Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi TikTok (unsplash.com/Franck)
ilustrasi TikTok (unsplash.com/Franck)

Tak bisa dimungkiri, kesehatan mental masih menjadi topik yang tabu untuk dibicarakan di Indonesia. Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah dan stigma negatif membuat orang yang memiliki gangguan mental memilih untuk menutup diri.

Melihat fenomena ini, TikTok meluncurkan kampanye bertajuk #SeeingtheUnseen sekaligus menghadirkan Pusat Kesehatan Digital di platformnya pada Rabu (12/10/2022). Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan isu kesehatan mental.

Acara ini dihadiri oleh empat pembicara, yaitu Faris Mufid (Public Policy & Government Relations TikTok Indonesia), dr. Edduwar Idul Riyadi, SpKJ (Ahli Madya Epidemiologi Kesehatan, Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI), Saskhya Aulia Prima, M.Psi, Psikolog (Psikolog & Co-founder TigaGenerasi), dan Sania Leonardo (Kreator TikTok). Simak, yuk!

1. Menurut survei, sebanyak 2 dari 4 responden masih khawatir membicarakan kondisi mentalnya

Bersama lembaga riset internasional, YouGov, TikTok melakukan survei terhadap responden di seluruh Indonesia. Hasilnya, sebanyak 2 dari 4 responden masih khawatir akan potensi dampak negatif jika mereka berbicara tentang kondisi mentalnya, seperti penolakan atau penghakiman dari keluarga dan teman maupun konsekuensi di tempat kerja.

Sebanyak 28 persen responden merasa terbantu jika mereka bisa mengakses fitur yang berkaitan dengan kesehatan mental yang gratis di platform media sosial yang mereka pakai.

Selain itu, sebanyak 26 persen responden merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang masalah kesehatan mental jika ada pengguna lain yang berbagi pengalaman serupa di media sosial.

2. Tantangan makin berat karena stigma

ilustrasi stigma (pixabay.com/geralt)

Menurut dr. Edduwar, masalah kesehatan mental dari dulu sudah mengalami stigma. Misalnya, dikaitkan dengan hal-hal berbau supranatural, klenik, atau dianggap sebagai kutukan.

"Karena dianggap sebagai hal yang negatif, membuatnya menjadi tabu dan memalukan. Bahkan, sering terjadi diskriminasi. Tidak sedikit masyarakat yang menjauhi atau mengalienasi orang yang terkena gangguan jiwa," ungkapnya.

Hal ini diakui oleh Sania, kreator TikTok dengan username @panggilkubambang. Menurut penyintas gangguan bipolar ini, orang yang memiliki gangguan mental masih merasakan berbagai stigma. Misalnya, dianggap kurang bersyukur atau kurang dekat dengan Tuhan.

Untungnya, anak muda zaman sekarang lebih semangat dan antusias membahas tentang kesehatan mental. Berkat awareness yang makin meningkat, diharapkan bisa menghapus stigma.

3. Bentuk komitmen TikTok dalam mendukung kesehatan mental pengguna

Berangkat dari hasil survei tersebut, TikTok berinisiatif menciptakan ruang yang lebih aman dan ramah bagi masyarakat Indonesia dengan meluncurkan Pusat Kesehatan Digital. Ini adalah portal yang berisi informasi terkait kesehatan mental dan kesejahteraan digital.

Di dalamnya, pengguna bisa mengakses layanan bantuan serta menyaksikan berbagai video interaktif seputar kesehatan mental hasil kolaborasi TikTok bersama para mitra, kreator, dan pakar yang dikemas dengan kreatif dan ringan agar mudah dipahami oleh masyarakat luas.

"Melalui Pusat Kesehatan Digital, TikTok ingin menyediakan wadah, sarana, dan sumber daya untuk mendukung terciptanya diskusi yang sehat mengenai kesehatan mental. Kami harap TikTok dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman di mana diskusi penting tentang kesehatan mental dapat berkembang, menghibur, dan menginspirasi pengguna," ujar Faris.

Tak hanya itu, TikTok terus berupaya menjaga komunitas dari konten yang berbahaya dengan menghapus video yang melanggar Panduan Komunitas serta memberikan tools yang bisa digunakan untuk melaporkan dan memblokir konten-konten yang tidak sesuai.

Editorial Team