TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Sunat Perempuan dari Sisi Medis, Apakah Berbahaya?

Banyak perempuan di seluruh dunia yang jadi korban

ilustrasi menolak sunat perempuan (mundopsicologos.com)

Minggu (6/2/2022) diperingati sebagai Hari Internasional Tanpa Toleransi untuk Mutilasi Alat Kelamin Perempuan. Hari kesadaran tahunan ini disponsori oleh United Nations (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pertama kali diperkenalkan pada tahun 2003.

Praktik mutilasi alat kelamin atau sunat perempuan disebut tidak memiliki manfaat kesehatan. Sebaliknya, justru berbahaya bagi fisik maupun psikis. Berikut ini penjelasannya!

1. Apa itu sunat perempuan?

ilustrasi alat untuk sunat perempuan (flickr.com/Hardy Chinedu)

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sunat perempuan didefinisikan sebagai pengangkatan sebagian atau keseluruhan alat kelamin perempuan bagian luar untuk alasan nonmedis. Setidaknya, ada 30 negara yang menjalankan praktik ini, terutama di Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Tak terkecuali Indonesia.

Praktik ini kebanyakan dilakukan mulai bayi hingga usia 15 tahun. Setiap tahun, lebih dari 4 juta anak perempuan di seluruh dunia terpaksa menjalani praktik ini, mengutip United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Sunat perempuan dilakukan dengan dalih sudah menjadi budaya turun-temurun, sehingga sulit diberantas.

2. Sunat perempuan memiliki komplikasi jangka pendek dan panjang

ilustrasi pendarahan (factdr.com)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan. Sebaliknya, justru merugikan perempuan secara fisik dan psikis. Dilansir WHO, praktik ini merusak jaringan genital yang sehat dan normal serta mengganggu fungsi alami tubuh perempuan. Komplikasi jangka pendeknya antara lain:

  • Pendarahan yang berlebihan.
  • Pembengkakan jaringan genital.
  • Demam.
  • Masalah kencing.
  • Masalah penyembuhan luka.
  • Infeksi, contohnya tetanus.
  • Cedera pada jaringan genital di sekitarnya.
  • Kematian.

Bagaimana dengan komplikasi jangka panjang?

  • Masalah kemih, seperti buang air kecil yang menyakitkan atau infeksi saluran kemih (ISK).
  • Masalah vagina, seperti gatal, keputihan, dan vaginosis bakterialis.
  • Masalah menstruasi, seperti nyeri haid atau kesulitan mengeluarkan darah haid.
  • Masalah seksual, seperti penurunan kepuasan dan nyeri saat berhubungan badan.
  • Timbul jaringan parut dan keloid.
  • Peningkatan risiko komplikasi persalinan, seperti perdarahan berlebihan, persalinan sulit, memerlukan operasi caesar, dan kematian bayi baru lahir.
  • Masalah psikologis, seperti kecemasan, depresi, harga diri rendah, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Terkadang, ada praktik sunat perempuan di mana lubang vagina sengaja disempitkan atau disegel dengan cara dijahit. Ini membuat perempuan di masa mendatang perlu prosedur medis untuk membukanya kembali supaya bisa menstruasi, melakukan hubungan seksual, maupun melahirkan. Ini bisa meningkatkan risiko infeksi.

Baca Juga: 7 Hal yang Paling Berbahaya bagi Jantung Perempuan, Yuk Hindari!

3. Ada empat tipe sunat perempuan

ilustrasi tipe-tipe sunat perempuan (uksaysnomore.org)

Sunat perempuan sering dilakukan oleh pemotong tradisional atau dukun yang tidak memiliki sertifikasi medis. Praktikknya cenderung tidak higienis dan keamanannya diragukan. Mengutip WHO, sunat perempuan diklasifikasikan menjadi empat jenis utama, yaitu:

  1. Klitoridektomi: yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar klitoris atau lipatan kulit yang mengelilingi kelenjar klitoris.
  2. Eksisi, yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar klitoris dan labia minora (lipatan bagian dalam vulva), dengan atau tanpa pengangkatan labia mayora (dua lipatan besar di luar vagina).
  3. Infibulasi, yaitu penyempitan lubang vagina dengan membuat segel penutup dengan cara memotong dan menjahit. Prosedur ini dilakukan dengan atau tanpa melepas klitoris.
  4. Semua prosedur berbahaya pada alat kelamin perempuan untuk tujuan non-medis, seperti memotong, menggores, membakar, hingga menindik (piercing).

4. Mengapa sunat perempuan tetap dilakukan walau terbukti berbahaya?

Sekolah kebidanan di El Fasher, North Darfur, Sudan. Guru dan murid di sekolah ini menandatangani janji untuk menghentikan praktik mutilasi alat kelamin perempuan di Darfur. (flickr.com/UNAMID/Albert Gonzalez Farran)

Alasan mengapa sunat perempuan tetap dilakukan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain. Namun, secara garis besar, ada peran sosial, budaya, serta tekanan dari keluarga dan masyarakat untuk melanggengkan tradisi ini. Berikut ini beberapa di antaranya: 

  • Sunat perempuan terkadang bertujuan untuk memastikan keperawanan pranikah dan kesetiaan dalam pernikahan, yang dianggap sebagai perilaku seksual yang dapat diterima.
  • Dianggap sebagai bagian penting dari membesarkan anak perempuan.
  • Sebagai cara untuk mempersiapkannya untuk menuju dewasa.
  • Dikaitkan dengan budaya feminitas dan kesopanan yang menunjukkan sifat perempuan. Mencakup gagasan bahwa anak perempuan menjadi "bersih" setelah menghilangkan bagian tubuh yang dianggap najis atau sumber dosa.
  • Terkadang dianggap sebagai norma sosial, sehingga terdapat tekanan untuk menyesuaikan diri dengan apa yang orang lain lakukan. Motivasi lainnya adalah ingin diterima secara sosial dan takut ditolak oleh masyarakat jika tidak melakukannya.
  • Ada sebagian pemuka agama yang mempromosikan praktik ini kepada pengikutnya.
  • Terkadang dianggap sebagai budaya, sehingga dipertahankan dan terus dilestarikan.
  • Di beberapa daerah, otoritas lokal seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, dan bahkan beberapa tenaga medis mungkin berkontribusi untuk menegakkan praktik sunat perempuan.

5. Biaya untuk mengobati komplikasi kesehatan akibat sunat perempuan sangat tinggi

ilustrasi uang (pixabay.com/EmAji)

Tidak hanya merugikan perempuan secara personal, sebenarnya sunat perempuan juga merugikan secara ekonomi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO, biaya pengobatan untuk komplikasi kesehatan akibat sunat perempuan menelan biaya sekitar 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp19,8 triliun untuk 27 negara dalam periode satu tahun, yaitu 2018.

Jika prevalensi praktik sunat perempuan tetap sama, maka pada tahun 2047 biayanya diperkirakan melonjak menjadi 2,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp33 triliun, berdasarkan kurs per Selasa (8/2/2022).

Akan tetapi, jika praktik sunat perempuan makin berkurang, biayanya akan menyusut 60 persen pada 30 tahun mendatang. Kerugian ekonomi akan dihindari jika kita bersama-sama meninggalkan praktik ini.

Baca Juga: Seberapa Penting Pembersih Kewanitaan bagi Kesehatan?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya