Ilustrasi orang terapi ke psikolog (rawpixel.com/premium)
Meredith Williamson, Ph.D., psikolog berlisensi, asisten profesor klinis di Texas A&M University College of Medicine, dan direktur kesehatan perilaku di Texas A&M Family Residency menyarankan setelah melakukan sesi dengan terapis, kita melakukan refleksi pada diri sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan ini:
- Seberapa suportif dan membantu menurutmu terapis itu untukmu?
- Apakah kamu merasa terapis berusaha untuk benar-benar memahami perspektif dan kekhawatiranmu?
- Apakah kamu merasa terapismu dapat dipercaya dan aman?
- Apakah terapis memiliki pengetahuan tentang berbagai perawatan psikoterapi untuk mengatasi masalah atau kondisi kesehatan mentalmu?
Jika, setelah beberapa sesi kamu masih merasa terapismu tidak cocok, jangan ragu untuk menghentikan sesi dan mulai mencari yang lain. Tidak apa-apa untuk mengatakan kepada terapismu bahwa mereka mungkin bukan orang yang tepat. Faktanya, mereka bahkan mungkin memiliki referensi untukmu.
Ingatlah bahwa pergi ke terapi adalah sebuah proses. Penting untuk diingat bahwa psikoterapi seringkali membuat kita merasa tidak nyaman dan dapat menimbulkan ketakutan awal akan emosi atau ingatan yang menyakitkan. Maka kesabaranmy juga dibutuhkan, karena pada akhirnya ini adalah perjuangan dua arah antara terapis dan dirimu sendiri.
Jika kamu merasa tidak enak secara emosional, jangan ragu untuk mencari bantuan. Ketika kita sakit secara fisik, akan sangat mudah bagi kita untuk pergi ke dokter umum dan juga kita tak akan dengan sembarangan melakukan diagnosis seperti "Ah ini kan cuma patah tulang." atau "Ini cuma gagal ginjal." bukan?
Sama seperti kesehatan fisik, kesehatan mental kita juga tak bisa sembarangan melakukan diagnosis terhadap diri sendiri. Carilah bantuan, kamu tak sendirian.