untuk mendapakan lebih banyak uang, sumber daya, dan kekuasaan. Sederhananya, korupsi adalah tindakan tidak jujur yang menguntungkan individu atau kelompok tertentu, tetapi berdampak besar pada pihak-pihak lain, baik secara sosial maupun finansial.

Korupsi adalah fenomena yang kompleks. Korupsi dapat dilakukan dalam skala yang lebih kecil, sedangkan korupsi skala besar biasanya melibatkan pengaruh terhadap pemerintah.

Karakteristik koruptor

Walaupun penyebab perilaku bisa dipengaruhi banyak faktor, tetapi ada beberapa ciri kepribadian yang membuat seseorang lebih mudah terjerumus ke dalam perilaku korup. Ini dapat meliputi:

  • Gangguan empati: Individu kesulitan untuk menempatkan diri mereka pada posisi orang lain atau memahami bagaimana tindakan mereka dapat memengaruhi kesejahteraan orang lain.
  • Keegoisan: Individu memprioritaskan kebutuhannya sendiri dibandingkan kebutuhan orang lain.
  • Manipulasi: Individu secara menipu memengaruhi sistem atau persepsi orang lain.
  • Merasa berhak: Individu percaya bahwa mereka pantas untuk sukses atau kebutuhannya terpenuhi lebih dari yang lain dan bahwa mereka berhak mendapatkan perlakuan khusus.
  • Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain: Individu menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka.

Karakteristik lain yang terkait dengan korupsi meliputi:

  • Perilaku mencari sensasi.
  • Kesesuaian sosial.
  • Kebutuhan akan kepuasan instan.
  • Perilaku mengambil risiko.
  • Kebutuhan yang kuat akan kekuasaan.

Baca Juga: Kondisi Psikologis Orang yang Kecanduan Berjudi, Ternyata Seperti Ini

Penyebab korupsi

Penyebab Psikologis Kenapa Orang Korupsiilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)

Ada beberapa penyebab umum tindakan korupsi dilakukan oleh individu pada semua tingkatan:

1. Kurangnya kesadaran

Ketika masyarakat tidak berpendidikan tinggi atau tidak aware akan korupsi, mereka tidak akan bisa bersuara menentang praktik tersebut atau mereka akan mudah ditipu oleh orang lain.

Sekalipun mereka mempunyai sedikit gambaran tentang hal tersebut, mereka tetap memutuskan untuk tetap diam karena mereka tidak punya cukup keberanian untuk membicarakannya atau takut bagaimana jika oknum koruptor tersebut mengetahui tentang para pelapor.

Sering kali, mereka melindungi koruptor dan berpikir bahwa hal itu bukan masalah besar.

2. Mempertimbangkan kepentingan pribadi dibandingkan melayani masyarakat

Beberapa politisi dan pemimpin politik lainnya terjun ke dunia politik, membentuk partai-partai berbeda hanya demi kepentingan mereka sendiri untuk mendapatkan uang, kekuasaan, dan ketenaran.

Mereka tidak memikirkan atau mempertimbangkan kepentingan orang lain, tidak memberikan pelayanan dan fasilitas yang dijanjikan, sehingga membuat masyarakat merasa dikhianati.

3. Kurangnya transparansi

Ketika pekerjaan umum dilakukan secara pribadi dan bukannya diperlihatkan kepada orang lain, ini akan meningkatkan tingkat korupsi karena sekarang lembaga dan pemimpin tidak perlu memberikan jawaban kepada publik dan masyarakat tidak dapat bertanya.

4. Tidak mengambil tindakan yang diperlukan terhadap praktik korupsi

Begitu korupsi terdeteksi dan orang tersebut ketahuan melakukan hal-hal yang melanggar hukum, mereka hanya akan dikenakan sejumlah hukuman dan denda yang bisa dengan mudah mereka bayar dan menghilangkan tuduhan atau dakwaan tersebut.

Jadi, mereka tidak terlalu takut dengan akibat yang akan timbul jika mereka ketahuan korupsi dan mengulanginya lagi kapan pun ada kesempatan.

Tidak adanya ketegasan dari pihak berwenang menyebabkan peningkatan kasus korupsi.

5. Keserakahan

Penyebab paling umum dan mendasar dari meningkatnya praktik korupsi adalah mengutamakan keserakahan pribadi.

Keserakahan pribadi meningkat ketika individu mempertimbangkan keinginan dibandingkan kebutuhan. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki dan menginginkan lebih banyak uang, kekuasaan ,dan ketenaran, bahkan jika itu berarti terlibat dan melakukan cara-cara ilegal, seperti korupsi.

Koruptor dianggap sebagai orang yang tidak bahagia

Menurut tulisan John R. Schafer, Ph.D, analis perilaku untuk FBI dan penulis buku The Like Switch: An Ex-FBI Agent's Guide to Influencing, Attracting, and Winning People Over, orang yang korup dan orang yang rawan melakukan korupsi bukanlah orang yang bahagia.

Orang yang bahagia berusaha untuk mempertahankan kebahagiaan. Orang yang tidak bahagia akan melakukan apa pun untuk menjadi bahagia.

Korupsi bisa berfungsi sebagai cara untuk memperoleh kebahagiaan melalui kekuasaan. Kekuasaan menempatkan seseorang atau kelompok di atas orang atau kelompok lain, sehingga menciptakan ilusi kebahagiaan melalui kontrol.

Orang atau kelompok yang korup sering kali menggunakan taktik ilegal atau menindas untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.

Punya kuasa seperti itu tidak bisa mendatangkan kebahagiaan. Korupsi hanya menutupi rasa tidak aman (insecurity). Oleh karena itu, orang atau kelompok yang korup harus mempertahankan atau meningkatkan cengkeraman kekuasaannya untuk mempertahankan ilusi kebahagiaan.

Kebutuhan akan pengakuan

Penyebab Psikologis Kenapa Orang KorupsiIlustrasi suap dan korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Orang biasanya tidak bangun pada suatu pagi dan memutuskan untuk menjadi koruptor. Korupsi merupakan proses terukur yang perlahan-lahan menyelimuti seseorang.

Korupsi dimulai dengan benih ketidakpuasan, ketidakbahagiaan, dan kebutuhan akan pengakuan. Kebutuhan akan pengakuan merupakan kebutuhan psikologis yang kuat.

Kebencian berkobar seiring waktu hingga titik kritis tercapai, ketika orang yang tidak bahagia merasa terdorong untuk mengambil tindakan agar menjadi bahagia. Korupsi memberikan ilusi kebahagiaan.

Menjadi anggota kelompok yang korup memberikan pengakuan pribadi oleh anggota kelompok lainnya. Kelompok yang korup juga memberikan pembenaran atas kegiatan atau tindakan ilegal.

Kelompok dalam kelompok

Kelompok yang korup membentuk kelompok di dalam kelompok yang memisahkan diri dari arus utama.

Kelompok yang korup membangun identitasnya sendiri dengan menggunakan nama unik untuk kelompoknya.

Nama kelompok berfungsi sebagai sarana untuk mengidentifikasi orang-orang yang tergabung dalam grup dan orang-orang yang bukan anggota grup.

Nama kelompok mengidentifikasi siapa anggota kelompok dan, yang lebih penting, nama kelompok memberikan identitas unik yang memberikan kekuatan dan status kepada anggota kelompok.

Loyalitas kelompok di atas nilai-nilai dalam masyarakat

Penyebab Psikologis Kenapa Orang Korupsiilustrasi korupsi (pixabay.com/Alexas_Fotos)

Anggota kelompok yang korup bersumpah setia kepada kelompoknya dengan mengabaikan tugas mereka terhadap komunitas yang lebih luas. Nilai-nilai pribadi menggantikan nilai-nilai komunitas.

Anggota kelompok yang korup menjadi loyal terhadap nilai-nilai individu dan nilai-nilai kelompok. Kelompok yang kerup membentuk "kepompong" di mana mereka berfungsi.

Dalam kepompong, anggota kelompok yang korup saling memvalidasi aktivitas korup yang dilakukan satu sama lain.

Tujuan dari kepompong adalah untuk mencegah masuknya ide-ide baru. Makin korup suatu kelompok, makin erat pula ikatannya. Aktivitas di dalam kepompong menjadi hal yang lumrah.

Jika semua orang dalam kelompok itu korup, maka korupsi dianggap sebagai kegiatan yang lumrah. Kegiatan korup hanya dianggap salah ketika ide-ide dari luar menembus kepompongnya. Ide-ide baru menciptakan standar untuk menilai aktivitas korupsi. Kegiatan korupsi hanya menjadi salah bila dibandingkan dengan standar moral atau hukum yang dipertahankan di luar kepompong kelompok yang korup.

Paradigma "kita melawan mereka"

Pemisahan kelompok juga menciptakan paradigma “kita melawan mereka”. Kelompok yang korup membentuk ideologi bahwa jika kamu bukan untuk kami, kamu melawan kami.

Kelompok yang korup dibangun atas dasar ketidakpercayaan terhadap pihak luar. Segala upaya untuk membongkar kelompok yang korup menyebabkan anggota kelompok yang korup mempertahankan diri dari kelompok yang dianggap mengancam.

Kelompok yang korup akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap bertahan dan, dalam banyak kasus, mempertahankan kekuasaan. Jika aktivitas ilegal kelompok koruptor diketahui, maka aktivitas mereka dianggap tidak bermoral dan ilegal. Selama kepompong tersebut menolak ide-ide luar, kelompok tersebut akan tetap korup selamanya.

Kebutuhan akan kekuasaan

Penyebab Psikologis Kenapa Orang Korupsiilustrasi koruptor (pexels.com/Anete Lusina)

Cara tercepat bagi orang yang merasa insecure untuk merasa nyaman dengan dirinya sendiri adalah dengan menempatkan dirinya di atas orang lain.

Di pemerintahan maupun di sektor swasta, kekuasaan adalah cara tercepat untuk meninggikan seseorang di atas orang lain. Selama orang-orang yang merasa insecure tetap berkuasa, mereka bisa bersembunyi di balik “topeng kekuasaan”.

Pemimpin yang tidak percaya diri tidak akan menerima ide-ide baru karena orang lain mungkin akan mendapat pengakuan dan merebut kekuasaan dari kelompok yang korup. Orang-orang yang menyampaikan ide-ide baru mengancam para pemimpin yang merasa insecure.

Kebutuhan akan kekuasaan tidak bersifat statis. Bagaikan obat yang membuat ketagihan, kekuasaan membutuhkan kekuasaan yang makin besar. Para pemimpin yang merasa tidak percaya diri sering kali tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk unggul, sehingga mereka melakukan korupsi untuk mempertahankan dan mendapatkan lebih banyak kekuasaan.

Para pemimpin yang merasa insecure tidak bisa melepaskan kekuasaannya, karena jika mereka melakukannya, maka rasa insecurity mereka akan terungkap. Tanpa identitas, para pemimpin yang merasa insecure akan terjerumus ke dalam jurang kehampaan.

Baca Juga: Korban KDRT Bisa Mengalami 17 Dampak Fisik dan Psikis Ini

Referensi

Psychologs. Diakses pada Maret 2024. The Psychology of Corruption.
Corruption Watch. Diakses pada Maret 2024. The Psychology of Corruption.
Prezi. Diakses pada Maret 2024. The Psychology of Corruption by Giada Del Fabbro.
The International Journal of Indian Psychology, September 2022. Psychological Analysis of Corruption: A Review.
Psychology Today. Diakses pada Maret 2024. The Psychopathology of Corruption.

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya