TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Konsumsi Gula Berlebih? Ini Bahayanya untuk Tubuh!

Hampir semua makanan dan minuman mengandung gula

ilustrasi gula balok (pixabay.com/pasja1000)

Dari pinggir jalan hingga ke pusat perbelanjaan, minuman dan penganan manis kekinian menjamur di Indonesia. Berapa pun harganya, pasti siap merogoh kocek demi menjajalnya. Tanpa disadari, kita bisa ketagihan.

Masalahnya, apa pun yang berlebihan pasti tidak baik, terutama yang manis. Menggunakan takaran gula yang tak sedikit, ada efek kesehatan negatif yang mengintai. Apa saja? Inilah topik yang dibahas dalam Health Talk bersama IDN Times pada Kamis (6/10) sore lalu. Duduk manis, dan yuk, simak!

1. Gula di mana-mana

ilustrasi minuman dengan boba (pixabay.com/sam651030)

Bertajuk "Bahaya Konsumsi Gula Berlebih bagi Kesehatan", dokter Spesialis Penyakit Dalam di RSUD dr. Soedono Madiun, dr. Yafanita Izzati Nurina, SpPD., menjelaskan perihal konsumsi gula berlebih bagi kesehatan. Pertama, ia menjelaskan bahwa hampir semua makanan dan minuman mengandung gula.

Menyadari tren makanan dan minuman kekinian, terutama boba, dr. Yafanita menekankan bahwa ada kandungan gula di dalamnya. Dalam minuman boba misalnya, dr. Yafanita memberikan prakiraan 30 gram gula dalam minuman berukuran sedang (reguler). Dalam makanan biasa pun, dari nasi, umbi-umbian, hingga buah-buahan terkandung gula.

“Jarang sekali makanan atau minuman yang tidak mengandung gula,” imbuh dr. Yafanita lewat Instagram Live.

2. Jenis-jenis gula yang umum

Dalam pemaparannya, dr. Yafanita membagi gula menjadi dua jenis utama, yaitu:

  • Monosakarida (glukosa dan fruktosa).
  • Disakarida (sukrosa dan laktosa).

Sementara glukosa disebutnya sebagai "gula murni", dr. Yafanita menyebut fruktosa sebagai "gula jahat". Jika dikonsumsi berlebihan, fruktosa bisa mengacaukan hormon leptin (hormon kenyang) sehingga tubuh terus merasa lapar, padahal sudah banyak yang dikonsumsi. Selain itu, fruktosa bersifat lipogenik atau memproduksi lemak.

“Fruktosa harus dihindari karena bermata dua. Bisa untuk energi, tetapi lebih membuat kita sulit merasa kenyang, sehingga lapar terus," dr. Yafanita menerangkan.

Sukrosa (umumnya ditemukan dalam gula pasir) terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sementara glukosa baik, fruktosa perlu diwaspadai. Jika kandungan fruktosa terlalu tinggi, maka bisa memengaruhi tubuh. Lalu, laktosa yang umum ditemukan dalam susu murni terdiri dari glukosa dan galaktosa.

3. Gula adalah energi tubuh

ilustrasi minuman manis (pexels.com/RODNAE Productions)

Saat dimakan dan dicerna, jika jumlahnya berlebihan, maka gula akan disimpan dalam bentuk glikogen. Hal ini terlihat bila sedang berpuasa, glikogen membuat tubuh tetap berenergi. Lalu, di dalam darah, hormon insulin yang diproduksi pankreas akan mengolah gula dan disebarkan sebagai makanan untuk sel-sel di jaringan tubuh.

Oleh karena itu, gula tidak bisa langsung dianggap buruk. Dokter Yafanita menjelaskan bahwa tubuh perlu gula untuk bahan bakar energi. Akan tetapi, gula tetap perlu dibatasi karena "apa pun yang berlebihan bisa jadi masalah," katanya.

Baca Juga: Kurang Tidur Bikin Remaja Mengonsumsi Lebih Banyak Gula

4. Gula, diabetes, dan obesitas

Gula memang memberikan energi. Akan tetapi, jika gula berlebih, cadangan glukosa pun jadi banyak sehingga kadar gula dalam darah ikut meningkat. Hal ini bisa berdampak bagi tubuh karena bisa memicu inflamasi atau peradangan.

Seperti yang dijelaskan tadi, pankreas bekerja dengan memproduksi hormon insulin. Hormon ini menyebarkan gula dalam darah sebagai asupan untuk sel-sel tubuh. Namun, jika konsumsi gula berlebihan, maka butuh lebih banyak hormon insulin, sehingga pankreas dipaksa bekerja lebih keras.

“Jika beban kerja terlalu berat, pankreas akan lelah ... sehingga produksi insulinnya terganggu. Jika terganggu, maka menyebabkan resistansi insulin,” kata dr. Yafanita.

Resistansi insulin adalah kondisi ketika produksi insulin tetap berjalan, tetapi fungsinya tidak semaksimal dulu. Umumnya, diabetes tipe 2 dipicu oleh gaya hidup tak sehat.

"Jadi, misalkan harusnya 100 persen menyebar ke seluruh jaringan, resistansi insulin membuatnya hanya 20 sampai 50 persen," imbuhnya.

Selain diabetes tipe 2, kelebihan gula juga bisa menyebabkan diabetes tipe 1. Beda dengan tipe 2, diabetes tipe 1 disebabkan karena pankreas tidak memproduksi insulin dan biasanya disebabkan oleh faktor genetik, infeksi virus, hingga kondisi autoimun.

ilustrasi cek gula darah untuk diabetes (pexels.com/PhotoMIX Company)

Selain diabetes, bukan rahasia kalau konsumsi gula berlebih bisa membuat berat badan naik hingga sampai di kondisi obesitas. Oleh karena itu, dr. Yafanita menekankan bahwa obesitas dan diabetes pasti berkaitan. Mengapa begitu?

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fruktosa dalam gula bersifat lipogenesis atau memproduksi lemak. Jika dikonsumsi berlebihan, maka produksi lemak ikut berlebih sehingga memicu obesitas. Hal ini juga diperparah jika seseorang juga mengonsumsi lemak berlebih.

"Makanan yang tinggi kalori pasti tinggi gula atau lemak. Ini semacam lingkaran setan. Karbohidrat pun diproses menjadi gula."

5. Gula dan kardiovaskular

Selain di pankreas dan berat badan, gula juga berdampak terhadap kesehatan kardiovaskular. Fruktosa berlebihan bisa mengacaukan pembuluh darah dan merusak sel jantung. Diabetes juga menyebabkan kelainan di sistem kardiovaskular dengan merusak sel endotel jantung.

Bak lingkaran setan, pasien obesitas biasanya mengalami inflamasi dan berdampak ke fungsi kardiovaskular. Lalu, konsumsi gula berlebih tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah. Akan tetapi, jika sudah obesitas atau diabetes, maka kerusakan kardiovaskular juga akan makin parah.

“Itu pentingnya kenapa pasien diabetes atau obesitas perlu konsultasi ke gizi dan bagaimana olahraga atau aktivitas yang benar,” ujar dr. Yafanita.

Mengacu ke pedoman umum, ia menyarankan olahraga sebagai bagian gaya hidup sehat, yaitu 150 menit per minggu. Ini bisa dibagi ke 30 menit per hari atau 10 menit pada pagi, siang, dan malam. Sementara anjuran tergantung di faktor individu, olahraga bisa membantu keampuhan hormon insulin memproses gula.

“Tidak harus lari. Bisa berenang, atau jalan kaki biasa saja sudah membantu sekali cara kerja insulin," dr. Yafanita menyarankan.

6. Gula dan kulit

Tidak jarang kita mendengar keluhan kalau konsumsi gula bisa menimbulkan jerawat. Gula memang tidak secara langsung menyebabkan jerawat. 

Gula berlebih bisa memicu inflamasi dan penumpukan radikal bebas dalam tubuh. Inilah yang bisa memicu jerawat. Selain itu, asupan gula berlebih bisa menyebabkan sekresi hormon androgen, faktor yang secara tidak langsung bisa memicu masalah kulit.

"Gula juga bisa menyebabkan penuaan dini, dari penumpukan radikal bebas. Orang-orang yang obesitas umumnya memiliki raut wajah berbeda," ucap dr. Yafanita.

7. Memahami indeks glikemik

Dokter Yafanita menyarankan untuk melihat indeks glikemik, satuan untuk mengetahui berapa lama karbohidrat bisa diproses menjadi gula dalam tubuh. Selain memilih indeks glikemik di bawah 55, ia juga menyarankan untuk memilih metode pemasakan kukus karena menghasilkan indeks glikemik lebih rendah dibanding menggoreng.

Bukan rahasia kalau buah juga memiliki kandungan gula. Makin matang buah, maka indeks glikemik juga makin tinggi. Selain itu, jika dijus (meski tak ditambahkan gula), indeks glikemik buah jadi lebih tinggi. Oleh karena itu, lebih baik konsumsi buah padat (kecuali jika sedang dalam kondisi sakit).

"Yang paling bagus untuk diabetes adalah pir, yaitu sekitar 9 gram, atau apel sekitar 10-12 gram. Nanas porsi 100 gram [mengandung] sekitar 10 gram gula. Yang paling tinggi adalah semangka ... Pilih pisang atau mangga yang tidak terlalu matang," papar dr. Yafanita.

Kemudian, ia juga menyarankan karbohidrat kompleks yang rendah kadar gula. Bukan nasi putih, ia menyarankan nasi merah yang memang digadang-gadang lebih bermanfaat bagi pasien diabetes. Selain nasi merah, umbi-umbian, gandum utuh, wortel, hingga beras basmati juga mengandung karbohidrat kompleks.

Ilustrasi makanan manis (pexels.com/AndresAyrton)

Menanggapi pertanyaan salah satu penonton, dr. Yafanita mengiyakan bahwa perempuan perlu menjaga konsumsi gula. Ini karena massa tubuh perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Selain itu, karena estrogen membuat tubuh mudah memproduksi lemak, konsumsi fruktosa berlebih bisa berbahaya untuk perempuan.

“Makin bertambah usia, makin rendah kebutuhan gula dan kalori," kata dr. Yafanita.

Salah satu komplikasi yang disorot oleh dr. Yafanita adalah sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang termasuk akibat dari konsumsi gula tinggi. Selain obesitas, gula berlebihan membuat ovarium tak berfungsi maksimal. Sebab itulah, dr. Yafanita mengatakan bahwa pasien PCOS harus menurunkan gula, kalori, dan tentu saja, berat badan.

8. Mengurangi gula berawal dari niat

Untuk membatasi gula, hal terpenting adalah niat yang kuat. Baru setelah itu, jagalah konsumsi. Mengingat masyarakat Indonesia lekat dengan nasi, maka jagalah konsumsi minuman.

Dibanding minuman manis, lebih baik konsumsi minuman tawar, terutama air putih. Jika konsumsi gula dan kalori dirasa berlebih, maka seimbangkan dengan olahraga.

Biasakan untuk mengecek label komposisi nutrisi. Faktanya, Kemenkes RI sudah mengatur batasan konsumsi gula dalam Permenkes 13 tahun 2013, batasan maksimal dalam sehari adalah 50 gram.

“Boba atau es teh dan kopi kekinian sudah 27 gram. Itu sudah tinggi. Ditambah nasi," ujar dr. Yafanita.

Baca Juga: 16 Makanan yang Tidak Boleh Disimpan di Kulkas

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya