TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Akibat Suntik Botox yang Gagal, Bisa Nyeri Hingga Kesulitan Bicara!

Bisa terjadi jika ada kesalahan pada titik penyuntikan

ilustrasi Botox (pexels.com/cottonbro)

Suntik botox banyak digunakan dalam dunia kecantikan untuk mengencangkan kulit dan menghilangkan kerutan. Selain untuk dalam hal estetika, botox juga kerap digunakan untuk mengatasi kondisi medis tertentu, contohnya gangguan saraf.

Tapi botox berpotensi menjadi gagal dan memberikan sejumlah efek samping kepada pemakainya hingga pada kasus kematian. Sebelum memutuskan untuk menggunakannya, ketahui dulu tingkat keamanan dan efek sampingnya pada ulasan di bawah ini.

Definisi dan efek samping

ilustrasi obat-obatan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Mayo Clinic, Botulinum Toxin atau botox adalah metode memasukkan toxin untuk mencegah otot bergerak dalam waktu tertentu. Suntikan ini sering digunakan untuk menghaluskan kerutan di wajah.

Obat ini juga digunakan untuk mengobati kejang leher, berkeringat, kandung kemih terlalu aktif, mata malas dan kondisi lainnya. Metode tersebut juga bisa mencegah migrain.

Kandungan dalam suntikan botox terbuat dari racun yang sama yang menyebabkan sejenis keracunan makanan yang disebut botulisme. Namun bentuk toksin botulinum murni yang digunakan oleh penyedia layanan kesehatan berlisensi memenuhi standar pengawasan medis.

Namun satu dari enam orang yang menerima suntikan botox di wajah mengalami komplikasi seperti memar, sakit kepala, mual, dan wajah membeku (ResearchGate, 2021).

Penelitian menunjukkan bahwa suntikan botox wajah untuk alasan kosmetik juga dapat menimbulkan efek samping termasuk kekakuan otot, nyeri, pusing, bahkan serangan jantung.

Baca Juga: 7 Kondisi yang Bisa Diatasi dengan Botox, Bukan Hanya Kerutan

Penggunaan botox

Ilustrasi gummy smile (unsplash.com/Lucas Sankey)

Botox memiliki variasi aplikasi klinis paling banyak di bidang neurologi (Dovepress, 2022). Ini digunakan untuk mengobati:

  • Tortikolis (gangguan pada otot leher)
  • Gangguan tic atau tic disorder (gerakan yang dilakukan di luar kendali, secara tiba-tiba, cepat dan berulang)
  • Distonia (kondisi medis yang memengaruhi gerakan tubuh)
  • Pasca stroke
  • Tremor esensial (suatu gangguan gerakan yang ditandai dengan adanya getaran atau gemetar yang tidak disengaja)
  • Bell's palsy (peradangan pada saraf yang mengendalikan otot wajah)
  • Kelainan bentuk yang berhubungan dengan palsi serebral
  • Migrain kronis
  • Nyeri neuropati (kondisi kerusakan saraf)
  • Penyakit Parkinson (akibat proses penuaan pada sistem saraf)
  • Sindrom nyeri myofascial (gangguan nyeri kronis)
  • Kram akibat kerja

Dalam dermatologi, metode ini digunakan untuk pengobatan hiperhidrosis, rosacea/flushing, dan pencegahan bekas luka bedah. Ini digunakan untuk:

  • Fisura ani kronis merupakan kondisi di mana terdapat luka atau robekan pada anus akibat cedera
  • Distonia (kondisi medis yang memengaruhi gerakan tubuh)
  • Bruxism (seseorang menggemeretakkan, mengatupkan, atau menggertakkan giginya)
  • Gagap dalam gastroenterologi

Penggunaan botox yang paling populer adalah untuk mengatasi kerutan di wajah dan sering digunakan untuk pengecilan bagian frontalis (otot yang mengangkat alis), Glabella (cekungan kecil yang berada di tengah dahi), dan can-thal lines (kerutan di mata).

Indikasi lainnya termasuk pengencangan alis, koreksi “gummy smile”, pengurangan kegemukan di pipi untuk melangsingkan wajah, pengencangan leher Nefertiti, pembentukan tubuh (suntikan gastrocnemius), garis “kelinci” hidung, perioral rhytides (garis perokok), otot mentalis untuk pengurangan dagu “lesung”, dan pengencangan sudut bibir.

Indikasi kegagalan

ilustrasi injeksi Botox (unsplash.com/Sam Moghadam Khamseh)

Pembentukan antibodi penetralisir (nABs) diyakini menjadi alasan utama kegagalan pengobatan. Namun, gagasan ini masih kontroversial dan tidak didukung secara universal dalam literatur medis (PubMed, 2019).

Beberapa ilmuwan percaya bahwa resistensi juga disebabkan oleh penyebab non-imunogenik, seperti penanganan produk yang tidak tepat serta teknik dan dosis yang tidak tepat.

Memahami penyebab kegagalan botox yang imunogenik dan non-imunogenik sangat penting untuk mengembangkan protokol yang tepat dalam pencegahan kegagalan pengobatan.

Ada dua faktor yang mempengaruhi imunogenisitas yakni kandungan kimia formulasi botox tertentu dan cara pemberiannya. Dosis tinggi per pengobatan serta dosis kumulatif yang tinggi dikaitkan dengan kegagalan pengobatan sekunder.

Baca Juga: 7 Efek Jangka Panjang dari Botox yang Perlu Diketahui!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya