Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Program vaksinasi COVID-19 sudah berjalan. Namun, ini masih diiringi berbagai kabar atau informasi tidak benar alias hoaks. Salah satu kabar yang cukup banyak beredar adalah vaksinasi COVID-19 disebut-sebut bisa menyebabkan kemandulan.
Adanya kabar tersebut bisa membuat masyarakat jadi ragu untuk mendapatkan vaksinasi. Kalau seperti itu, bisa-bisa herd immunity atau kekebalan populasi bisa lama tercapai. Yuk, kenali kebenaran kabar yang mengatakan bahwa vaksinasi COVID-19 bisa bikin mandul di bawah ini.
1. Berita vaksin menyebabkan kemandulan diperkirakan berhubungan dengan duri-duri protein
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, COVID-19 adalah penyakit akibat virus corona SARS-CoV-2. "Corona" dalam bahasa Inggris adalah "crown" yang artinya mahkota. Sebutan tersebut diambil dari struktur dinding virus yang memiliki duri atau spike yang mengelilingi sel, sehingga berbentuk mirip mahkota.
Dalam memproduksi vaksin, duri-duri yang merupakan protein asam amino tersebut dimanfaatkan untuk membentuk kekebalan tubuh, sehingga mampu menahan laju masuknya SARS-CoV-2 dan menginfeksi tubuh.
Tampaknya hal tersebut disalahartikan segelintir orang. Melansir The Conversation, berita hoaks seputar vaksinasi COVID-19 yang bisa bikin mandul ini datang dari informasi terkait duri tersebut.
Disebutkan bahwa duri protein yang digunakan berkaitan erat dengan protein yang ada di plasenta, yaitu syncytin-1. Ini memunculkan teori tidak ilmiah jika antibodi yang seharusnya menyerang protein duri itu juga akan menyerang protein syncytin-1 dan menghentikan peran penting plasenta.
Baca Juga: Bikin Resah, Ini 5 Mitos Seputar Vaksin yang Perlu Diluruskan Faktanya
2. Hoaks ini muncul akibat protein plasenta dan protein SARS-CoV-2 yang tidak jauh berbeda
Berita tentang vaksinasi COVID-19 yang katanya bisa menyebabkan kemandulan itu tentu ditepis. Protein vaksin berbeda dengan protein yang ada di plasenta. SARS-CoV-2 terbentuk dari sejumlah protein asam amino yang berjumlah kurang lebih 10 ribu jenis. Dari jumlah keseluruhan tersebut, sekitar 1.300 jenis asam amino ditemukan di durinya.
Sedikit berbeda dengan protein syncytin-1. Protein di plasenta ini terbentuk oleh sekitar 540 asam amino. Dari sini, lewat pengamatan lebih mendalam, diperkirakan asam amino pembentuk dua hal tersebut hanya berbeda sekitar 20 jenis saja, yang mana itu tergolong sedikit. Tidak mengagetkan jika beberapa orang termakan berita tidak benar tersebut.
3. Ada proses lebih lanjut untuk vaksin bisa "salah sasaran"
Pada kenyataannya, untuk vaksin bisa menyerang plasenta, dibutuhkan proses lebih lanjut. Melansir The Conversation, dikatakan bahwa harus ada kemiripan lebih lanjut pada kedua asam amino tersebut, yang mana itu sebetulnya tidak ada.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Selain itu, mereka juga harus melalui proses yang serupa, yang mana prosesnya juga tidak mungkin terjadi. Pada akhirnya, kandungan asam aminonya memang serupa, akan tetapi proteinnya berbeda.
4. Ada penelitian yang mengatakan bahwa COVID-19 bisa merusak sperma, tetapi itu harus diteliti lebih lanjut
Ilustrasi Penyuntikan Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat) Kuatnya berita tidak benar ini bisa jadi didukung pula dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa COVID-19 bisa memengaruhi reproduksi pria.
Datang dari uji coba di Iran dan dipublikasikan pada 29 Januari lalu di jurnal Reproduction, hasil studi menunjukkan kondisi parahnya pasien COVID-19 yang merambat ke alat kelamin. Beberapa efeknya adalah kuantitas produksi sperma yang menurun hingga titik nol.
Namun, di sisi lain diakui pula kalau dampak negatif ini menurun seiring berjalannya waktu. Dengan kata lain, kondisi kesuburan akan kembali normal apabila kondisi pasien pulih.
Para pakar kesehatan pun mengatakan bahwa hal tersebut perlu dipelajari lebih lanjut untuk benar-benar mengetahui efek negatif tersebut memang berlaku dalam segala situasi atau tidak.
Baca Juga: 5 Mitos seputar Penyuntikan Vaksin Sinovac, Tidak Harus Tegak Lurus