TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Termasuk Mekanisme Pertahanan Diri,  Apa Itu Proyeksi Psikologis?

Melibatkan emosi dan perasaan yang tidak diinginkan

pexels.com/Polina Zimmerman

Melempar kesalahan kepada orang lain atau berdalih bahwa diri sendiri tidak bersalah padahal kenyataannya bersalah, merupakan bentuk pertahanan diri yang biasa dikenal dengan sebutan proyeksi dalam ranah psikologi.

Proyeksi ini biasanya terjadi secara tidak sadar yang ditunjukkan dengan mengaitkan emosi atau sifat yang tidak diinginkan kepada orang lain.

Sederhananya, proyeksi digambarkan sebagai tindakan menuduh orang lain memiliki perasaan sama dengan apa yang dirasakan. Melalui mekanisme proyeksi, individu terkait lebih mudah menghadapi emosi yang dialaminya.

Dalam beberapa kasus, proyeksi dapat menimbulkan tuduhan yang tidak berdasar. Seperti kasus dalam hubungan percintaan, di mana salah satu pihak menuduh pasangannya berselingkuh, padahal kenyataannya dia yang selingkuh.

Tak jarang timbul pertanyaan, mengapa orang melakukan proyeksi? Untuk menjawab rasa ingin tahu tersebut, simak ulasan berikut ini sampai selesai.

1. Landasan proyeksi psikologis

unsplash.com/Siavash Ghanbari

Ialah Sigmund Freud, seorang psikolog terkemuka asal Austria yang pertama kali menggagas konsep proyeksi psikologis. Melansir Everyday Health, Sigmund Freud diketahui mendapat julukan "Bapak Psikoanalisis" atas kiprahnya dalam ranah psikologi. 

Cikal bakal proyeksi muncul ketika Freud menangani para pasiennya kala itu. Selama sesi bincang-bincang dengan para pasien, Freud memperhatikan bahwa terkadang pasiennya menuduh orang lain memiliki perasaan yang sama dengan yang ditunjukkannya.

Contoh klasik dari proyeksi psikologis adalah kisah mengenai seorang perempuan yang tidak setia kepada suaminya, tetapi menuduh suaminya berselingkuh. Contoh lainnya yaitu ketika seseorang merasa terdorong untuk mencuri, kemudian memproyeksikan perasaan tersebut kepada orang lain. Akibatnya, orang tersebut mungkin merasa waswas dan takut jika dompetnya akan dicuri atau dia akan kekurangan uang ketika dia membeli sesuatu.

Baca Juga: Mengenal Pseudoseizure, Kejang yang Dipicu oleh Masalah Psikologis

2. Mengapa orang melakukan proyeksi? 

pexels.com/Ketut Subiyanto

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, proyeksi digunakan sebagai mekanisme pertahanan diri untuk membantu mengatasi perasaan serta emosi yang sulit diungkapkan atau diterima. 

Perasaan yang diproyeksikan mungkin bersifat mengendalikan, seksual, marah, atau cemburu. Proyeksi paling sering terjadi ketika seseorang tidak dapat menerima impuls atau perasaan mereka sendiri.

Menurut psikoterapis asal Amerika Serikat (AS), Karen R. Koenig, LCSW, M.Ed, seseorang yang melakukan proyeksi kepada orang lain cenderung berusaha melindungi diri sendiri dari keharusan mengakui bagian yang tidak disukai. Ia pun menambahkan jika manusia pada hakikatnya lebih nyaman melihat kualitas negatif pada orang lain daripada dalam diri mereka sendiri. 

3. Jenis-jenis proyeksi 

pexels.com/Edmond Dantès

Di samping terjadi secara tidak sadar, proyeksi dapat dilakukan secara teratur dan mampu mengubah atau mempengaruhi realitas. Melansir Good Therapy, secara umum terdapat tiga jenis proyeksi yang terdiri dari:

  • Neurotic projection: merupakan jenis proyeksi paling umum dan paling jelas memenuhi definisi mekanisme pertahanan. Dalam jenis ini, seseorang mungkin mengaitkan perasaan, motif, atau sikap yang mereka anggap tidak dapat diterima dalam diri mereka sendiri kepada orang lain.
  • Complimentary projection: didefinisikan sebagai bentuk asumsi bahwa orang lain dapat melakukan hal yang sama dan sebaik dirinya.
  • Complementary projection: terjadi ketika seseorang menganggap orang lain merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakannya.

4. Proyeksi dan kesehatan mental

pexels.com/Rafael Barros

Dalam beberapa kasus, proyeksi dapat menjadi indikasi akan masalah kesehatan mental. Orang dengan paranoia termasuk yang memiliki gangguan kepribadian narsistik dan gangguan kepribadian ambang lebih mungkin melakukan proyeksi.

Sementara itu, orang yang merasa rendah diri dan memiliki harga diri rendah juga lebih mungkin melakukan proyeksi karena merasa tidak cukup baik dibanding orang lain.

Michael Brustein, PsyD, seorang psikolog asal AS mengungkapkan bahwa rasisme dan homofobia merupakan contoh proyeksi akibat perasaan harga diri rendah dalam skala yang lebih luas.

Baca Juga: 7 Dampak Psikologis Ditolak saat Nembak Gebetan, Sakit sih tapi...

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya