Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang lansia mengelap dahinya, terpapar cuaca panas.
ilustrasi lansia sedang kepanasan (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Salah satu tantangan terbesar lansia saat cuaca panas adalah ketika tubuh tidak mampu mendinginkan diri dengan baik.

  • Selain mengganggu kemampuan tubuh mengatur suhu, panas ekstrem juga memberi beban ekstra pada jantung.

  • Bagi lansia menjaga hidrasi bukan hal mudah. Seiring bertambahnya usia, rasa haus tidak lagi sepeka dulu, sehingga tubuh sering terlambat memberi sinyal ketika cairan mulai berkurang.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Suhu bumi yang terus meningkat membuat gelombang panas datang lebih sering dan terasa makin ekstrem di berbagai penjuru dunia.

Bagi sebagian orang, panas yang berkepanjangan mungkin cuma bikin tubuh gerah, lelah, atau bad mood. Namun, bagi mereka yang sudah lanjut usia, kondisi ini bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan.

Pada tubuh lansia, ketahanan terhadap suhu ekstrem tidak sekuat dulu. Panas berlebih dapat mengganggu fungsi organ, memperburuk penyakit kronis, bahkan memicu kondisi darurat medis.

Inilah sebabnya memahami risiko dan mengenali tanda-tanda penyakit akibat panas menjadi sangat penting, terutama bagi lansia yang sedang menjalani pengobatan atau punya riwayat kesehatan tertentu. Mengetahui cara melindungi diri dari dampak gelombang panas atau cuaca panas ekstrem bisa menjadi kunci untuk menjaga keselamatan.

1. Tubuh lansia lebih sulit mendinginkan diri

Salah satu tantangan terbesar saat cuaca panas adalah ketika tubuh tidak mampu mendinginkan diri dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, seseorang bisa mengalami heat exhaustion atau kelelahan akibat panas, yang ditandai dengan pusing, lemas, hingga denyut nadi makin cepat. Jika tidak segera ditangani, keadaan ini dapat berkembang menjadi heatstroke, sebuah kondisi darurat medis yang berisiko menyebabkan kerusakan organ permanen, bahkan mengancam nyawa.

Mekanisme utama tubuh untuk menurunkan suhu adalah melalui keringat. Saat butiran keringat menguap, panas tubuh ikut terangkat, membuat suhu kembali stabil. Namun, seiring penuaan, kemampuan kelenjar keringat menurun. Produksinya tidak lagi sebanyak atau secepat dulu, sehingga tubuh lansia lebih rentan terhadap panas berlebih.

Kerentanan ini bisa makin diperparah oleh obat-obatan tertentu yang umum dikonsumsi lansia. Beberapa di antaranya—seperti antihistamin, antidepresan, obat tekanan darah tinggi, hingga obat untuk kandung kemih overaktif—dapat menghambat produksi keringat atau mengganggu mekanisme tubuh dalam mengatur suhu. Akibatnya, panas yang seharusnya bisa dilepaskan justru terperangkap di dalam tubuh.

2. Dampak panas ekstrem terhadap jantung

Selain mengganggu kemampuan tubuh mengatur suhu, panas ekstrem juga memberi beban ekstra pada jantung. Untuk membuang panas, tubuh secara otomatis meningkatkan aliran darah ke permukaan kulit. Mekanisme ini memang membantu menurunkan suhu, tetapi konsekuensinya jantung harus bekerja lebih keras. Bagi mereka yang punya penyakit jantung, ini bisa menjadi ancaman serius.

Sebuah penelitian dalam jurnal Circulation pada tahun 2023 menunjukkan bahwa gelombang panas berkaitan dengan meningkatnya risiko serangan jantung fatal pada lansia di Provinsi Jiangsu, China. Risiko tersebut bahkan melonjak lebih tinggi pada hari-hari dengan suhu ekstrem yang disertai polusi udara berat, termasuk polusi akibat kebakaran hutan.

3. Dehidrasi menjadi pemicu bahaya tambahan

ilustrasi lansia (pexels.com/Kampus Production)

Air adalah sahabat utama tubuh saat menghadapi teriknya cuaca panas. Tanpa cukup cairan, tubuh tidak mampu menghasilkan keringat yang berfungsi menurunkan suhu, maupun menjaga organ tetap bekerja dengan baik.

Namun, bagi lansia menjaga hidrasi bukan hal mudah. Seiring bertambahnya usia, rasa haus tidak lagi sepeka dulu, sehingga tubuh sering terlambat memberi sinyal ketika cairan mulai berkurang. Ini bisa diperparah oleh penggunaan obat-obatan tertentu, seperti diuretik dan laksatif, yang justru mempercepat hilangnya cairan dari tubuh.

Akibatnya, risiko dehidrasi meningkat, dan dehidrasi inilah yang bisa membuka jalan bagi berbagai masalah kesehatan serius di tengah cuaca panas ekstrem.

4. Memperparah masalah ginjal

Saat tubuh kekurangan cairan, ginjal bisa mengalami gangguan serius dan memicu kerusakan organ lain. Kondisi ini makin berbahaya bagi lansia yang sudah memiliki penyakit ginjal. Berikut adalah anjuran dokter mengenai kebutuhan cairan harian:

  • Waspadai tanda-tanda dehidrasi seperti urine berwarna gelap, jarang buang air kecil, pusing, atau mulut kering.

  • Hindari minuman berkafein, terlalu asin, atau manis karena bisa memperburuk dehidrasi.

5. Dampak emosional dan sosial

Gelombang panas bukan hanya menyerang fisik, tetapi juga bisa memengaruhi kondisi mental lansia. Saat suhu luar ruangan terlalu tinggi, mereka terpaksa berdiam diri di rumah, yang bisa menimbulkan rasa bosan, kesepian, atau bahkan depresi. Lansia dengan gangguan kognitif mungkin juga tidak menyadari bahaya cuaca ekstrem atau lupa mengikuti peringatan cuaca.

Bagi mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas atau tanpa akses transportasi, mencari tempat yang lebih sejuk seperti taman atau mall dengan AC bisa jadi sulit. Kondisi ini lebih berbahaya di negara berpendapatan rendah hingga menengah, di mana banyak lansia tinggal di rumah yang tidak layak atau tanpa akses AC dan layanan kesehatan memadai. 

Cuaca panas ekstrem bukan sekadar membuat tidak nyaman, tapi juga bisa mematikan bagi lansia. Maka dari itu, penting untuk mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga hidrasi, serta memastikan lingkungan tetap sejuk dan aman. Dalam menghadapi gelombang panas, perlindungan terbaik datang dari kewaspadaan dan kepedulian terhadap kesehatan diri sendiri dan orang-orang terkasih.

Referensi

"How Extreme Heat Affects the Body After 50." AARP. Diakses pada Oktober 2025.

"Heat Waves Can Be Deadly for Older Adults: An Aging Global Population and Rising Risk." Gavi. Diakses pada Oktober 2025.

Ruijun Xu et al., “Extreme Temperature Events, Fine Particulate Matter, and Myocardial Infarction Mortality,” Circulation 148, no. 4 (July 24, 2023): 312–23, https://doi.org/10.1161/circulationaha.122.063504.

Editorial Team