TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengupas Semua Jenis Vaksin dan Efikasinya, Mana yang Terbaik?

Yuk, kenali kelebihan dan kekurangan masing-masing vaksin!

freepik.com/8photo

Program vaksinasi saat ini tengah dijalankan di berbagai wilayah di Indonesia. Walaupun sudah dimulai oleh figur publik yang menjadi contoh di kalangan masyarakat, masih banyak orang yang tidak percaya terhadap efektivitas vaksin sebagai cara mengurangi penularan COVID-19.

Hal ini diperparah dengan kabar menurunnya tingkat efikasi vaksin Sinovac di Brasil menjadi 50,4 persen, ada beberapa relawan yang tertular, dan beragam kabar buruk lainnya. Ada pula kelompok masyarakat tertentu yang mengemukakan diri sebagai golongan anti vaksin dan menghasut orang lain untuk menolak upaya pemerintah ini. 

Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui detail komposisi, efikasi, dan bagaimana vaksin bekerja. Dengan mendapatkan edukasi tersebut, kita bisa mengetahui sepenting apakah vaksin untuk menghentikan pandemik ini. 

Melalui program Perspektif Indonesia yang disiarkan oleh Smart FM Network pada hari Jumat (15/1/2020), ahli epidemiologi Prof. Juhaeri Muchtar, Ph.D., menjelaskan semua hal yang perlu diketahui masyarakat tentang vaksin. Mulai dari yang diusung oleh Moderna, Pfizer-BioNTech, AstraZeneca, hingga Sinovac. Berikut ini penjelasannya!

1. Pfizer dan Moderna menggunakan teknologi vaksin mRNA

orfonline.org

Selama ini kita mengenal bahwa vaksin berisi partikel virus yang telah dilemahkan atau dinonaktifkan. Itu memang benar karena teknologi tersebutlah yang digunakan selama ini. Akan tetapi, vaksin yang diusung oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi yang berbeda. 

Vaksin keduanya disebut sebagai messenger-RNA (mRNA). Prof. Juhaeri mengatakan bahwa Pfizer-BioNTech dan Moderna mereplikasi protein S (spike protein) dari virus SARS-CoV-2 melalui proses sintesis genetik. Jadi, cairan yang dimasukkan ke tubuh tidak benar-benar berisi virus. 

"Jadi ketika itu disuntikkan, tubuh kita akan 'ditipu' seolah-olah mendapatkan virus padahal tidak. Setelahnya tubuh mengembangkan antibodi untuk melawannya," kata Prof. Juhaeri menjelaskan mekanisme kedua vaksin. 

2. Vaksin AstraZeneca dari Oxford menggunakan partikel virus lain, seperti apa?

dw.com

Tak sama seperti dua kandidat sebelumnya, AstraZeneca dari Oxford menggunakan partikel virus lain di dalam vaksinnya. Alih-alih memakai material dari SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19, mereka menggunakan adenovirus. Ini merupakan jenis virus yang menyebabkan flu pada simpanse. 

Menurut penjelasan Prof. Juhaeri, langkah ini dipilih karena ternyata adenovirus mampu menghasilkan protein S yang sama seperti SARS-CoV-2. Sebagai pengetahuan, protein S merupakan material yang penting dan berbahaya untuk virus tersebut. Ketika masuk ke tubuh, antibodi akan terbentuk untuk melawan protein ini.

Kenapa AstraZeneca tidak langsung menggunakan SARS-CoV-2? Melansir New York Times, protein S yang ada di adenovirus dapat memasuki sel tubuh, tetapi tidak bisa replikasi di dalamnya. Langkah ini dipilih untuk mengurangi risiko infeksi setelah vaksinasi. 

Baca Juga: 7 Perubahan Tubuh setelah Divaksinasi COVID-19, Apa Efek Sampingnya?

3. Vaksin Sinovac menggunakan teknologi yang lebih "tradisional"

Ilustrasi vaksin COVID-19 buatan Sinovac (Dokumentasi Sinovac)

Beralih ke Sinovac, vaksin yang dipakai oleh pemerintah Indonesia ini dibuat dengan cara melemahkan virus SARS-CoV-2 secara langsung. Teknologi ini, menurut Prof. Juhaeri, lebih "tradisional" dibandingkan vaksin lainnya. 

Maksud dari kata tradisional tersebut adalah Sinovac menggunakan metode pembuatan yang sama seperti vaksin flu dan lainnya. Tidak ada rekayasa genetik maupun proses sintesis di dalamnya. Namun, bukan berarti bahwa vaksin ini tidak seefektif yang lainnya, ya. Teknologinya saja yang berbeda. 

"Jadi, yang paling mirip dengan virus corona (SARS-CoV-2) di luar sana adalah Sinovac. Karena memang dia menggunakan virus yang dinonaktifkan," terang Prof. Juhaeri. 

4. Efikasi setiap vaksin berbeda-beda, apakah yang tertinggi yang terbaik?

pexels.com/Alena Shekhovtcova

Setelah mengetahui teknologi yang dipakai oleh masing-masing vaksin, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan efikasi. Walaupun sering disebutkan dalam berita, masih banyak masyarakat yang salah paham tentang istilah ini. 

Efikasi merupakan tingkat manfaat yang diberikan oleh vaksin dibandingkan dengan kondisi orang-orang yang tidak menerimanya dalam lingkup uji klinis. Angka efikasi didapat dari pengurangan persentase penerima vaksin yang terinfeksi virus dibandingkan dengan persentase kelompok plasebo (kelompok pembanding yang tidak divaksinasi) yang terinfeksi.

"Contoh matematisnya, misalnya di antara semua orang yang tidak divaksinasi, ada 5 persen yang kena COVID-19. Sementara di kelompok yang divaksinasi, ada 1 persen yang tertular. 

"Lalu cara menghitung efikasinya adalah 5 - 1 = 4. Kemudian 4/5 dikalikan 100 persen. Hasilnya adalah 80 persen. Itulah efikasinya," kata Prof. Juhaeri. 

5. Ada beragam cara penghitungan dan interpretasi efikasi vaksin

freepik.com/freepik

Sekarang kita telah mengetahui bagaimana cara menghitung efikasi dan maksudnya. Walaupun begitu, Prof. Juhaeri masih ada cara penghitungan dan interpretasi lain yang harus kita waspadai. Sebab jika tidak memahaminya, kita akan terjebak dalam kesalahpahaman. 

Beberapa cara hitung dan interpretasi efikasi lain yang digunakan adalah metode risk difference dan risk ratio. Maka dari itu, penting untuk bersikap skeptis terhadap semua informasi yang kita dapatkan. Kita sebagai masyarakat awam sebaiknya menanyakan dari mana efikasi sebuah vaksin dihitung dan diinterpretasikan. 

Selain itu, efikasi juga bisa meleset saat vaksin digunakan di konteks dunia nyata. Angka bisa meningkat dan bisa menurun. Hal ini bergantung pada kondisi orang yang menerima vaksinasi dan kesamaan partikel virus yang digunakan. 

Baca Juga: Apa yang Dimaksud dengan Efikasi Vaksin? Ini Penjelasannya!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya