Studi: Pasien COVID-19 Lebih Berisiko Kena Gangguan Mental

Kondisi psikis terancam ikut terguncang akibat COVID-19

Sejak diumumkan pada akhir 2019 lalu, dunia masih mencoba memahami dan berupaya untuk menanggulangi COVID-19. Diakibatkan oleh infeksi SARS-CoV-2, COVID-19 dikatakan menyerang saluran pernapasan hingga dapat menyebabkan kematian.

Namun, seiring masuknya informasi baru, COVID-19 ternyata tidak hanya menyerang pernapasan saja. Selain fisik, ternyata dampak COVID-19 juga bisa memengaruhi kondisi psikis dan kognitif para pasien dan penyintasnya.

1. Studi membandingkan ratusan ribu pasien COVID-19 dengan jutaan orang yang tidak pernah terkena COVID-19

Di tengah pandemik COVID-19, kesehatan mental jadi sorotan utama. Apakah para pasien dan penyintas COVID-19 mengalami gangguan psikis parah? Dimuat dalam jurnal The BMJ pada 16 Februari 2022 silam, para peneliti dari St. Louis, Amerika Serikat (AS), ingin memahami keadaan psikis para penyintas COVID-19 gejala parah.

Penelitian kelompok bertajuk "Risks of mental health outcomes in people with covid-19" ini merekrut 153.848 penyintas COVID-19 gejala parah berusia rata-rata 63 tahun, pada periode Maret 2020–Januari 2021. Para penyintas ini lalu dibandingkan dengan:

  • 5.637.840 partisipan yang tidak memiliki riwayat COVID-19.
  • 5.859.251 partisipan dari masa sebelum pandemik COVID-19 (data didapat pada 2018).
  • 72.207 pasien influenza dari 2017–2020.

2. Hasil: COVID-19 berdampak signifikan pada keadaan mental

Para peneliti menemukan bahwa secara keseluruhan, pasien dan penyintas COVID-19 memiliki risiko 60 persen lebih tinggi mengalami gangguan atau pengobatan mental setelah sembuh. Angka 60 persen tersebut berarti 64 kasus gangguan mental baru per 1.000 orang.

Dibanding pasien flu, COVID-19 meningkatkan risiko gangguan mental. Secara detail, para peneliti lalu menjabarkan beberapa gangguan psikis umum yang bakal dihadapi oleh pasien dan penyintas COVID-19. Gangguan-gangguan tersebut adalah:

  • Kecemasan atau anxiety: sebanyak 35 persen, 11 kasus baru per 1.000 orang.
  • Depresi: sebanyak 39 persen, 15 kasus baru per 1.000 orang.
  • Stres dan gangguan penyesuaian atau adjustment disorder: sebanyak 38 persen, 13 kasus baru per 1.000 orang.

Kemudian, para peneliti melihat bahwa para penyintas COVID-19 mengalami gangguan tidur hingga 41 persen, 24 kasus baru per 1.000 orang. Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa infeksi SARS-CoV-2 meningkatkan risiko penurunan kognitif dini hingga 80 persen, atau 11 kasus baru per 1.000 orang.

Baca Juga: Efek Nocebo, Sugesti Efek Samping Vaksin COVID-19

Studi: Pasien COVID-19 Lebih Berisiko Kena Gangguan Mentalilustrasi antidepresan (arlingtoncemetery.org)

3. Ancaman pengobatan psikis dan penyalahgunaan zat

Selain gangguan psikis, para peneliti menemukan bahwa risiko penyalahgunaan zat pada pasien dan penyintas COVID-19 20 persen lebih tinggi. Angka ini berarti 4 kasus baru per 1.000 orang.

Ini karena adanya peningkatan pemberian resep opioid (untuk meredakan nyeri). Para peneliti menemukan peningkatan pemberian resep opioid hingga 76 persen atau 36 kasus baru per 1.000 orang. Akibatnya, risiko penyalahgunaan opioid naik 34 persen atau 1 kasus baru per 1.000 orang.

Selain opioid, makin banyak orang (terutama penyintas COVID-19) yang butuh pengobatan kondisi mental. Hal ini terlihat dari peningkatan penggunaan antidepresan dan benzodiazepine hingga masing-masing 55 persen (22 kasus baru per 1.000 orang) dan 65 persen (11 kasus per 1.000 orang).

4. Mengonfirmasi penelitian sebelumnya

Menurut sebuah studi yang dimuat dalam jurnal The Lancet pada November 2021, pada tahun 2020 tercatat 53,2 juta kasus depresi dan 76,2 juta kasus kecemasan baru akibat COVID-19. Meski begitu, tetapi penelitian ini hanya menghitung kasus gangguan mental, terlepas dari apakah mereka pernah terkena COVID-19 atau tidak. 

Sebelum itu, sebuah penelitian di Inggris yang dimuat dalam jurnal The Lancet pada Mei 2021 meneliti lebih dari 236.000 pasien COVID-19. Ternyata, sepertiga dari para pasien menderita gangguan saraf dan mental. Parahnya, para pasien COVID-19 berisiko 46 persen lebih mungkin menderita gangguan mental dibanding pasien flu.

5. Tetap jaga kesehatan mental di tengah pandemik COVID-19

Studi: Pasien COVID-19 Lebih Berisiko Kena Gangguan Mentalilustrasi menyendiri dalam sepi (unsplash.com/Anthony Tran)

Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan. Pertama, partisipan yang terlibat mayoritas adalah orang berkulit putih dan berusia lanjut. Kemungkinan besar, hasil bisa berbeda pada populasi lain.

Kemudian, para peneliti memperingatkan bahwa penelitian ini hanya memperhatikan para penyintas COVID-19 yang bergejala parah. Hasil dapat berbeda pada pasien COVID-19 yang bergejala ringan, sedang, hingga tak bergejala. Selain itu, para peneliti juga melewatkan keparahan gangguan mental yang dialami para penyintas COVID-19.

Terlepas dari kekurangan tersebut, penelitian ini menyerukan anjuran untuk menjaga kesehatan mental untuk para pasien dan penyintas COVID-19. Untuk para penyintas COVID-19, ketahuilah kalau kamu tidak sendirian. Jika kondisi mental terasa tak tertahankan, temuilah tenaga kesehatan mental profesional.

Baca Juga: Studi: Divaksinasi COVID-19 Dongkrak Kesehatan Mental

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya