TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anemia pada Remaja Putri, Dampaknya Bisa Turunkan IQ Anak Nantinya?

Lahirkan generasi sehat sejak remaja bebas anemia

anemia pada remaja putri bisa berdampak bahaya (pexels.com/Sam Lion)

Anemia adalah masalah kesehatan yang umum terjadi. Ini merupakan kondisi ketika jumlah hemoglobin—protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengangkut oksigen sekaligus zat pewarna merah pada butir darah merah—kurang dari normal, sehingga tubuh kekurangan suplai oksigen.

Anemia lebih rentan dialami oleh remaja putri (23 persen) dibandingkan remaja laki-laki (12 persen). Menurut keterangan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), batas normal kadar hemoglobin untuk perempuan atau remaja putri adalah tidak kurang dari 12 atau 12-14 g/dL.

Anemia sering kali dianggap sebagai kondisi sepele, karena kebanyakan pengidapnya tidak sadar dirinya mengalami anemia, mengingat gejala fisiknya yang umum seperti pucat, mudah lelah, letih, dan lesu.

Akan tetapi, di balik gejala yang tampak umum tersebut, anemia memiliki dampak yang berbahaya, khususnya pada remaja putri dan calon ibu yang akan hamil. Berikut ini dampak berbahaya apabila remaja putri mengalami anemia.

1. Mudah mengantuk dan penurunan konsentrasi

mengantuk dan sulit konsentrasi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tubuh kita selalu membutuhkan oksigen untuk mengubah glukosa menjadi energi, sehingga tubuh bisa berfungsi dengan semestinya.

Oksigen beredar dalam tubuh bersama sel darah merah. Akan tetapi, pada orang dengan anemia, sel darah merah memiliki jumlah di bawah normal. Oleh karena itu, suplai oksigen untuk tubuh tidak tercukupi dan bisa berakibat pada gejala fisik seperti mengantuk dan penurunan konsentrasi.

Baca Juga: 10 Gejala Anemia, Mulai Tubuh Lelah sampai Tampak Pucat

2. Penurunan prestasi dalam belajar

ilustrasi sulit konsentrasi saat belajar (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Adanya penurunan konsentrasi tentunya dapat menurunkan prestasi dalam belajar. Penelitian Nemo Study Group yang diterbitkan dalam The American Journal of Clinical Nutrition tahun 2007 di Jakarta menunjukkan perbedaan signifikan pada skor kemampuan tes kognitif antara anak yang kekurangan dan tidak kekurangan zat besi, yaitu pada kemampuan penggunaan kata-kata dan dalam memahami bacaan.

Zat besi adalah salah satu indikator terjadinya anemia, karena zat besi membantu dalam pembentukan hemoglobin. Inilah kenapa ada program pemberian tablet penambah darah atau suplemen zat besi.

3. Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah

ilustrasi bayi (pexels.com/Laura Garcia)

Penelitian SDKI tahun 2017 menunjukkan angka kelahiran di Indonesia mencapai 57,2 persen, terjadi pada usia 15-19 tahun atau usia remaja.

Menurut Kementerian Kesehatan (2019), jika remaja putri masih mengalami anemia hingga melahirkan, maka dampaknya lebih berbahaya, yaitu berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau kurang dari 2.500 gram.

4. Melahirkan bayi prematur

ilustrasi kehamilan (pexels.com/Leah Kelley)

Kelahiran prematur atau kelahiran sebelum usia 37 minggu sering kali terjadi, dan salah satu penyebabnya adalah kondisi anemia pada ibu hamil. Menurut laporan dalam Jurnal Kedokteran Muhammadiyah tahun 2016, kejadian anemia berhubungan dengan kelahiran prematur, tercatat sekitar 50,5 persen ibu hamil dengan anemia ringan melahirkan bayi prematur. 

Perlu diketahui bahwa kondisi bayi yang lahir prematur berbeda dengan bayi yang lahir dengan waktu normal atau sekitar 40 minggu. Bayi lahir prematur lebih rentan mengalami komplikasi. Tidak hanya bayi saja, sang ibu juga berisiko peningkatan morbiditas ataupun mortalitas.

5. Bayi mengalami anemia

ilustrasi ibu dan bayinya (pexels.com/RODNAE Productions)

Dalam masa kehamilan, asupan gizi bayi mengikuti asupan sang ibu. Asupan gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan ibu hamil dapat menyebabkan anemia. Lalu, bagaimana kondisi bayi yang lahir dari ibu hamil anemia defisiensi besi?

Dilansir Kementerian Kesehatan, apabila bayi lahir dengan kondisi yang sama, yaitu defisiensi besi, maka bayi juga dapat mengalami anemia pada usia 4 bulan. 

Pastikan ibu hamil bebas dari anemia. Jika diperlukan, konsumsi suplemen penambah darah, asam folat, dan konsumsi makanan yang tinggi vitamin B12 seperti kerang, ikan, daging sapi, susu, atau yoghurt.

Baca Juga: 12 Makanan Penambah Darah untuk Mengobati Penyakit Anemia

Writer

Putri Yulianingtyas

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya