TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bisakah Seseorang Alergi terhadap Listrik? Ini Faktanya!

Peka berlebihan terhadap paparan elektromagnetik

ilustrasi laki-laki yang mengalami hipersensitivitas elektromagnetik atau electrohypersensitivity (freepik.com/nakaridore)

Kebanyakan orang setuju jika perangkat elektronik menyuguhkan ragam manfaat untuk memudahkan kehidupan sehari-hari, salah satunya akses internet. Akan tetapi, tampaknya ini tak berlaku pada orang-orang dengan hipersensitivitas elektromagnetik atau electrohypersensitivity (EHS).

EHS mengacu pada kepekaan berlebihan terhadap paparan elektronik. Dengan kata lain, orang yang mengembangkan kondisi ini cenderung merasakan gejala alergi terhadap listrik.

EHS muncul ketika seseorang merasa sangat sensitif terhadap medan elektromagnetik atau electromagnetic fields (EMFs). Umum dikenal sebagai radiasi, EMFs umumnya dipancarkan oleh perangkat elektronik seperti router Wi-Fi, komputer, microwave, serta perangkat elektronik lainnya.

Sementara itu, orang dengan EHS mungkin akan menunjukkan gejala seperti sakit kepala, pusing, dan sensasi geli yang menjalar di tubuh. Menarik untuk disimak, berikut adalah fakta menarik dari perspektif medis mengenai alergi listrik atau hipersensitivitas elektromagnetik.

1. Hipersensitivitas elektromagnetik bukan penyakit yang diakui dalam bidang medis

ilustrasi perempuan merasa pusing (freepik.com/cookie_studio)

Laporan pertama mengenai kasus EHS diperkirakan terjadi pada pertengahan tahun 1900-an, di mana kala itu ada pekerja asal Uni Soviet yang mengatakan bahwa teknisi radar dan teknisi militer mengalami EHS, yang kemudian dikenal dengan sebutan sindrom gelombang mikro. Sementara itu, dilansir Healthline, istilah hipersensitivitas elektromagnetik pertama kali muncul pada tahun 1991.

Terlepas dari laporan tersebut, para ahli menyepakati jika EHS tidak termasuk penyakit yang diakui dalam bidang medis. Penelitian masih belum berhasil menemukan hubungan klinis yang kuat antara medan elektromagnetik dan gejala yang dilaporkan. Selain itu, kriteria objektif untuk mendiagnosis EHS juga masih kurang.

Baca Juga: Bisakah Muncul Ruam akibat Alergi Sinar Matahari? Ini Penjelasannya!

2. Kaitannya hipersensitivitas elektromagnetik dengan sains

ilustrasi seorang pria merasa pusing karena terlalu lama berkutat pada laptop (freepik.com/karlyukav)

EHS masih menjadi topik yang kontroversial dalam ranah medis. Saat ini belum ada bukti akurat yang dapat mengaitkan antara medan elektromagnetik dan gejala EHS.

Pada ulasan dalam jurnal Environmental Health tahun 2019, peneliti menganalisis 28 studi eksperimental yang meneliti hubungan antara medan elektromagnetik dan gejala EHS. Mereka melakukan analisis kekuatan dan keterbatasan setiap studi, diikuti dengan keandalan data. Menurut ulasan tersebut, masih terdapat keterbatasan mengenai medan elektromagnetik dan gejala yang ditunjukkan, serta adanya kegagalan dalam analisis statistik partisipan.

Studi lain dalam jurnal Environmental Psychology tahun 2018 menyatakan, orang dengan EHS yang didiagnosis terpapar medan elektromagnetik dari sistem seluler, radio, dan sinyal melaporkan lebih banyak gejala ketika mengira setiap stasiun pemancar aktif (menunjukkan bahwa tidak diketahui secara pasti waktu paparan medan elektromagnetik terjadi).

Studi yang lebih baru dalam jurnal Environmental Health tahun 2020 menyimpulkan, keyakinan bahwa medan elektromagnetik berbahaya dapat menyebabkan efek nocebo atau rasa sakit yang diakibatkan oleh persepsi mengenai suatu hal.

3. Gejala hipersensitivitas elektromagnetik

ilustrasi sakit kepala (freepik.com/stockking)

Gejala EHS yang mungkin dapat ditunjukkan oleh penderitanya adalah:

  • Sakit kepala
  • Pusing
  • Mengalami gangguan tidur
  • Keluhan suasana hati
  • Adanya masalah kulit
  • Nyeri pada sistem muskuloskeletal
  • Terganggunya konsentrasi dan daya ingat
  • Merasa panas khususnya di area wajah

Perlu diingat jika penelitian belum menemukan hubungan antara paparan medan elektromagnetik dan gejala tersebut. Para ahli pun cenderung berspekulasi bahwa gejala EHS mungkin disebabkan oleh kondisi fisik atau psikologis yang tidak terdiagnosis.

4. Pengobatan dan perawatan untuk meminimalkan hipersensitivitas elektromagnetik

ilustrasi seseorang menjalani sesi terapi (freepik.com/senivpetro)

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), pengobatan dan perawatan untuk meminimalkan EHS harus mencakup langkah-langkah berikut ini:

  • Disesuaikan dengan kondisi yang mendasarinya: seorang dokter mungkin akan melakukan evaluasi medis untuk mempelajari gejala pasien. Tujuannya adalah untuk membantu mendeteksi dan mengobati masalah kesehatan yang menyebabkan gejala tersebut. Selain itu, dokter mungkin juga melakukan serangkaian prosedur medis seperti pemeriksaan fisik menyeluruh dan menganalisis riwayat kesehatan pasien

  • Terapi: melibatkan ahli kesehatan mental untuk membantu mengidentifikasi dan mengobati kondisi psikologis yang berkontribusi pada gejala. Opsi terapi yang dapat diterapkan di antaranya adalah terapi perilaku kognitif, terapi paparan, dan terapi kelompok

  • Manajemen lingkungan: mengharuskan pasien memperbaiki kondisi sekitar dengan cara menghindari polusi udara (biasanya karena rokok) dalam ruangan, mengurangi suara bising yang memekakkan telinga, serta mengatur tingkat pencahayaan agar tetap stabil

Baca Juga: 12 Reaksi Tubuh Ini Harus Diwaspadai, bagi Kamu yang Gak Punya Alergi!

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya