Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Suntik Putih Bisa Menyebabkan Autoimun?

ilustrasi suntik putih (pexels.com/Artem Podrez)

Penyanyi Cita Rahayu atau Cita Citata mengaku mengidap penyakit autoimun buntut dari gaya hidupnya yang rutin melakukan suntik putih dan vitamin C.

Penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang tubuhnya sendiri. Ada lebih dari 80 penyakit yang digolongkan dalam penyakit autoimun. Beberapa di antaranya memiliki gejala serupa, seperti lelah, nyeri otot, dan demam.

Apakah benar suntik pemutih dan vitamin C bisa menyebabkan autoimun? Berikut jawabannya.

1. Aman jika sesuai dosis

Dalam keterangannya, dokter spesialis kulit, kelamin, dan estetika, dr. Arini Astasari Widodo, SM, SpDVE mengatakan bahwa reaksi autoimun yang terkait secara khusus dengan suntik putih masih belum terlalu jelas.

“Laporan mengenai efek samping seperti ruam kulit, alergi, atau reaksi di tempat injeksi memang pernah dilaporkan. Suntikan vitamin C umumnya dianggap aman ketika diberikan dalam dosis yang direkomendasikan,” kata dr. Arini kepada IDN Times.

Suntikan ini digunakan bagi mereka yang ingin mendapatkan kulit cerah. Bahkan, menurutnya pernah ditemukan penelitian bahwa vitamin C dapat membantu pasien dengan penyakit autoimun dan alergi.

Sebuah studi klinis mengenai efek pengobatan infus vitamin C terhadap gangguan kekebalan dinilai pada empat pasien dengan penyakit autoimun (PubMed, 1995). Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

  • Perawatan injeksi atau infus vitamin C menginduksi peningkatan aktivitas glukokortikoid plasma dengan penundaan sekitar 2 jam, yang dinilai dari jumlah eosinofil dan konsentrasi kortisol plasma.
  • Namun, dalam waktu 2 jam setelah pemberian vitamin C, terjadi penurunan kortisol plasma yang luar biasa tanpa adanya perubahan jumlah eosinofil, sebuah temuan yang menunjukkan adanya beberapa penyerap kortisol yang fungsinya dipicu oleh vitamin C.
  • Perawatan vitamin C yang sama juga mempercepat diuresis dan ekskresi 17-OHCS.

Studi lain juga menyebutkan bahwa sel T regulator (Treg) akan membantu mengontrol peradangan dan autoimun dalam tubuh. Namun, untuk menghasilkan sel T yang stabil, kamu membutuhkan vitamin C atau enzim yang disebut protein TET (EMBO Reports, 2021).

Kehadiran sel T sangat penting sehingga para ilmuwan berupaya menghasilkan yang stabil, disebut iTregs secara in vitro, untuk digunakan sebagai pengobatan penyakit autoimun.

Para ilmuwan di La Jolla Institute for Immunology dan Emory University School of Medicine melaporkan bahwa vitamin C dan protein TET dapat bekerja sama untuk memberi kekuatan yang maksimal pada sel T.

2. Kandungan pemutih kulit

Injeksi pemutih kulit, kata dr. Arini, sering kali menggunakan zat seperti glutation, vitamin C, dan antioksidan lainnya.

  • Glutation (glutathione): Glutation adalah antioksidan yang diproduksi secara alami dalam tubuh. Berperan dalam detoksifikasi dan melindungi sel dari kerusakan.
  • Vitamin C: Vitamin C ialah antioksidan dengan berbagai manfaat kesehatan, termasuk yang mendukung sistem kekebalan.

Injeksi pemutih kulit dapat mengandung bahan-bahan lain seperti arbutin, asam kojat, atau enzim tertentu.

"Sering kali ditemukan injeksi pemutih yang isinya bermacam-macam. Tidak menutup kemungkinan kandungan lain di luar vitamin C dan glutation yang dapat memicu reaksi alergi," lanjutnya.

Meskipun bahan-bahan ini dapat memengaruhi sistem kekebalan dan keseimbangan kadarnya dalam tubuh, tetapi penting untuk modulasi sistem imunitas karena umumnya tidak terkait dengan reaksi autoimun.

Reaksi autoimun melibatkan sistem kekebalan yang secara keliru menyerang jaringan tubuh sendiri dan pemicu penyakit ini bersifat kompleks serta multifaktorial, sehingga tidak menutup kemungkinan ada individu yang sudah memiliki bakat autoimun namun tidak menyadari atau penyakitnya belum bermanifestasi.

3. Lakukan dengan aman

ilustrasi suntik putih untuk mencerahkan wajah (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Melakukan suntik putih dan suntik vitamin C di klinik atau praktik yang tidak memiliki lisensi akan berisiko dan berbahaya bagi kesehatan. Klinik tanpa lisensi mungkin tidak memiliki tenaga kesehatan yang sesuai kualifikasi untuk menilai status kesehatan pasien, memastikan bahwa perawatan tersebut aman dan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.

Selain itu, klinik dapat menggunakan produk yang tidak tersertifikasi, yang berarti tidak terjamin apakah kondisinya baik, ada kontaminasi, dan apakah seluruh kandungannya aman untuk diinjeksikan.

“Dosis yang salah, langkah-langkah pencegahan infeksi yang tidak mampu dan konsekuensi kesehatan jangka panjang merupakan risiko yang serius,” lanjut dr. Arini.

Baik suntik putih maupun vitamin C, keduanya harus diberikan oleh profesional kesehatan yang berkualifikasi di lingkungan klinis yang tepat.

Individu yang mempertimbangkan pengobatan ini sebaiknya berkonsultasi dengan dokter, terutama jika memiliki riwayat penyakit autoimun atau alergi. Pemantauan terhadap efek samping sangat penting, mengingat respons suntikan akan berbeda pada setiap orang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Misrohatun H
3+
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us