TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Hiperleksia, Kemampuan Membaca Anak yang Terlalu Cepat

Perlukah ini dikhawatirkan?

Unsplash.com/Victoria Priessnitz

Umumnya, anak yang mahir membaca pasti bikin orang tua kagum dan bangga. Namun, bagaimana jika kemampuan anak membaca terlalu cepat, dalam arti cenderung di atas rata-rata ketimbang anak-anak lain seusianya? Apalagi bila keterampilan bahasa dan bicaranya masih kurang.

Nah, kondisi di atas menggambarkan hiperleksia. Anak dengan kondisi tersebut pada dasarnya mahir membaca di usianya yang dini, tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan bahasa dan bicara yang setara.

Menarik untuk disimak, berikut ini adalah fakta-fakta seputar hiperleksia.

1. Usia masih dini tapi kemampuan membacanya di atas rata-rata

unsplash.com/Annie Spratt

Istilah hiperleksia diciptakan oleh N.E. Silberberg dan M.C. Silberberg pada tahun 1960-an. Anak dengan hiperleksia digambarkan memiliki kemampuan membaca yang luar biasa pada usia dini, tetapi kurang mampu dalam praktik bahasa dan bicara sesuai usianya.

Hiperleksia bisa menjadi indikasi dari dua kemungkinan, yakni memang bakat atau gangguan spektrum autisme. Namun, berdasarkan sebuah ulasan dalam jurnal "Neuroscience & Biobehavioral Reviews" tahun 2017, hiperleksia punya kaitan erat dengan autisme, dengan persentase mencapai 84 persen.

Bila hiperleksia disertai dengan keterlambatan komunikasi, itu dikatakan sebagai tanda autisme. Untuk itu, identifikasi sedini mungkin sangat diperlukan agar anak segera mendapatkan perawatan yang tepat.

Seorang anak dengan hiperleksia yang terdiagnosis autisme butuh intervensi khusus untuk meningkatkan keterampilan komunikasinya. Sementara itu, bila kemahiran membaca pada anak merupakan sebuah bakat, anak mungkin akan diberikan materi yang dapat mengembangkan bakatnya itu.

Baca Juga: Diagnosis Anak Autisme di Indonesia Kerap Terlambat 

2. Empat karakteristik utama hiperleksia

unsplash.com/Annie Spratt

Dilansir dari Healthline, kebanyakan anak dengan hiperleksia menunjukkan empat karakteristik utama yang tidak jauh-jauh dari ketertarikan buku dan kemampuan belajar, yakni:

  • Kemampuan belajar cepat. Anak dengan hiperleksia cenderung mampu membaca tanpa pengajaran, bahkan tak jarang autodidak. Kemungkinan besar mereka belajar dengan cara mengulangi kata-kata yang dilihat maupun didengar.
  • Ketertarikan pada buku. Dengan kemampuan membaca yang luar biasa, anak jadi lebih tertarik terhadap buku-buku. Pada prosesnya, tak jarang anak mengeja kata-kata dengan suara lantang. Beberapa anak dengan hiperleksia juga mengembangkan kecintaan terhadap angka.
  • Menunjukkan tanda-tanda gangguan perkembangan. Meskipun kemampuan membaca di atas rata-rata, tapi anak dengan hiperleksia cenderung menunjukkan tanda-tanda gangguan perkembangan, seperti sulit berkomunikasi maupun masalah perilaku tertentu.
  • Pemahaman belajar rendah. Anak dengan hiperleksia menunjukkan gejala signifikan, yakni keterampilan membaca tinggi, tapi pemahaman belajarnya cenderung rendah. Tidak jarang anak kesulitan untuk menyusun puzzle atau bermain permainan tertentu.

3. Diagnosis hiperleksia

unsplash.com/Jerry Wang

Hiperleksia merupakan kondisi yang kompleks. Selain itu, dalam buku pedoman “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-5)”, hiperleksia tidak dijelaskan secara spesifik, hanya dicantumkan dalam bagian autisme.

Diagnosis anak yang diduga mengalami hiperleksia adalah berdasarkan gejala dan perubahan yang ditunjukkan dari waktu ke waktu. Selain itu, dokter anak juga dapat memeriksa pendengaran, penglihatan, dan refleks anak.

Dokter anak mungkin akan butuh bantuan dari ahli medis lain, seperti psikolog, terapis wicara, dan ahli terapi perilaku. Tenaga profesional lainnya seperti guru pendidikan khusus, terapis okupasi, dan pekerja sosial juga mungkin dibutuhkan untuk diagnosis hiperleksia pada anak.

4. Bisakah diobati?

unsplash.com/Jonathan Borba

Pada dasarnya pengobatan hiperleksia menitikberatkan pada kondisi yang dialami anak, termasuk di dalamnya gangguan belajar. Rencana perawatannya berbeda-beda, disesuaikan dengan gaya belajar dan kebutuhan belajar.

Peran orang tua sangat penting untuk keberhasilan perawatan. Anak juga mungkin memerlukan terapi wicara, latihan komunikasi, serta pelajaran khusus untuk melatih kemampuan berbicara dan berkomunikasi.

Sementara itu, psikolog dan terapis okupasi juga dapat membantu meminimalkan dampak dari hiperleksia. Beberapa anak dengan hiperleksia pun juga ada yang membutuhkan obat-obatan tertentu.

Baca Juga: 9 Tanda-tanda Umum Penyandang Autisme yang Patut Diwaspadai

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya