TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menuju Indonesia Bebas HIV/AIDS 2030, Apa Strategi yang Disiapkan?

Memperkuat kolaborasi dan solidaritas adalah kuncinya

kemenkopmk.go.id

Tanggal 1 Desember kemarin diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Berdasarkan data dari The Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), ada sekitar 38 juta orang di seluruh dunia yang mengidap HIV/AIDS pada tahun 2019. Dari angka tersebut, 36,2 juta adalah orang dewasa dan 1,8 juta adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Atas dasar itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia (KSIMSI), Durex Eduka5eks PT. Reckitt Benckiser Indonesia, serta organisasi kemahasiswaan seperti AMSA dan CIMSA, dan didukung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengadakan webinar berjudul “Perkuat Kolaborasi, Tingkatkan Solidaritas” pada Senin (30/11/2020).

Diharapkan, Indonesia akan bebas HIV/AIDS di tahun 2030, yaitu tidak ada infeksi HIV baru, tidak ada kematian akibat AIDS, dan tidak ada stigma atau diskriminasi (three zeros). Strategi apa yang disiapkan?

1. Tetap menjalankan upaya edukasi dan pencegahan dari HIV/AIDS

medicinenet.com

Webinar ini dihadiri oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung dari Kementerian Kesehatan RI. Ia mengingatkan bahwa isu HIV/AIDS tidak boleh luput dari perhatian di tengah kondisi pandemi seperti ini. Upaya edukasi dan pencegahan preventif dari HIV/AIDS tetap harus dilakukan.

Per triwulan II tahun 2020 hingga Juni 2020, diperkirakan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mencapai 543.100 orang, mengacu pada data dari Kementerian Kesehatan RI. Dari jumlah tersebut, hanya 205.945 ODHA yang baru memulai konsumsi obat antiretroviral (ARV).

Sayangnya, topik tentang infeksi menular seksual (IMS) belum banyak dibicarakan oleh remaja, orang tua, dan pasangan menikah. Ini mengacu pada survei yang dilakukan oleh Durex Eduka5eks pada tahun 2019. Mirisnya, 3 dari 10 remaja di lima kota besar Indonesia masih percaya bahwa berinteraksi dengan ODHA dapat menyebabkan penularan HIV/AIDS!

2. Pendidikan seks perlu ditanamkan sejak dini untuk memupuk rasa tanggung jawab

speakactchange.org

Pendidikan seks bagi remaja adalah hal yang penting untuk diberikan. Ini ditegaskan oleh Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K), Ketua Tim Penasihat Kolegium PERDOSKI. Menurutnya, pendidikan seks bisa memberikan tuntunan dan bimbingan yang berkaitan dengan jenis kelamin, mencintai, dan rasa tanggung jawab.

Bahkan, pendidikan seks harus dimulai sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Edukasi seks ini mencakup aspek moral, sosial, kesehatan, dan agama. Edukasi harus dimulai dari unit terkecil masyarakat, yakni keluarga, diikuti dengan dokter yang berperan memberikan pengobatan, sementara pemerintah bertugas untuk mendesain program dan regulasi.

Sayangnya, edukasi seks menemui tantangan tersendiri. Dalam skala keluarga, orang tua cenderung malu dan menganggap seks tabu untuk dibicarakan. Tak sedikit pula yang tidak tahu apa yang akan disampaikan dan bagaimana cara menyampaikan dengan benar.

Baca Juga: Penyakit HIV/AIDS: 7 Gejalanya dan Kenali Ciri-cirinya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya