TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Paratifus, Apa Bedanya dengan Tifus?

Umum terjadi di negara-negara Asia Tenggara

ilustrasi seseorang mengalami paratifus (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Tifus (tifoid atau demam tifoid) dan paratifus (paratifoid atau demam paratifoid) adalah infeksi bakteri pada saluran usus dan aliran darah. Bakteri penyebab tifoid disebut Salmonella typhi, sementara bakteri penyebab paratifus adalah Salmonella paratyphi.

Infeksi ini bisa terjadi di mana saja di dunia, tetapi lebih umum di area dengan persediaan air yang tidak aman dan sanitasi yang buruk, seperti:

  • India, Pakistan, and Bangladesh.
  • Sebagian besar negara-negara Asia Tenggara.
  • Beberapa negara di Pasifik Selatan, termasuk Papua Nugini.
  • Amerika Tengah dan Amerika Utara.
  • Karibia.
  • Negara-negara di Afrika.
  • Negara-negara di Timur Tengah.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), studi Global Burden of Disease (GBD) tahun 2019 memperkirakan 3,8 juta kasus paratifus (sebagian besar disebabkan oleh paratifus A) dan 23.300 kematian secara global, dan insiden standar usia 51,3/100.000.

Tingkat kejadian demam paratifoid sangat bervariasi menurut geografi—paling umum di Asia Selatan dan Tenggara, tetapi tidak umum di Afrika. Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak, memuncak pada kelompok usia 5–9 tahun. Insiden spesifik usia dapat bervariasi di setiap negara, dan anak-anak dengan paratifus umumnya lebih tua daripada mereka yang menderita tifus.

1. Penularan

Orang yang terinfeksi memiliki bakteri dalam tinja dan terkadang dalam urine. Kalau orang yang terinfeksi tidak mencuci tangan setelah menggunakan toilet, ia dapat menyebarkan bakteri dari tangan ke permukaan dan benda, yang kemudian dapat bersentuhan dengan makanan atau disentuh oleh orang lain, seperti dijelaskan dalam laman Better Health Channel.

Tangan juga bisa terkontaminasi saat mengganti popok bayi yang terinfeksi. Sumber air yang terkontaminasi tinja yang terinfeksi adalah cara umum lain penularan infeksi.

Tanpa pengobatan, sekitar 1 dari 20 orang yang sembuh dari tifus menjadi carrier atau pembawa. Meskipun tidak memiliki gejala penyakit, tetapi mereka memiliki bakteri dalam tinja dan urine, dan dapat menulari orang lain selama sekitar tiga bulan (terkadang hingga satu tahun).

Sekitar 2–5 persen carrier dapat menularkan secara permanen. Orang yang sembuh dari paratifus tanpa perawatan medis juga dapat menjadi carrier, meskipun hal ini kurang umum.

Masa inkubasi tifus biasanya 7–14 hari, tetapi berkisar antara 3–60 hari. Untuk paratifus, masa inkubasinya adalah sekitar 1–10 hari. Timbulnya gejala mungkin lambat, secara bertahap memburuk selama sekitar 3 atau 4 hari. Kalau tidak diobati, penyakit ini biasanya berlangsung sekitar 4 minggu. Setiap komplikasi cenderung terjadi setelah sekitar 2 atau 3 minggu.

Orang-orang yang berisiko tinggi mengembangkan paratifus dan tifus termasuk:

  • Orang yang bepergian ke daerah di mana tifus dan paratifus tersebar luas.
  • Siapa pun yang telah melakukan kontak dekat dengan orang yang terinfeksi.
  • Anak kecil berisiko lebih besar terkena infeksi daripada orang dewasa.

Orang yang telah divaksinasi tifus berisiko lebih rendah, tetapi vaksinasi tidak 100 persen efektif. Antara 20 dan 50 persen orang yang telah divaksinasi mungkin masih mengembangkan tifus setelah terpapar.

2. Gejala

ilustrasi sakit perut (pexels.com/Sora Shimazaki)

Dilansir healthdirect, tifus dan paratifus memiliki gejala yang mirip, tetapi paratifus gejalanya lebih ringan. Gejala kedua penyakit tersebut umumnya berkembang secara bertahap, sering kali muncul 1–3 minggu setelah terpapar.

Gejalanya dapat meliputi:

  • Demam.
  • Sakit perut.
  • Sakit kepala.
  • Konstipasi atau diare parah.
  • Ruam.
  • Merasa sangat lelah.
  • Hilang selera makan. 
  • Nyeri otot dan kelemahan.

Kadang, gejala lainnya yang bisa dirasakan termasuk:

  • Mual atau muntah.
  • Mimisan.
  • Batuk.
  • Delirium atau kebingungan.
  • Perut bengkak.
  • Pembesaran hati atau limpa.

Baca Juga: 8 Gejala Tifus, Penyakit yang Menyerang saat Kamu Makan Sembarangan

3. Diagnosis

Kalau kamu curiga mengembangkan paratifus maupun tifus, cepatlah temui dokter. Diagnosisnya dapat melibatkan:

  • Evaluasi riwayat kesehatan.
  • Pemeriksaan fisik.
  • Riwayat melakukan perjalanan.
  • Tes darah.
  • Tes tinja.
  • Tes urine.
  • Tes sumsum tulang.

4. Pengobatan

ilustrasi pasien (pexels.com/RODNAE Productions)

Tanpa pengobatan, baik tifus maupun paratifus bisa berakibat fatal. Opsi pengobatannya dapat berupa:

  • Rawat inap di rumah sakit. Kamu mungkin memerlukan perawatan medis khusus dan suportif selama beberapa hari.
  • Antibiotik untuk membunuh bakteri, mengurangi risiko komplikasi dan pemulihan yang lebih cepat.
  • Memastikan untuk mencukupi kebutuhan cairan untuk mengatasi dehidrasi yang disebabkan oleh diare dan demam.

5. Komplikasi yang dapat terjadi

Komplikasi tifus dan paratifoid yang serius dan berpotensi mematikan meliputi:

  • Pendarahan usus. Tanda-tandanya meliputi penurunan tekanan darah secara tiba-tiba dan adanya darah dalam tinja.
  • Perforasi (lubang) usus, yang mana ini memungkinkan isi usus dan darah bocor ke rongga perut.
  • Meningitis, yaitu radang selaput yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
  • Peradangan pada organ lain, seperti pankreas atau jantung.
  • Infeksi, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), ginjal, kandung kemih, atau tulang belakang.

Baca Juga: 7 Cara Mengobati Tipes di Rumah agar Lekas Sembuh

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya