TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hiperparatiroidisme: Penyebab, Gejala, Komplikasi, Pengobatan

Kondisi kelenjar paratiroid menjadi terlalu aktif

ilustrasi hipoparatiroidisme (pexels.com/Karolina Grabowska)

Kelenjar paratiroid adalah empat kelenjar endokrin seukuran kacang yang terletak di leher, dekat atau melekat pada bagian belakang tiroid. Kelenjar endokrin mengeluarkan hormon yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.

Meski memiliki nama yang mirip dan berdekatan di leher, tetapi kelenjar paratiroid dan tiroid adalah organ yang sangat berbeda. Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (PTH) untuk membantu mengontrol kadar kalsium dan fosfor dalam tubuh.

Hiperparatiroidisme adalah suatu kondisi ketika satu atau lebih kelenjar paratiroid menjadi terlalu aktif dan melepaskan (menyekresi) terlalu banyak PTH. Kondisi ini mengakibatkan kadar kalsium dalam darah meningkat dan menyebabkan hiperkalsemia (kelebihan kalsium).

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut deretan fakta medis seputar hiperparatiroidisme yang perlu kamu ketahui.

1. Penyebab

ilustrasi kelenjar paratiroid (thyroid.com.au)

Pada kasus hiperparatiroidisme, satu atau lebih kelenjar paratiroid menjadi terlalu aktif dan membuat PTH berlebih. Ini dapat disebabkan oleh tumor, pembesaran kelenjar, atau masalah struktural lain dari kelenjar paratiroid, mengutip Healthline.

Saat kadar kalsium terlalu rendah, maka kelenjar paratiroid merespons dengan meningkatkan produksi PTH. Hal ini mengakibatkan ginjal dan usus menyerap lebih banyak kalsium. Namun, ini juga menghilangkan lebih banyak kalsium dari tulang. Produksi PTH akan kembali normal jika kadar kalsium naik lagi.

Seseorang bisa mengembangkan hiperparatiroidisme pada setiap tahap kehidupan. Namun, kelompok tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk mengembangkannya. Beberapa faktor risiko hiperparatiroidisme meliputi:

  • Jenis kelamin: Beberapa bukti menunjukkan bahwa perempuan tiga kali lebih berisiko untuk mengembangkan kondisi ini dibanding pria, terutama yang telah mengalami menopause.
  • Defisiensi nutrisi: Defisiensi vitamin D atau kalsium bisa menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder.
  • Obat-obatan tertentu: Beberapa obat bisa memengaruhi kadar kalsium. Contohnya adalah litium untuk membantu mengobati gangguan bipolar. Namun, obat ini bisa menyebabkan peningkatan kadar kalsium dalam darah dan menyebabkan hiperparatiroidisme primer.
  • Terapi radiasi: Seseorang yang menerima pengobatan terapi radiasi untuk mengobati kanker leher bisa mengembangkan hiperparatiroidisme primer.
  • Usia: Meski usia berapa pun bisa mengalami hiperparatiroidisme primer, tetapi kondisi ini tampaknya paling sering terjadi pada kisaran usia 50 dan 60 tahun.
  • Memiliki kelainan bawaan langka: Kelainan bawaan yang langka, seperti neoplasia endokrin multipel, tipe 1, biasanya memengaruhi banyak kelenjar.

2. Jenis

ilustrasi hiperparatiroidisme (endocrinologyadvisor.com)

Dilansir Mayo Clinic, hiperparatiroidisme dibagi menjadi dua jenis, yaitu hiperparatiroidisme primer dan hiperparatiroidisme sekunder. 

Hiperparatiroidisme primer adalah kondisi ketika satu atau lebih kelenjar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid dalam jumlah tinggi. Hal ini menyebabkan kadar kalsium tinggi dan kadar fosfor rendah dalam darah.

Hiperparatiroidisme primer terjadi secara acak. Namun, beberapa orang mewarisi gen yang menyebabkan kelainan tersebut. Hiperparatiroidisme primer terjadi karena masalah dengan satu atau lebih dari empat kelenjar paratiroid:

  • Pertumbuhan non-kanker (adenoma) pada kelenjar merupakan penyebab yang paling umum.
  • Pembesaran (hiperplasia) dari dua atau lebih kelenjar paratiroid menyumbang sebagian besar kasus lainnya. 
  • Tumor kanker merupakan penyebab hiperparatiroidisme primer yang sangat jarang.

Hiperparatiroidisme sekunder merupakan akibat dari kondisi lain yang menurunkan kalsium darah, yang kemudian memengaruhi fungsi kelenjar. Ini mengakibatkan kelenjar paratiroid bekerja terlalu keras dan menghasilkan hormon paratiroid dalam jumlah tinggi untuk mempertahankan atau mengembalikan kadar kalsium ke kisaran standar.

Faktor-faktor yang bisa menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder dapat meliputi:

  • Kekurangan kalsium yang parah: Tubuh kemungkinan tidak mendapat cukup kalsium dari makanan, sering kali karena sistem pencernaan tidak menyerap kalsium dari makanan. Ini umum terjadi sesudah operasi usus, termasuk operasi penurunan berat badan.
  • Kekurangan vitamin D yang parah: Vitamin D membantu menjaga kadar kalsium yang tepat dalam darah. Ini juga membantu sistem pencernaan menyerap kalsium dari makanan. Tubuh memproduksi vitamin D ketika kulit terkena sinar matahari. Selain itu, vitamin D juga bisa didapat dari beberapa makanan. Jika tidak mendapatkan cukup vitamin D, maka kadar kalsium dapat menurun.
  • Gagal ginjal kronis: Ginjal mengubah vitamin D menjadi bentuk yang bisa digunakan tubuh. Namun jika ginjal bekerja dengan buruk, maka vitamin D yang bisa digunakan, bisa menurun dan kadar kalsium turun. Hal ini mengakibatkan kadar hormon paratiroid naik. Gagal ginjal kronis merupakan penyebab paling umum dari hiperparatiroidisme sekunder. Pada beberapa orang dengan hiperparatiroidisme sekunder jangka panjang, biasanya ini dari penyakit ginjal stadium akhir, kelenjar paratiroid membesar. Mereka mulai melepaskan hormon paratiroid sendiri. Tingkat hormon tidak turun dengan perawatan medis dan kalsium darah menjadi terlalu tinggi. Ini disebut dengan hiperparatiroidisme tersier, dan orang dengan kondisi ini, kemungkinan membutuhkan pembedahan untuk mengangkat jaringan paratiroid. 

Baca Juga: Mengenal Penyebab dan Penanganan Hipotiroid Kongenital

3. Gejala

ilustrasi gejala hiperparatiroidisme (pexels.com/Liza Summer)

Gejala bisa bervariasi, yang berkisar dari ringan hingga berat, tergantung pada jenis hiperparatiroidisme. 

Gejala hiperparatiroidisme primer

Beberapa pasien kemungkinan tidak mempunyai gejala apa pun. Jika mempunyai gejala, ini bisa berkisar dari ringan hingga parah. Gejala yang lebih ringan mencakup:

  • Kelelahan.
  • Kelemahan.
  • Depresi.
  • Pegal-pegal.

Gejala yang lebih parah meliputi:

  • Kehilangan nafsu makan.
  • Sembelit.
  • Muntah.
  • Mual.
  • Rasa haus yang berlebihan.
  • Kebingungan.
  • Masalah memori.
  • Batu ginjal.
  • Peningkatan buang air kecil.

Gejala hiperparatiroidisme sekunder

Seseorang kemungkinan mempunyai kelainan tulang, seperti patah tulang, sendi bengkak, dan kelainan bentuk tulang. Gejala lain tergantung pada penyebab yang mendasarinya, seperti gagal ginjal kronis atau kekurangan vitamin D yang parah.

4. Komplikasi yang dapat ditimbulkan

ilustrasi nyeri bahu (pexels.com/Yan Krukov)

Mengutip Medical News Today, berbagai jenis hiperparatiroidisme bisa menyebabkan komplikasi yang berbeda. Berikut kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi berdasarkan jenisnya:

  • Hiperparatiroidisme primer: Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK), kemungkinan komplikasi hiperparatiroidisme primer bisa mencakup batu ginjal, tulang melemah, osteoporosis, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi.
  • Hiperparatiroidisme sekunder: Komplikasi hiperparatiroidisme sekunder kemungkinan termasuk kelainan tulang, patah tulang, atrofi otot, kalsifilaksis, dan disfungsi kekebalan.

5. Diagnosis

ilustrasi sampel darah untuk tes darah (pexels.com/Los Muertos Crew)

Karena adanya perbedaan penyebab yang mendasari, maka setiap jenis hiperparatiroidisme kemungkinan membutuhkan tes yang berbeda bagi dokter untuk menegakkan diagnosis. Berikut cara dokter menegakkan diagnosis hiperparatiroidisme berdasarkan jenisnya:

  • Hiperparatiroidisme primer: Dokter akan menegakkan diagnosis hiperparatiroidisme primer dengan menggunakan tes darah. Tes darah bisa mendeteksi kadar kalsium darah dan hormon paratiroid. Biasanya, pasien dengan hiperparatiroidisme primer akan mengalami naik level atau kadar kalsium normal sedang hingga tinggi. 
  • Hiperparatiroidisme sekunder: Dokter juga bisa menggunakan tes darah untuk menegakkan diagnosis hiperparatiroidisme sekunder. Pasien dengan hiperparatiroidisme sekunder kemungkinan juga membutuhkan tes urine dan ginjal untuk menilai tingkat keparahan dan penyebab kondisi tersebut. Selain itu, dokter mungkin memesan rontgen kepadatan tulang, yang juga dikenal sebagai pemindaian DEXA, untuk mendeteksi pelunakan tulang, keropos tulang, atau patah tulang.

Baca Juga: Sering Lemas dan Sulit Konsentrasi? Mungkin Itu Gejala Hipotiroidisme

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya