TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

WHO Rencana Ganti Nama 'Monkeypox' Menjadi 'MPOX'

Biar mengurangi stigma, katanya

ilustrasi monkeypox atau cacar monyet (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada tahun 2022, cacar monyet atau monkeypox (kembali) mencuat dan menimbulkan kepanikan di seluruh dunia. Berawal dari monyet, penyakit ini kemudian berpindah ke manusia dan menyebabkan ledakan kasus yang signifikan.

Meski begitu, bangkitnya cacar monyet juga menimbulkan stigma tersendiri, terutama karena mayoritas kasus berasal dari komunitas laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyikapinya dengan rencana penggantian nama "monkeypox".

Baca Juga: WHO Beberkan Syarat Persiapan Pandemik di Masa Depan

Desakan dari Amerika Serikat

Ilustrasi markas pusat WHO di Jenewa, Swiss (who.int)

Rencana WHO mengganti nama monkeypox jadi MPOX pertama kali mencuat dalam situs Politico pada Selasa (22/11). Selain mengumumkan darurat kesehatan global, WHO juga berwenang untuk menentukan nama penyakit. Dari pantauan IDN Times per Senin (28/11), belum ada perubahan nama monkeypox dalam situs WHO.

Keputusan WHO tersebut mengikuti persetujuan oleh WHO mengenai nama baru monkeypox. Selain itu, keputusan ini juga hadir akibat desakan dari pemerintahan Amerika Serikat (AS). Politico melaporkan para petinggi AS mendesak WHO dan berkata akan bertindak secara unilateral jika WHO tak segera mengganti nama monkeypox.

Pada Rabu (23/11), WHO mengatakan bahwa saat ini, mereka masih mempertimbangkan nama MPOX sebagai nama baru. WHO juga memaparkan bahwa langkah ini diambil setelah berbagai individu dan negara menceritakan keresahan mereka akibat nama monkeypox dan meminta WHO untuk bertindak.

Monkeypox berarti stigma dan diskriminasi

Pertama kali ditemukan pada 1958, penyakit ini disebut monkeypox karena memang berawal dari monyet di Jerman. Penyakit yang disebabkan oleh monkeypox virus (MPXV) ini kemudian menyebar ke manusia pertama kali pada 1970 di Kongo.

Mencuat pada 2022, penyakit ini konon beredar di komunitas laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Meski begitu, pemerintah AS khawatir bahwa nama monkeypox menekankan stigma (terutama terhadap kalangan etnis kulit hitam). Selain itu, stigma ini juga bisa menghambat laju vaksinasi cacar monyet.

Dalam sebuah studi gabungan mengenai stigma cacar monyet yang dimuat dalam jurnal Frontiers in Public Health pada September 2022, stigma berarti "pengucilan sosial" karena kondisi cacar monyet. Para peneliti memperingatkan kalau stigma tersebut bisa berdampak buruk, terutama di negara-negara berpenghasilan menengah ke rendah.

"Stigma adalah perilaku negatif terhadap kondisi mental, fisik, atau sosial sekelompok orang ... Ini berarti mereka dirundung label, stereotipe, diskriminasi, dikucilkan, dan kehilangan status sosial karena dihubungkan dengan penyakit," tulis penelitian bertajuk "Stigma during monkeypox outbreak".

ilustrasi virus cacar monyet atau monkeypox virus/MPXV (bbc.com)

Dilansir Politico, berbagai pakar kesehatan masyarakat dan aktivis LGBT juga mendorong dunia untuk mengganti nama monkeypox. Selain tidak tepat sasaran, nama tersebut juga mendorong stereotipe rasisme terhadap rakyat dan negara Afrika serta berdampak buruk terhadap respons global terhadap cacar monyet.

Menurut pernyataan "Urgent need for a non-discriminatory and non-stigmatizing nomenclature for monkeypox virus" dalam situs Virological, para peneliti dari Afrika, Eropa, dan AS menyatakan ketidaksetujuannya terhadap nama monkeypox. Oleh karena itu, mereka meminta nama yang "netral, tidak diskriminatif, dan tak mengandung stigma".

Baca Juga: Pahami! Ini Perbedaan Cacar Air dan Cacar Monyet

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya