Bangkit Lawan Pandemik, Kenali Elemen Layanan E-Health

Apakah layanan e-health di Indonesia sudah mumpuni?

Pandemik memang banyak membatasi kita dalam keseharian selama dua tahun belakangan. Tak ayal gunungan masalah juga cukup banyak ditimbulkan dalam berbagai lini kehidupan. Namun, Indonesia tetap membuktikan sebagai negara berdikari di tengah gempuran COVID-19 yang masih tersebar di muka bumi, dengan menerima handover Presidensi G20 saat KTT di Roma.

Melalui forum internasional G20 dengan periode presidensi selama setahun ini dan puncak KTT G20 di Bali pada 15—16 November 2022, diharapkan Indonesia mampu berkontribusi nyata dan mampu melahirkan 1000 Aspirasi Indonesia Muda. Terutama dalam tiga sektor prioritas; arsitektur kesehatan global, transisi energi, dan transformasil digital. Sehingga kita bisa pulih bersama sesuai dengan tema G20, yakni "Recover Together, Recover Stronger".

Belakangan e-health menjadi sebuah isu yang cukup menyita perhatian para akademisi, terlebih pencetus utamanya dari kalangan pebisnis atau pengusaha, seiring dengan berkembangnya e-words yang sejenis; e-commerce, e-business, e-soultions, dll. Bahkan para peneliti dan ilmuwan beranggapan istilah tersebut belum ditemukan sebelum tahun 1999 (Eysenbach 2001, 833). Lebih lanjut Eysenbach dalam Journal of Medical Internet Research (JMIR) mengutarakan bahwa e-health tampak familier bahkan similar dengan “pengobatan secara virtual”—segala sesuatu yang berkaitan dengan komputasi medisinal dan dunia kedokteran.

Sedangkan di sisi lain, e-health ternyata dianggap sebagai bidang yang muncul di segitiga realita antara informatika medis, kesehatan masyarakat, dan bisnis, tentunya mengacu pada layanan kesehatan dan informasi yang ditingkatkan melalui internet atau teknologi terkait. Oleh karena itu, kata electronic dalam e-health tidak semata-mata berdiri sendiri dan mewakili teknologi saja. Terminologi kesehatan yang masif dipromosikan selama dua dekade ini juga mencakup perkembangan pola pikir, sikap, dan komitmen dalam membangun jaringan secara global demi meningkatkan pelayanan kesehatan, baik secara regional maupun internasional, tentunya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi terkini.

Sayangnya, Perusahaan Multidisiplin Digital Publishing Institute (MDPI) telah menampik hal tersebut satu dekade silam, dengan merilis Jurnal Future Internet, dan menyatakan dengan tegas, betapa banyaknya kekurangan dan risiko yang ditimbulkan dari sistem informasi dan teknologi e-health. Meski tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan dan keuntungan yang berdampak nyata bagi kehidupan masyarakat (Khousa et al. 2012, 624—626).

Kemudian, lewat wadah jurnal yang sama (JMIR), Della Mea (2001, 834) juga memaparkan bahwa e-health awalnya digaungkan pada Kongres Internasional Telemedisin dan Telecare yang ke-7 di London pada akhir November 1999. Efektivitas biaya yang tinggi dari telehealth ini digadang-gadang menjadi alasan para pebisnis untuk bertransformasi menjadi e-health. Hal ini tidak sekadar transliterasi, tetapi redefinisi yang menggambarkan gabungan antara penggunaan komunikasi elektronik dan teknologi informasi di sektor kesehatan. Selain itu, penggunaan data digital di sektor kesehatan ditransmisikan, disimpan, dan diambil secara elektronik, tentunya bertujuan untuk klinis, pendidikan medis, dan juga administrasi dengan cakupan regional atau nasional.

Dalam ruang diskursus tersebut, e-health diperkenalkan sebagai kematian telemedicine, karena dalam konteks ketersediaan medis yang luas serta sistem informasi yang dapat menghubungkan dan berkomunikasi, telemedicine tidak akan ada lagi memenuhi fungsi dan tujuan awalnya. Dengan legitimasi secara konvensi tersebut, subjudul telemedicine lantas berganti menjadi e-health. Bahkan banyak jurnal yang bertaburan seketika dengan mencatut e-health menjadi bagian tajuk jurnal. Lagi-lagi, industri digital, yakni aspek kemudahan dalam pencarian kata kunci di laman peramban diduga menjadi prioritas kala itu.

Terlepas dari sawala yang tercipta antara transformasi e-health dan ceruk pasar yang lebih luas dari sisi bisnis, sebenarnya banyak sekali keuntungan yang ditawarkan bahkan dijanjikan dari komputasi kesehatan ini. Bahkan, di Indonesia kita sudah menerapkan layanan e-health, yakni Mobile JKN yang sudah terakselerasi dengan cukup baik. Pemerintah juga menjadikannya sebagai aplikasi terkini yang memudahkan masyarakat, terutama kala pandemi melanda dunia. Namun, perlu diperhatikan apakah aplikasi tersebut sudah memenuhi beberapa elemen sebagai fondasi e-health?

Demi terciptanya keseimbangan antara ekosistem industri digital dan pelayanan kesehatan, ayo, kita kenali 10 "e" dalam e-health.

Baca Juga: Implementasi E-Health Menuju Indonesia Sehat Berkelanjutan

1. Efficiency

Elemen ini adalah satu pembuktian e-health dalam meningkatkan kualitas perawatan kesehatan, sehingga dapat mengurangi biaya dengan cara; menghindari duplikasi, intervensi diagnostik dan terapeutik yang tidak perlu, serta melalui kemungkinan komunikasi yang ditingkatkan antarlembaga perawatan kesehatan serta melalui keterlibatan pasien.

2. Enhancing Quality

E-health dapat meningkatkan kualitas perawatan kesehatan, misalnya dengan memungkinkan perbandingan antara penyedia jasa kesehatan yang berbeda, melibatkan konsumen sebagai kekuatan tambahan untuk jaminan kualitas, dan mengarahkan aliran pasien ke penyedia kualitas terbaik.

3. Evidence Based

Intervensi e-health harus berbasis bukti dalam arti, efektivitas dan efisiensinya tidak boleh diasumsikan, akan tetapi dibuktikan dengan evaluasi ilmiah yang ketat.

4. Empowerment

Kehadiran e-health dapat menuntun pada pasien dan konsumen yang berdaya, dengan memuat pengetahuan obat dan catatan elektronik pribadi diakses dengan mudah melalui jasa layanan kesehatan tersebut. Diharapkan e-health dapat membuka jalan baru untuk pengobatan yang berpusat pada pasien dan memungkinkan pilihan bagi pasien berdasarkan fakta dan data.

5. Encouragement

Mendorong hubungan baru antara pasien dan tenaga kesehatan profesional menuju kemitraan sejati, di mana keputusan dapat didiskusikan, dan tidak merugikan pihak yang terkait, terutama pasien atau konsumen.

6. Education

Tentunya, e-health harus menjadi wadah edukasi bagi tenaga medis (pendidikan kedokteran dan keperawatan yang berkelanjutan) dan pasien (informasi mengenai kesehatan dan pencegahan yang disesuaikan untuk konsumen).

7. Enabling

Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antarlembaga pelayanan kesehatan yang terstandarisasi secara nasional maupun internasional.

8. Extending

Memperluas cakupan pelayanan kesehatan di luar batasan konvensional, baik dalam arti geografis maupun konseptual. E-health diharapkan dapat memudahkan konsumen untuk mendapatkan layanan kesehatan secara daring dari penyedia jasa global, seperti pembelian produk obat-obatan, pemantauan kondisi terkini pasien secara virtual, dsb. 

9. Ethics

E-health tentunya melibatkan bentuk baru dari interaksi pasien dan dokter yang menimbulkan tantangan dan ancaman baru terhadap masalah etika, seperti praktik profesional secara daring, informasi persetujuan, privasi, dan masalah kesetaraan.

10. Equity

Pemerataan untuk membuat pelayanan kesehatan lebih adil adalah salah satu dari tujuan e-health, akan tetapi pada saat yang sama ada ancaman besar yang dapat memperdalam kesenjangan antara “memiliki” dan “tidak memiliki”. Orang, yang tidak memiliki uang, keterampilan, dan akses ke komputer atau jaringan, tentunya tidak dapat menggunakan e-health secara efektif. Hasil dari populasi pasien ini adalah mereka yang paling sedikit memperoleh manfaat dari kemajuan teknologi informasi, kecuali langkah-langkah politik memastikan akses yang adil untuk semua lini masyarakat. Kesenjangan digital saat ini berjalan antara pedesaan versus perkotaan, populasi kaya versus miskin, muda versus tua, pria versus wanita, dan pasien berpenyakit langka versus umum.

Jadi, bisakah kita simpulkan kalau layanan e-health di Indonesia sudah terintegrasi dan memadai dengan baik berdasarkan 10 elemen di atas? Memang butuh waktu dan proses untuk menghasilkan layanan prima, terlebih e-health menyangkut dua lini sekaligus, yakni jasa dan kesehatan. Terlebih mengingat kondisi geografis Indonesia yang amat luas, tentu saja dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, 'kan? Oleh, karena itu, sudah saatnya peran kita sebagai generasi muda untuk berperan aktif dan ikut mensosialisasikan layanan e-health, seperti Mobile JKN. Agar bangsa kita bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih hebat.

Baca Juga: Kini Hasil Antigen Positif Dapat Obat Gratis dan Layanan Telemedicine

Zaid Malbar Photo Writer Zaid Malbar

Literasi adalah proses belajar sejak dini, hingga kini, dan nanti

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dimas Bowo

Berita Terkini Lainnya