TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Epidemiolog UI: COVID-19 Bisa Diatasi dengan 3 Komponen Penting Ini

Ketiganya terdiri dari tes, pelacakan, dan isolasi

newsobserver.com

Dengan dilonggarkannya restriksi pandemik, Indonesia menghadapi situasi yang cukup sulit untuk mengendalikan penularan COVID-19. Terbukti dengan semakin banyaknya orang yang terjangkit virus corona strain baru atau SARS-CoV-2.

Melihat hal ini, epidemiolog UI, dr. Pandu Riono, MPH, Ph.D, mengatakan ada tiga komponen penting yang sebaiknya diperhatikan oleh pemerintah. Hal tersebut diungkapkannya dalam acara "Ngobrol Bareng ABC Indonesia soal Penanganan Pandemi Virus Corona" yang disiarkan melalui Facebook ABC Indonesia, Jumat (21/8).

"Ada istilah yang disebut sebagai surveillance. Surveillance ini dibagi tiga, yaitu testing, lacak, isolasi," kata dr. Pandu membuka diskusi.

Tes, pelacakan, dan isolasi. Ketiganya harus dilakukan untuk mengendalikan pandemik. Namun, sayangnya masih banyak daerah di Indonesia yang tidak melakukannya dengan benar. 

Lalu, langkah seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk mengaplikasikan tiga faktor tersebut? Berikut ini penjelasan selengkapnya!

1. Gencarkan tes COVID-19 untuk masyarakat

Polresta Bandar Lampung menggelar rapid test gratis kepada pengendara. Kegiatan ini digelar di Tugu Adipura, Rabu (5/8/2020). (IDN Times/Martin L Tobing)

Komponen pertama adalah melakukan tes kepada masyarakat. Sebab, inilah cara untuk melihat siapa saja orang yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Namun, tes sebaiknya tidak dilakukan secara asal. Menurut data dari Kawal COVID-19, saat ini tes yang dilakukan idealnya 30 tes per satu kasus baru. 

Pengamat kebijakan publik, Yanuar Nugroho, yang juga hadir dalam diskusi mengatakan bahwa pemerintah daerah tak perlu takut hal ini akan menaikkan grafik penularan. Sebab, melihat kenyataan kasus adalah yang paling penting. 

"Semakin banyak yang dites, semakin dekat pula kita kepada kenyataannya di masyarakat," kata Yanuar. 

Baca Juga: 7 Tips Memakai Face Shield yang Benar agar Terhindar dari COVID-19

Pro dan kontra rapid test

Pemerintah Kota Bandar Lampung menggelar rapid test massal gratis di Pasar Perumnas, Kecamatan Way Halim, Kamis (13/8/2020). (IDN Times/Martin L Tobing)

Masih soal tes COVID-19, dr. Pandu menyoroti perihal rapid test yang kini menuai pro dan kontra. Dia menilai bahwa tes yang menggunakan dasar antibodi tersebut sebaiknya diganti dengan tes swab yang akurasinya jauh lebih tinggi. 

"Rapid test itu salah, kenapa? Di dalam masa pandemik itu kita harus mendeteksi orang yang membawa virus. Kalau rapid test itu antibodinya seminggu kemudian. Banyak yang miss dan nggak ke-detect. Menurut saya, stop lah," tegas dr. Pandu.

Rapid test memang memiliki akurasi yang jauh di bawah tes swab karena dia hanya melihat adakah antibodi yang dibentuk tubuh untuk melawan virus. Maka dari itu, hasilnya adalah reaktif dan non reaktif. Sementara itu, tes swab langsung bisa mendeteksi ada atau tidaknya SARS-CoV-2 di dalam lendir hidung dan tenggorokan kita. 

2. Lakukan pelacakan setiap ada kasus baru COVID-19

aegis.com

Faktor berikutnya yang juga harus diperhatikan adalah pelacakan kasus atau yang disebut juga sebagai tracing. Hal ini tak kalah penting dari tes karena melaluinya, pemerintah bisa mendeteksi siapa saja yang telah berinteraksi dan bertemu dengan pasien positif. 

Setelah data pelacakan terkumpul, langkah berikutnya adalah melakukan tes terhadap orang-orang tersebut. 

Baca Juga: Mengenal Happy Hypoxia, Gejala Tak Biasa COVID-19 yang Ancam Nyawa

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya