TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gangguan Pemrosesan Sensori, ketika Indra Gagal Merespons Rangsangan

Dapat memengaruhi satu atau lebih indra manusia

Pexels.com/Jessica West

Gangguan pemrosesan sensori atau sensory processing disorder (SPD) dapat membuat seseorang merasa peka berlebihan atau sebaliknya, kurang peka terhadap informasi sensori. Gangguan satu ini dapat memengaruhi kinerja otak dalam memproses informasi sensori yang melibatkan penglihatan, sentuhan, dan suara.

Beberapa orang dengan gangguan ini mungkin akan sangat terganggu mendengar suara yang bagi mereka terdengar begitu menyakitkan dan memekakkan telinga. Selain itu, sentuhan ringan bisa membuat kulit lecet dan terluka. 

Kasus ini cenderung lebih sering ditemukan pada anak-anak, yang biasanya terlihat dalam kondisi masa perkembangan seperti gangguan spektrum autisme. Namun, tak menutup kemungkinan orang dewasa juga bisa mengalami gangguan ini.

Simak terus ulasan berikut untuk mengetahui lebih jelas mengenai gangguan pemrosesan sensori. 

1. Pemahaman akan gangguan pemrosesan sensori

pexels.com/Ketut Subiyanto

Lima indra eksternal yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa, serta indra internal seperti vestibular, interosepsi, dan proprioseptif sangat penting untuk mendukung kinerja manusia secara optimal.

Ketika reseptor sensori di sistem saraf mengalami kerusakan (contohnya pada kasus SPD), rangsangan umum seperti cahaya, suara, dan tekstur dapat dianggap terlalu terang, terlalu memekakkan telinga, dan terlalu tidak nyaman untuk dirasakan. Gangguan ini menyebabkan respons atau reaksi yang tidak tepat terhadap informasi sensori.

Gangguan pemrosesan sensori juga dapat bermanifestasi sebagai tantangan yang terkait dengan masukan yang mengakibatkan perilaku terganggunya sistem sensori yang mengimbangi tingkat pemasukan taktil atau proprioseptif yang rendah.

Baca Juga: Mudah Dikenali, Ini 6 Gejala Umum Autisme pada Anak

2. Gejala gangguan pemrosesan sensorik

Pexels.com/Victoria Borodinova

Gejala utama gangguan pemrosesan sensori pada anak-anak dan orang dewasa adalah ketidaktepatan pemrosesan informasi sensori. 

Anak-anak yang mudah terstimulasi mungkin akan mengalami hipersensitivitas. Sementara, yang tidak mudah terstimulasi mengalami lebih sedikit sensasi atau hiposensitivitas.

Melansir Medical News Today dan Healthline, gejala yang mungkin akan diperlihatkan anak dengan hipersensitivitas di antaranya adalah:

  • Merasa kewalahan ketika berhadapan dengan orang lain atau berada di suatu tempat
  • Dapat bertindak mengejutkan
  • Merasa tidak nyaman dan sulit menerima sorotan lampu terang
  • Menghindari kontak dengan orang lain
  • Reaksi berlebihan terhadap suara, bau, atau tekstur

Sementara anak dengan hiposensitivitas atau kurang peka terhadap rangsangan dapat menunjukkan tanda-tanda seperti:

  • Sering menyentuh objek dan memainkannya dengan kasar
  • Memiliki toleransi lebih tinggi akan nyeri
  • Gelisah atau bergerak secara teratur
  • Menjadi kikuk dan tidak terkoordinasi
  • Menabrak dinding
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut mereka
  • Menabrak orang atau benda lain

Gejala lain dapat terjadi bergantung pada indra yang terdampak oleh gangguan tersebut. Misalnya, beberapa gejala bisa memengaruhi gerakan dan keseimbangan. Dalam beberapa kasus, gejalanya tidak tampak signifikan seperti kesulitan membedakan tekstur.

STAR Institute mengklasifikasikan subtipe SPD, termasuk di dalamnya pola gejala berbeda yang mungkin dapat terjadi. Tiga subtipe utama meliputi:

  • Sensory modulating disorder. Jenis ini biasanya melibatkan hipersensitivitas atau hiposensitivitas terhadap informasi sensori.
  • Sensory-based motor disorder. Jenis ini memengaruhi keseimbangan, gerakan, dan koordinasi.
  • Sensory discrimination disorders: Jenis ini memengaruhi kinerja otak dalam mengartikan perbedaan halus dalam input sensori, seperti tekstur yang berbeda.

3. Penyebab gangguan pemrosesan sensori

pexels.com/Nick Bondarev

Belum dapat dipastikan penyebab gangguan pemrosesan sensori pada anak-anak. Beberapa dokter percaya bahwa kondisi ini merupakan gejala dari masalah lain.

Meskipun bukan termasuk gangguan resmi, beberapa penelitian telah menjelaskan terkait gangguan pemrosesan sensori yang dapat terjadi pada anak-anak.

Studi dalam Journal of Abnormal Child Psychology tahun 2006 yang berfokus meneliti anak kembar, menemukan fakta bahwa hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara mungkin memiliki kaitan dengan komponen genetika. Jika kembar yang satu terlalu sensitif, kemungkinan besar kembar lainnya juga demikian. 

Di samping kemungkinan hubungan genetika, gangguan pemrosesan sensori juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir prematur atau yang mengalami komplikasi saat kelahiran.

Melansir Psychology Today, selain dapat diakibatkan oleh hal-hal tersebut, SPD bisa juga terjadi akibat paparan obat saat anak masih dalam kandungan, trauma atau penelantaran anak usia dini, serta kurangnya stimulasi di awal perkembangan.

4. Diagnosis gangguan pemrosesan sensori

Pexels.com/Tatiana Syrikova

Tidak ada kriteria formal untuk menilai gangguan pemrosesan sensori. Dokter mungkin akan membuat diagnosis berdasarkan riwayat kesehatan, gejala, dan pemeriksaan fisik pasien yang diduga mengalami gangguan terhadap pemrosesan sensori. Sementara pada anak-anak, dokter akan fokus pada perilaku dan cara interaksi anak.

Kemungkinan dokter juga akan menggunakan tes pemrosesan sensori untuk mendeteksi masalah. Misalnya, Sensory Integration and Praxis Tests (SIPT) atau Sensory Processing Measure (SPM) yang dapat mendeteksi beberapa masalah sensori pada anak-anak.

Baca Juga: Punya Anak yang Pecicilan Banget? Kenali 7 Penyebab Hiperaktif!

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya