TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gangguan Kepribadian Dependen: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Membuat seseorang selalu mengandalkan orang lain

ilustrasi gangguan kepribadian dependen (pexels.com/cottonbro)

Meski makhluk sosial, manusia juga merupakan individu yang harus punya kemampuan secara independen, baik dalam pekerjaan atau aktivitas lainnya. Saat masih kecil, wajar kalau kita butuh bantuan orang lain. Ketika beranjak dewasa, kita dituntut untuk mandiri, terutama dalam mengambil keputusan dan menghadapi masalah. 

Bukan berarti butuh bantuan orang lain itu salah. Namun, ada orang-orang yang selalu menggantungkan segala urusannya kepada orang lain, membuatnya tak mampu untuk menyelesaikannya sendiri. Kondisi ini merupakan tanda gangguan kepribadian dependen atau dependent personality disorder.

Berdasarkan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association, gangguan kepribadian dependen masuk dalam klaster C, bersama dengan gangguan kepribadian menghindar (avoidant personality disorder atau APD) dan gangguan obsesif kompulsif (OCD).

Apakah kamu merasa terlalu bergantung atau mengandalkan orang lain? Yuk, kenali lebih jauh tentang gangguan kepribadian dependen lewat ulasan di bawah ini.

1. Pengertian dan penyebab

Orang dengan gangguan kepribadian dependen selalu membutuhkan bantuan orang lain. (pexels.com/Marina Shatskih)

Dilansir Healthline dan Psychology Today, gangguan kepribadian dependen (DPD) adalah salah satu gangguan kepribadian yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan berbagai hal sendirian. Penderitanya memiliki ketergantungan berlebihan terhadap orang lain untuk mendapat kenyamanan, kepastian, nasihat, serta dukungan.

Orang-orang dengan DPD sulit untuk berkata "tidak", terutama kepada orang yang dianggap penting dalam hidupnya. Mereka sulit untuk hidup mandiri, sehingga mereka akan bersikap setuju, sekalipun pada hal-hal yang mereka anggap salah. Mereka rela melakukannya daripada harus berpisah atau kehilangan orang-orang yang bisa mereka andalkan.

Penyebab DPD belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor berikut ini diyakini berperan dalam perkembangan gangguan kepribadian tersebut:

  • Pernah merasa terabaikan atau ditinggalkan seseorang
  • Mendapat pola asuh yang terlalu protektif atau otoriter
  • Mengalami tindakan kekerasan di masa lalu
  • Trauma masa kecil
  • Memiliki hubungan yang penuh kekerasan
  • Memiliki riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan

Baca Juga: 7 Gangguan Mental Paling Langka di Dunia, Jarang Diketahui

2. Tanda dan gejala

ilustrasi gangguan kepribadian dependen (unsplash.com/Christian Newman)

Seseorang dengan DPD biasanya pertama kali menunjukkan tanda-tanda pada awal hingga pertengahan masa dewasa. Dirangkum berbagai sumber, mereka sering pesimistis dan meremehkan kemampuan dirinya. Kritik dan ketidaksetujuan dianggap sebagai bukti bahwa mereka tidak berharga, membuat hilang kepercayaan diri.

Kondisi ini juga memengaruhi aktivitas sehari-hari yang perlu inisiatif. Tidak bisa memutuskan sesuatu seorang diri membuat mereka cenderung menghindar dari tanggung jawab dan cemas bila dihadapkan pada hal-hal yang butuh pengambilan keputusan.

Sulit bekerja secara mandiri, individu dengan DPD akan minta bantuan atau kepastian dari orang lain sebelum mulai mengerjakan tugas. Hubungan sosial juga bisa menjadi terbatas, hanya pada orang-orang yang menjadi sandaran mereka.

Mereka juga cenderung bersikap pasif serta membiarkan orang lain untuk mengambil inisiatif dan tanggung jawab atas sebagian besar kehidupannya.

3. Timbul rasa cemas saat sedang sendirian

Orang-orang dengan gangguan kepribadian depended sering merasa cemas saat sendirian. (unsplash.com/Mike Palmowski)

Orang-orang dengan DPD merasa tidak nyaman atau tidak berdaya saat sendirian, karena merasa takut jika tak bisa mengurus dirinya. 

Ketika suatu hubungan dekat berakhir, misalnya putus cinta, pertemanan, atau ditinggalkan orang terdekat, mereka akan segera mencari hubungan lain untuk mendapatkan kepedulian dan dukungan.

Saat sedang sendiri, orang dengan DPD juga bisa mengalami kecemasan, gugup, serangan panik, ketakutan, dan keputusasaan.

4. Diagnosis dan komplikasi yang bisa terjadi

Penderita gangguan kepribadian dependen bisa mengalami depresi. (pexels.com/Kat Jayne)

Dalam diagnosis DPD, butuh pemeriksaan oleh ahli kejiwaan. Menurut sebuah laporan dalam Graduate Journal of Counseling Psychology tahun 2009, diagnosis gangguan kepribadian ini lebih banyak ditemukan pada perempuan ketimbang laki-laki, meskipun ada penelitian lainnya yang menunjukkan prevalensi yang sama.

Lelaki dikatakan lebih tinggi kemungkinannya untuk mengenali dan mengakui sifat atau perilaku ketergantungan terhadap orang lain ini.

Berbagai gejala yang dialami dan riwayat kesehatan pasien akan dibandingkan dengan kriteria-kriteria yang memenuhi diagnosis. Setelah diagnosis ditentukan, penderita DPD perlu mendapat penanganan. Jika dibiarkan, maka berisiko memunculkan kondisi mental lainnya.

Mengutip Cleveland Clinic dan Healthline, komplikasi yang bisa muncul dari DPD yang tidak ditangani adalah gangguan kecemasan, depresi, fobia tertentu, serta penyalahgunaan zat. 

Penanganan sedini dapat membantu mencegah perkembangan DPD menjadi komplikasi-komplikasi tersebut.

Baca Juga: Nyata dan Harus Diwaspadai, 24 Penyebab Umum Gangguan Mental

Verified Writer

Rifa

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya