TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gamma Knife, Operasi Tumor Otak Tanpa Pisau Bedah

Metode ini jauh lebih aman dibandingkan operasi konvensional

Operasi bedah otak dengan sinar gamma. (elekta.com/Dok. Elekta)

Gamma Knife radiosurgery adalah sebuah terobosan menarik di dunia bedah saraf. Teknik ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1975 di Swedia.

Kala itu, operasi Gamma Knife hanya digunakan untuk mengobati rasa nyeri ataupun gangguan gerak yang tidak membaik dengan terapi konvensional. Namun, saat ini Gamma Knife telah mengalami berbagai modifikasi. Berkat itu, operasi ini mulai dipertimbangkan sebagai salah satu teknik operasi pilihan pada kasus-kasus kelainan saraf otak.

Seperti apakah operasi yang tidak memerlukan pisau bedah ini? Jangan lewatkan ulasan berikut, ya!

1. Memanfaatkan sinar gamma sebagai pengganti pisau bedah

ilustrasi pemeriksaan CT scan kepala (unsplash.com/National Cancer Institute)

Operasi bedah saraf biasanya dilakukan dengan cara membuka bagian kepala dengan bor operasi dan pisau khusus bedah. Berbeda dengan Gamma Knife, yang mana operasi ini memanfaatkan radiasi sinar gamma yang bisa menembus kulit dan tulang manusia. Karena itu, operasi bisa dilakukan tanpa harus menyayat bagian kepala pasien.

Menurut penjelasan dari laman resmi Columbia Neurosurgery, efek kerusakan dari radiasi sinar gamma hanya bekerja pada jaringan tubuh yang abnormal. Sinar gamma akan menembus ke jaringan tersebut dan mengacaukan susunan materi genetik di dalamnya. Sinar gamma dikatakan tidak memilki efek buruk terhadap jaringan tubuh normal.

2. Dapat mengobati berbagai kelainan otak

Beberapa penyakit otak perlu diobati dengan operasi. (pixabay.com/Tumisu)

Mengacu pada telaah literatur dari Missouri Medicine tahun 2020, teknik Gamma Knife cukup efektif untuk mengangkat pertumbuhan jaringan tumor kecil (metastasis) di otak serta menghancurkan kanker di selaput otak (meningioma).

Menambahkan dari laman Columbia Neurosurgery, operasi Gamma Knife juga dapat dilakukan untuk kasus-kasus berikut ini:

  • Kelainan susunan pembuluh darah otak bawaan (malformasi pembuluh darah).
  • Tumor kelenjar pituitari otak.
  • Kelainan saraf wajah.
  • Kejang berulang.
  • Kelainan obsesif kompulsif yang berat.
  • Gemetar tangan yang tidak terkontrol (tremor).

Baca Juga: 7 Cara Menghindari Episiotomi saat Melahirkan, Perlu Persiapan Matang

3. Membutuhkan kolaborasi beberapa dokter spesialis

ilustrasi diskusi antar dokter spesialis (pexels.com/Thirdman)

Artikel dari University of Virginia menegaskan bahwa Gamma Knife merupakan penggabungan antara teknologi radiasi dan ilmu bedah saraf. Untuk menjalankan prosedur ini, dibutuhkan ahli dari beberapa bidang kesehatan.

Sebelum operasi dimulai, dokter spesialis radiologi beserta dokter spesialis penyakit dalam akan mengevaluasi kondisi pasien secara menyeluruh. Operasi juga tidak dapat terlaksana tanpa peran perawat ahli bedah, dokter spesialis radiologi intervensi, dan dokter bedah saraf yang berpengalaman.

4. Penyembuhan pascaoperasi yang cepat

ilustrasi dokter menjelaskan hasil operasi kepada pasien. (pexels.com/MART PRODUCTION)

Ahli dari Neurosurgery Columbia mengatakan bahwa prosedur operasi Gamma Knife bisa dilakukan di luar ruang operasi, selama didukung fasilitas yang mumpuni. 

Pasien juga umumnya tidak perlu dirawat setelah operasi dan bisa segera beraktivitas seperti biasa. Hal ini berbeda dengan bedah otak konvensional, yang sering kali membutuhkan perawatan pemulihan pascaoperasi.

5. Efek samping pascaoperasi terbilang jarang

Operasi Gamma Knife kebanyakan tidak menimbulkan efek samping sehingga pasien bisa segera beraktivitas kembali. (freepik.com/DCstudio)

Karena tidak membuat lubang pada tulang tengkorak, prosedur Gamma Knife umumnya relatif aman dari efek samping berat.

Efek samping yang sering muncul, seperti dilansir Mayo Clinic, meliputi nyeri kepala, mual-muntah, sensasi lelah, dan iritasi pada kulit kepala. Kajian literatur yang dilakukan Missouri Medicine tahun 2020 mengatakan bahwa efek samping radiasi Gamma Knife hanya ditemukan 3 dari 100 orang yang menjalani operasi.

Baca Juga: Percepat Pemulihan setelah Operasi Caesar dengan ERACS

Verified Writer

Leonaldo Lukito

Berbagi Pikiran dan Rasa melalui Padanan Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya