TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Fakta Psikologis Kecenderungan Bunuh Diri saat Pandemik

Isolasi cuma satu pemicunya, yuk peka dengan tanda-tandanya

24.hu

Dalam kondisi pandemik dan pengisolasian ini, ada kekhawatiran yang melanda akan meningkatnya masalah gangguan mental. Jurnal kesehatan berjudul “The impact of the COVID-19 pandemic on suicide rates” menyebutkan COVID-19 menimbulkan kecemasan, stres, depresi hingga insomnia bagi beberapa orang, khususnya bagi petugas kesehatan profesional. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah kondisi pandemik ini dapat memicu seseorang untuk bunuh diri?

Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, IDN Times mengontak salah seorang psikolog untuk memberikan penjelasan kondisi sekilas terkait permasalahan bunuh diri di Indonesia selama pandemik kemarin. Toetiek Septriasih, M. Psi. adalah yang menjadi narasumber dalam topik kali ini. Berikut informasi yang didapatkan selengkapnya.

1. Pandemik ini memunculkan yang namanya cabin fever syndrome

sbs.com.au

Salah satu hal yang bisa kamu tengarai membuat stres selama masa pandemik adalah situasi isolasi. Mengurung diri di rumah menempatkan kita berada dalam situasi sendirian di ruang tertutup selama waktu yang lama. Hal itu menyebabkan kamu banyak berpikir dan malah menjadi overthinking.

Dinamakan cabin fever syndrome, Very Well Mind menjelaskan ini adalah istilah populer untuk terisolasi dalam waktu yang lama. Toetiek mengibaratkan kondisi ini seperti posisi kamu menaiki pesawat yang berhari-hari dan kebingungan karena kondisi tersebut.

Kamu merasa seakan-akan kebebasanmu terenggut dan tekanan yang kamu rasakan terus bertumpuk. Itu dikarenakan hakikat kita adalah makhluk sosial dan salah satu kebutuhan utama kita adalah bersosialisasi,” terang psikolog tersebut.

2. Pada dasarnya depresi kala pandemik muncul dikarenakan kebutuhan kita yang tak terpenuhi

verywellmind.com

Toetiek menyebut tentang sekilas sejarah depresi. Pada dasarnya seseorang bisa mengalami depresi jika ada kebutuhannya yang tidak terpenuhi yang mana itu tercipta ketika ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Permasalahan yang tak terselesaikan dan terus menumpuk inilah yang menimbulkan depresi yang bisa berujung kepada keinginan bunuh diri.

Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut diambil dan tidak terpenuhi, di situlah gejala-gejala gangguan mental mulai muncul,” kata Toetiek menambahkan.

3. Ada lima kebutuhan manusia yang harus dipenuhi

timesnownews.com

Abraham Maslow memiliki teori tentang kebutuhan manusia. Kebutuhan ini tampak seperti piramida yang makin ke atas makin mengerucut dan tidak berbentuk atau abstrak. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah fisiologikal, keamanan, cinta dan rasa memiliki, menghargai dan dihargai, serta aktualisasi diri.

Semua kebutuhan ini saling tersambung satu lain. Sebagai contoh ketika kebutuhan fisiologismu tidak terpenuhi, maka kamu akan merasa tidak aman dengan kondisi sekitarmu dan berlanjut mempengaruhi ketiga kebutuhan lainnya.

Di pandemik ini, isolasi memberikanmu batasan fisiologis serta pada rasa aman. Tidak mengagetkan ada rasa depresi yang kamu rasakan.

Baca Juga: Masuk Ranah Kesehatan Mental, Kenali Gangguan Stres Akut, Yuk!  

4. Pandemik dan isolasi memang bisa memicu bunuh diri, namun bukan berarti itu menjadi sumber utama

weloversize.com

Dalam obrolan singkat itu, Toetiek menyebutkan memang ada peningkatan laporan kasus orang depresi di tiga bulan pandemik kemarin walau tidak dirasakan langsung olehnya, tetapi dari laporan rekan sejawatnya.

Banyak dari psikolog lain yang merupakan kawan Toetiek mengatakan kliennya mulai gelisah dan bingung semenjak lockdown mulai diberlakukan. Namun bukan berarti kasus bunuh diri yang terjadi semata-mata akibat masalah pandemik tersebut.

Sejauh ini saya belum membaca adanya penelitian yang berhasil membahas keterkaitan pandemik dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Memang bisa jadi pandemik menjadi sumber utama, tapi bisa juga hanya sebagai pemicu saja,” terang Toetiek.

5. Masalah bunuh diri merupakan permasalahan yang kompleks

forbes.com

Lebih lanjut lagi, Toetiek menyebutkan bahwa kasus bunuh diri tidak terjadi karena masalah satu hal saja, melainkan banyak isu.

"Kalau mau ditelusuri lebih lanjut, pastinya akan ada permasalahan-permasalahan lain yang menyebabkan seseorang bunuh diri.” Itu bisa meliputi kekerasan fisik yang dilakukan orang tua, bullying, dan lain hal. “Permasalahan itu sudah ada sebelum pandemik ini, namun meledak ketika isolasi mulai diberlakukan.”

6. Ada hal yang bisa diamati dari mereka yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri

europeansting.com

Kecenderungan bunuh diri seseorang sebenarnya bisa diamati oleh orang awam. Hanya saja itu agak susah mengingat manusia sering menoleransi hal itu. Sebagai contoh mereka yang cenderung melakukan atau berpikiran bunuh diri akan punya kebiasaan yang berbeda.

Dia bisa saja tiba-tiba mengontak teman-temannya di tengah malam untuk mengajak mengobrol atau curhat yang biasanya tidak pernah melakukan hal tersebut. Kalau misalnya dia suka menggambar, bisa saja tiba-tiba dia menggambar lebih banyak dan lebih frekuen,” ujar Toetiek memberi contoh.

7. Permasalahan yang utama adalah orang-orang sering tidak sadar akan perubahan-perubahan kebiasaan tersebut

empoweredparents.co

Perubahan kebiasaan tersebut adalah indikasi utama. Namun cukup sulit untuk menyadari hal tersebut mengingat kita jarang diinfokan mengenai kesehatan mental ketimbang kesehatan fisik.

Di Indonesia dan juga dunia, stigma luka fisik yang lebih tidak baik ketimbang luka hati masih berlaku. Itu membuat orang enggan menuju ke pihak berkompeten dan sering menghiraukan tanda-tanda bunuh diri.”

Toetiek pun menambahkan dunia digital saat ini lebih memudahkan orang merasa depresi.

Semisalnya kalau kasus bullying, dulu permasalahannya hanyalah sang pelaku dan sang korban. Tetapi sekarang di dunia digital, permasalahan itu bisa menyebar ke mana-mana dan malah menekan lebih bagi sang korban,” tambahnya akan masalah mental dan dunia digital saat ini.

8. Sibukkan diri untuk menjaga kesehatan dan tinggikan kesadaran diri

wikirealty.com

Karena depresi dan kecemasan ini muncul akibat overthinking yang terpicu oleh menganggurnya dirimu saat isolasi, Toetiek menyarankan untuk mencari kegiatan demi menjaga kesehatan mental. Kegiatan itu bisa bermain game, menulis, meditasi ataupun lainnya.

Kalaupun sukamu adalah hang-out, maka bertatap mukalah melalui layar atau aplikasi pesan kepada teman-temanmu. Hindari pula berita-berita yang menurutmu memberikan dampak negatif kepadamu walau itu adalah berita positif.”

Yang perlu diwaspadai adalah jika dirimu atau kerabatmu sudah memiliki pemikiran bunuh diri.

Kalau sudah seperti itu, segera hubungi pihak berkompeten. Kerabatmu memang bisa diajak berbicara, tapi mereka tidak tahu apa yang dilakukan kepada pemikiran bunuh dirimu tersebut,” ucapnya mengingatkan.

Pada akhirnya permasalahan bunuh diri ini hanya bisa diatasi oleh dirimu saja dengan sadar diri akan isu gangguan mental. Membaca literasi-literasi yang berhubungan dengan masalah psikologi dan mental adalah jalan terbaik untuk menghindari kasus bunuh diri tersebut.

Jangan pernah meremehkan gejala-gejala bunuh diri, baik gejalanya menurutmu punya skala besar ataupun skala kecil, karena pada dasarnya tiap orang berbeda-beda. Bisa jadi dua hari kemudian orang itu melakukan percobaan bunuh diri,” terang Toetiek sebagai penutup pembicaraan pagi itu.

Baca Juga: Banyak Manfaatnya, Ini 6 Hobi yang Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya