TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hati-Hati, Konsumsi Fast Food Bisa Merusak Hati

Ada risiko pelemakan hati non alkohol

ilustrasi junk food (IDN Times/Mardya Shakti)

Setelah sibuk seharian, pastinya kita ingin makanan yang hangat dan sudah tersaji. Kalau tubuh lelah dan tidak ingin memasak, tak jarang kita memesan makanan cepat saji atau fast food. Dari ayam goreng, piza, burger, dan sebagainya.

Masalahnya, di tengah pandemi COVID-19, banyak orang yang terlalu "nyaman" mengonsumsi fast food. Padahal, fast food menyimpan berbagai bahaya jika dikonsumsi terlalu sering. Studi terbaru mencatat bahwa fast food berbahaya untuk kesehatan hati atau lever.

Libatkan ribuan partisipan dewasa

Bukan rahasia kalau Amerika Serikat (AS) terkenal dengan konsumsi fast food-nya yang masif. Menurut penelitian Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), pada 2013–2016, sebanyak lebih dari 36 persen orang dewasa di sana mengonsumsi fast food.

Sementara meningkatkan risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular, hubungan fast food dengan perlemakan hati non alkoholik (NAFLD) masih belum ditelusuri lebih dalam. Apakah risiko ini juga berlaku bagi mereka yang memiliki risiko metabolisme, seperti obesitas dan diabetes?

ilustrasi fast food (unsplash.com/Brisbane Local Marketing)

Dimuat dalam jurnal Clinical Gastroenterology and Hepatology pada 10 Januari 2023, para peneliti dari University of Southern California (USC) menggunakan data National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) periode 2017–2018 untuk menakar bahaya fast food untuk NAFLD.

Studi ini melibatkan sekitar 4.000 partisipan dewasa berusia 20 tahun ke atas yang telah menjalani tes ukur steatosis, yang kemudian dibandingkan dengan konsumsi fast food. Penelitian ini mendefinisikan fast food sebagai makanan yang didapatkan secara lantatur.

Baca Juga: 8 Kandungan Berbahaya pada Fast Food, Jangan Kecolongan!

Hasil: konsumsi fast food lebih dari seperlima jatah kalori bisa mengakibatkan steatosis

Asupan makanan dan minuman sehari-hari digadang-gadang sebagai faktor risiko NAFLD. Namun, masih minim bukti hubungan pola makan dengan steatosis, terutama untuk mereka yang berisiko. Menurut para peneliti USC, ini mengakibatkan keterbatasan usaha preventif dan mitigasi untuk mengurangi insiden NAFLD.

"Amat penting untuk mengerti peran konsumsi fast food ... dan dampaknya terhadap kesehatan lever," tulis para peneliti USC yang tergabung dalam penelitian bertajuk "Quantifying the Negative Impact of Fast-food Consumption on Liver Steatosis Among United States Adults with Diabetes and Obesity" ini.

Dari ribuan partisipan tersebut, sebanyak 52 persen mengonsumsi fast food. Dari persentase tersebut, sebanyak 29 persen mengonsumsi fast food 20 persen atau lebih sebagai asupan kalori sehari-hari. Para peneliti mencatat 29 persen partisipan ini mengalami kenaikan lemak dalam hati.

Oleh karena itu, para peneliti mencatat bahwa konsumsi lebih dari 20 persen fast food memang menyebabkan steatosis. Selain berlaku untuk populasi umum, hasil ini ternyata tetap nyata meski sudah disesuaikan dengan pelbagai faktor, dari usia, etnis, hingga aktivitas fisik.

NAFLD bisa berakibat fatal

ilustrasi lever atau hati (everydayhealth.com)

Pemimpin penelitian dan pakar hepatologi dari USC, Ani Kardashian, MD., menjelaskan bahwa untuk tetap sehat, lemak hati harus kurang dari 5 persen. Bahkan, jika terjadi peningkatan sedikit saja, maka bisa berakibat NAFLD.

"Kenaikan lemak hati parah dalam kelompok obesitas atau diabetes amat memprihatinkan. Kemungkinan besar, ini karena kondisi penyerta tersebut meningkatkan risiko penumpukan lemak di lever," tutur Kardashian dalam pernyataan resmi.

Tinggi karbohidrat dan lemak, Kardashian mengatakan bahwa kebanyakan orang berpikir satu porsi fast food sehari tidak berbahaya untuk hati. Akan tetapi, jika porsi tersebut adalah seperlima dari asupan kalori mereka sehari-hari, tanpa sadar mereka sedang membahayakan hati mereka.

Para peneliti menjelaskan bahwa NAFLD yang tidak ditangani bisa mengarah ke sirosis yang mengakibatkan kanker atau gagal hati dan berakibat fatal. Dalam penelitian tersebut, diperkirakan 30 persen populasi AS menderita NAFLD.

Baca Juga: Bukan Sugesti, Hati Gembira Bikin Kuat Lawan Virus dan Umur Panjang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya