Fakta Fenomena Kesurupan secara Medis, Mencengangkan!

Dalam ilmu kedokteran, kesurupan dikenal sebagai "trance"

Siapa yang pernah mengalami atau menyaksikan fenomena kesurupan? Pada kondisi ini, individu yang tampak mengalami kesurupan tidak menunjukkan dirinya sendiri dan bahkan terlihat mampu melakukan hal-hal yang di luar nalar. Sering dikaitkan dengan kerasukan makhluk halus, kesurupan umum dijadikan bahan film atau cerita horor.

Dengan perkembangan ilmu medis dan psikiatri, fenomena kesurupan ternyata memiliki penjelasannya tersendiri. Inilah beberapa fakta di balik fenomena kesurupan dari perspektif medis. Tidak mencekam seperti yang kamu kira!

1. Definisi kesurupan secara medis

Berbicara acara Health Talk di Instagram @idntimes pada Kamis (30/12/2021), dokter spesialis kesehatan jiwa di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (RSJS Magelang), dr. Santi Yuliani, SpKJ, M.Sc, menjelaskan bahwa dalam ilmu kedokteran, kesurupan disebut sebagai "trance".

"[Kesurupan] ini merupakan salah satu kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan dirinya," kata dr. Santi yang berperan sebagai advisor untuk organisasi kesehatan mental Sehat Mental Indonesia.

Disebabkan oleh berbagai macam faktor, dr. Santi mengatakan bahwa kesurupan atau trance bisa dibagi menjadi dua jenis:

  • Possession trance disorder: Pasien merasakan perasaan seperti “sesuatu yang merasuk ke dalam tubuh” sehingga ia berubah jadi orang lain.
  • Dissociative trance disorder: Pasien berubah menjadi orang lain tanpa ada rasa kesurupan.

Cukup sering terjadi, possession trance disorder umumnya ditandai dengan perubahan drastis. Perubahan-perubahan tersebut seperti perubahan suara, berbicara dengan bahasa lain, atau melakukan hal-hal yang tidak lazim dilakukan oleh individu.

Ada beberapa faktor mengapa trance bisa terjadi. Menurut dr. Santi, faktor-faktor tersebut adalah:

  • Kondisi fisik.
  • Gangguan mood.
  • Gangguan psikis (halusinasi atau kecemasan atau anxiety).

Saat berada di salah satu atau seluruh kondisi tersebut dan badan merasa tegang dan waspada, pribadi pun jadi lebih sensitif atau hipersensitif terhadap rangsangan dari luar. Ditambah mendengar cerita menyeramkan atau berada di kondisi yang memicu trance, maka kesurupan lebih mudah terjadi.

“Contoh, saat berjalan di tempat gelap dan baru saja mendengar cerita menyeramkan di daerah tersebut. Tegang karena mendengar cerita itu, berada di kondisi tersebut, dan semua bergejolak, terjadilah trance,” kata dr. Santi.

2. Hal-hal aneh yang terjadi saat kesurupan dalam kacamata medis

Fakta Fenomena Kesurupan secara Medis, Mencengangkan!ilustrasi kesurupan (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam kondisi trance, seseorang bisa mengalami amnesia sesaat dan lupa apa yang terjadi atau dilakukan saat trance

"Makanya, sering kali, pasien menunjukkan luka-luka di tubuhnya saat kesurupan. Padahal, tidak mungkin ia menyakiti diri sendiri tanpa merasakan sakit. Dalam kondisi trance, itu sangat mungkin terjadi," papar dr. Santi.

Pasien trance juga mengalami gangguan berbagai persepsi, dan salah satunya adalah persepsi rasa sakit. Oleh karena itu, dr. Santi mengatakan bahwa saat pasien menyayat tubuhnya, atau memakan benda-benda tajam yang harusnya menyebabkan rasa sakit dahsyat, mereka tak merasakannya.

Perubahan yang terjadi saat kesurupan biasanya mengikuti paparan budaya di mana pasien menetap. Dokter Santi memberikan contoh bahwa jika berada di beberapa daerah tertentu, pasien bisa bertingkah seperti makhluk setempat. Selain itu, mereka bisa berbicara dengan bahasa asing seperti Inggris, Arab, atau Mandarin, dan dialek setempat.

Tanpa sadar, pasien memiliki memori dari paparan budaya atau bahasa tersebut. Dokter Santi menjelaskan bahwa otak dapat secara sadar atau tidak sadar mempelajarinya.

"Saat kita mendengar percakapan dalam bahasa asing atau dialek setempat, secara tidak sadar otak menyimpan hal tersebut. Saat mengalami trance, terjadi ketidaksinkronan penyusunan informasi sehingga hal-hal yang tersimpan di dan tak mampu dikeluarkan dari otak tersebut keluar," dr. Santi menjelaskan.

Saat trance, terjadi perubahan gelombang otak. Biasa digunakan sehari-hari, gelombang otak alfa dan beta memang membuat kita menahan diri. Namun, saat trance, gelombang otak berpindah ke teta. Alhasil, kita tak menahan diri lagi.

“Inilah kenapa bisa lancar berbicara dalam bahasa lain atau melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan karena berisiko. Saat boundaries itu hilang, pribadi jadi lebih berani dan berubah. Itulah kenapa dikira ada sesuatu yang merasukinya, padahal sebenarnya perubahan tersebut saat jelas,” papar dr. Santi.

Tidak hanya saat kerasukan, sebenarnya perubahan posisi gelombang otak ini juga bisa terjadi saat hipnotis. Saat gelombang otak dipaksa berubah ke teta, semua hambatan dalam diri pun terbuka.

3. Kesurupan massal dan fenomena mirroring

Sering mendengar kesurupan massal di tempat-tempat seperti sekolah atau setelah penebangan pohon tua padahal kesurupan tidak bisa menular? Fenomena ini dapat disebut mirroring. Saat kita melihat sesuatu, otak kita menangkap hal tersebut dan membuat kita seolah-olah berada di kondisi tersebut juga.

“Contohnya, saat melihat orang lain menguap, kita ikut menguap,” imbuh dr. Santi.

Karena kesurupan bukanlah penyakit yang bisa menular, memang kesurupan massal tidak masuk akal. Namun, karena kita terbawa kondisi yang sifatnya menekan kita melakukan hal yang sama, ini dapat memicu kesurupan massal.

“Jadi, saat kita sedang ketakutan lalu ada orang kesurupan dan tubuh kita masuk ke fase tension, maka otak pun membuat kita merasakan hal serupa. Fenomena mirroring ini yang menjadi penjelasan mengapa kesurupan massal bisa terjadi."

4. Dampak trance pada tubuh jika terlalu sering

Fakta Fenomena Kesurupan secara Medis, Mencengangkan!ilustrasi kesurupan dan rasa sakit (pixabay.com/yogendras31)

Saat mengalami trance, zat kimia dan/atau gelombang otak sedang tidak stabil. Perlu diketahui, saat trance, otak memproduksi dopamin berlebihan. Dan, ketidakstabilan ini tidak bisa kembali semula begitu saja. Setelah naik, zat kimia otak tidak menjadi stabil dalam sekejap mata.

“Sama seperti jika mengalami kenaikan gula darah. Jika gula darah tinggi, kembalinya tingkat gula darah juga tidak bisa cepat. Nah, sama seperti zat pada otak,” kata dr. Santi.

Jika sekali trance pengembalian kondisi otak bisa memakan waktu kurang lebih 1–2 minggu, dr. Santi memperingatkan bahwa kondisi otak bisa terus terpukul jika kesurupan terjadi berkali-kali. Makin lama pengembalian kondisi otak ke kondisi normal, maka makin banyak perilaku otak yang terganggu.

“Itulah kenapa akhirnya bisa menjadi gangguan mental yang sebenarnya, seperti halusinasi, waham, merasa seperti benar-benar dirasuki, atau bahkan mendengar bisikan untuk menyakiti diri sendiri karena merasa dikendalikan sesuatu yang bukan dirinya sendiri,” lanjut dr. Santi.

Saat mendengar suara yang tidak berwujud, terjadi dengan ketidakseimbangan dopamin di otak bagian samping. Di sisi lain, jika melihat sesuatu (hantu atau hal-hal mengerikan yang seolah-olah akan merasuk) yang tak dilihat orang lain, terjadi ketidakseimbangan dopamin di bagian oksipital, bagian belakang otak yang mengendalikan penglihatan.

Halusinasi visual yang dilihat ternyata juga berdasarkan memori. Pada dasarnya, dr. Santi mengatakan bahwa otak manusia tidak didesain untuk menampilkan hal-hal abstrak. Halusinasi tersebut disesuaikan dengan persepsi kita saat itu. Sebagai contoh, pohon pisang yang umumnya dikaitkan dengan pocong.

“Kenapa pocong ada di pohon pisang? Karena memang rupa pohon pisang yang menyerupai tubuh manusia. Atau, kenapa genderuwo yang besar atau kuntilanak yang berambut panjang erat dengan rupa pohon beringin? Karena rupanya memang mirip,” kata dr. Santi

Otak manusia berusaha menghubungkan persepsi dengan referensi yang kita ingat. Oleh karena itu, pemahaman dan manifestasi halusinasi saat mengalami trance di berbagai negara pun berbeda-beda sesuai dengan referensi yang beredar di kawasan tersebut.

Baca Juga: Kesurupan: Ini Penjelasan Ilmiah dan Bagaimana Tanda-tanda Sebenarnya

5. Kesurupan masih menjadi stigma masyarakat

Disebut sebagai "kerasukan setan", dr. Santi menyayangkan bahwa kesurupan masih menjadi stigma di masyarakat. Selain itu, kesurupan juga menciptakan ketakutan tersendiri di masyarakat. Oleh karena itu, sering kali, pasien trance dikucilkan masyarakat karena:

  • Dianggap aneh atau berbeda.
  • Takut “tertular” kerasukan.

Satu hal yang perlu ditekankan adalah kesurupan bisa sembuh 100 persen! Selain itu, anggapan terhadap kesurupan harus berubah, yaitu kondisi medis atau mental yang sebenarnya bisa ditangani dan memang butuh pertolongan medis secepatnya. 

"Jika trance dibiarkan, maka kerusakan pada otak bisa makin parah. Oleh karena itu, makin cepat bantuan diberikan, makin besar harapan untuk pulih," dr. Santi menekankan.

6. Intervensi medis untuk kesurupan

Fakta Fenomena Kesurupan secara Medis, Mencengangkan!ilustrasi pasien dilarikan ke rumah sakit (pexels.com/RDNE Stock project)

Trance butuh pertolongan medis. Bukan hanya berbicara mengenai saat trance terjadi, melainkan harus diketahui juga latar belakang dari trance tersebut: apakah ada kondisi medis atau psikis yang perlu dievaluasi?

Kata dr. Santi, salah satu pengobatan yang umum adalah memberikan dopamine blocker untuk mengontrol produksi dopamin otak. Itulah mengapa, saat seseorang mengalami trance dan dilarikan ke rumah sakit, tindakan pertamanya adalah disuntik.

“Bukan suntikan penenang, melainkan dengan dopamine blocker agar dopamin dalam otak bisa diblok,” dr. Santi menjelaskan sembari bergurau.

Beruntungnya, sebagian besar ahli medis tahu bahwa trance adalah bagian dari kondisi medis. Oleh karena itu, saat kesurupan, yang paling penting dilakukan adalah memastikan bahwa saluran pernapasannya lancar.

Perlu diketahui, saat trance, pasien tidak mampu mengendalikan diri dan tubuhnya dan dikhawatirkan terjadi hambatan saluran pernapasan. Jika pasien kesulitan bernapas, posisikan tubuhnya agar saluran napasnya bebas lepas.

“Leher harus dipanjangkan, lalu miringkan kepalanya supaya lidahnya tidak tergigit atau jatuh ke tenggorokan dan menutup jalan napas,” kata dr. Santi.

Jika kondisi pernapasan sudah memadai, mulailah memanggil nama pasien dan tanyakan apakah ia sadar akan sekelilingnya. Ini bertujuan untuk mengembalikan orientasi pikirannya. Jika otot masih mengencang, maka bisa diberikan relaksan otot.

“Jangan tanyakan ‘Siapa yang merasuki?’ pada orang trance. Tanyakan ‘Siapa namanya?' atau 'Di mana kamu sekarang?’, dan lakukan pemijatan di area tertentu agar persepsinya terpecah,” ujar dr. Santi.

7. Pemulihan pasca trance yang amat penting

Tidak hanya saat trance, pemulihan pasca kesurupan juga penting. Ada beberapa kondisi pasien yang harus "dibersihkan". Perlu dilihat apakah zat kimia pada otak sudah seimbang atau gelombang otaknya sudah kembali seperti semula. Hal ini demi mencegah kambuhnya kesurupan di kemudian hari.

“Kenapa trance bisa berulang? Mungkin dia tidak kembali ke dalam posisi semula sebelum trance, yaitu saat gelombang dan zat kimia pada otaknya masih dalam keadaan bagus,” kata dr. Santi.

Selain itu, ada beberapa kasus pasca trance yang berlanjut menjadi halusinasi atau delusi atau waham. Ini karena produksi dopamin masih tidak seimbang sehingga pasien mengalami halusinasi visual dan audio.

“Sering kali, orang menduga kalau ‘jin atau setannya belum keluar’. Padahal, ini adalah gejala sisa [post-trance] karena zat atau gelombang otak tidak kembali ke semula,” tambahnya.

8. Bagaimana jika sering kesurupan?

Fakta Fenomena Kesurupan secara Medis, Mencengangkan!ilustrasi kesurupan (unsplash.com/Braxton Apana)

Lalu, bagaimana jika seseorang sering mengalami kesurupan? Dokter Santi mengatakan bahwa perlu dipahami pemicunya. Pasalnya, trance tidak terjadi mendadak; individu pasti mengalami gejala-gejala atau rasa tidak nyaman, ketakutan, dan anxiety.

Jika gejala trance terlihat, ubah posisi (dari berdiri ke duduk, atau dari duduk ke rebah). Cobalah untuk menarik napas dalam-dalam lewat hidung, tahan sebentar, lalu embuskan. Hal ini bertujuan agar otak dapat berpikir secara rasional.

Agar berpikir rasional, otak butuh glukosa dan oksigen. Dengan menarik napas dalam, otak menerima pasokan oksigen agar bisa rasional. Oleh karena itu, tidak jarang pasien trance diberikan pasokan oksigen agar otak bisa mendapatkan pasokan oksigen dan nutrisi yang benar.

“Saat sedang trance, maka otak tidak sedang rasional. Dengan memberikan suplai oksigen dan otak mendapatkan nutrisi, otak bisa kembali ke fungsinya semula,” ujar dr. Santi.

Dokter Santi menekankan agar pasien trance tidak ditangani sendiri dan dibawa ke tenaga profesional, terutama psikiater, agar pasien bisa mendapatkan pemeriksaan yang benar. Dalam beberapa kasus, gejala epilepsi dan kerusakan otak dapat menyerupai kesurupan. Jangan sampai kondisi pasien memburuk karena disalahartikan sebagai kesurupan.

Baca Juga: 7 Kasus Supranatural Terkenal dari Ed dan Lorraine Warren

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto
  • Bayu Nur Seto

Berita Terkini Lainnya