Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bahaya Tersembunyi dalam Limbah Elektronik, Jangan Dibuang Sembarangan

ilustrasi limbah elektronik (freepik.com/Freepik)

Perkembangan teknologi yang cepat tidak bisa kita dihindari. Banyak perangkat elekronik baru yang silih berganti dalam waktu singkat. Produsen menawarkan teknologi terbaru yang lebih canggih daripada versi sebelumnya. Namun, cepatnya perkembangan teknologi memiliki dampak negatif, salah satunya masa pakai perangkat elektronik yang lebih pendek. Hal ini terjadi karena konsumen ingin memiliki perangkat terbaru atau terbatasnya pilihan servis perangkat yang dimiliki.

Teknologi yang kian cepat ini menimbulkan masalah baru, yaitu limbah elektronik. Kebanyakan limbah elektronik dibuang begitu saja ke tempat sampah bersama sampah lainnya. Padahal, sampah elektronik yang dibuang sembarangan tanpa dikelola dengan baik menyimpan ancaman bagi kesehatan. Berikut ulasannya!

1. Kondisi limbah elektronik di Indonesia

ilustraasi sampah elektronik (freepik.com/Freepik)

Jutaan perangkat listrik dan elektronik, seperti komputer, ponsel, peralatan rumah tangga berukuran besar, hingga peralatan medis dibuang setiap tahun karena rusak atau telah usang. Barang elektronik yang dibuang tersebut dikenal sebagai limbah elektronik atau e-waste.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), limbah elektronik merupakan limbah padat dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Pada tahun 2019, diperkirakan 53,6 juta ton limbah elektronik dihasilkan di seluruh dunia. Namun, hanya 17,4 persen saja yang tercatat karena dikumpulkan dan didaur ulang secara resmi.

Lalu bagaimana kondisi sampah elektronik di Indonesia? Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah timbunan sampah elektronik berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai 2 juta ton pada 2021.

Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah sampah elektronik terbesar, yaitu sebesar 56 persen dari total sampah elektronik Indonesia. Seiring dengan perkembangan teknologi, jumlah timbunan sampah elektronik diperkirakan makin meningkat tiap tahunnya. Jika tidak dibuang dan diolah dengan benar, sampah elektronik berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia.

2. Sampah elektronik yang dibuang sembarangan dapat mencemari lingkungan

ilustrasi sampah elektronik dibuang di tempat pembuangan sampah (freepik.com/Freepik)

Mengutip laman United Nations Environment Programme, kurang dari 20 persen dari total limbah elektronik yang didaur ulang secara formal. Sementara 80 persennya berakhir di tempat pembuangan sampah atau didaur ulang secara informal. Limbah elektronik yang dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) dapat mencemari tanah dan air tanah, sehingga membahayakan sistem pasokan makanan dan air.

Limbah elektronik dapat merusak lingkungan jika dibuang sembarangan karena mengandung bahan berbahaya di dalamnya. Seperti dijelaskan Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah elektronik mengandung komponen dari bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti timbal, merkuri, kadmium, dan lainnya. Meski pemakainya tidak melakukan kontak langsung dengan zat yang ada di dalamnya, ketika barang itu menjadi limbah, bahan beracun dapat terlepas ke lingkungan jika limbahnya tidak dikelola dengan baik.

WHO menjelaskan, membuang sampah elektronik ke tanah atau sungai, membuang bersama jenis sampah lainnya, pembakaran, atau pembongkaran secara manual merupakan aktivitas yang dianggap berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Berbagai aktivitas tersebut dapat melepaskan zat beracun serta mencemari tanah, air, dan udara di tempat daur ulang dan masyarakat sekitar. Agar tidak merusak lingkungan, sampah elektronik membutuhkan pengelolaan khusus.

3. Daur ulang sampah elektronik informal dapat mengganggu kesehatan pekerja dan orang lain

ilustrasi limbah elektronik (unsplash.com/Sahand Babali)

Seperti penjelasan sebelumnya, selain berakhir di tempat pembuangan sampah, sebagian besar limbah elektronik didaur ulang secara informal. Menurut WHO, jutaan ton limbah elektronik setiap tahun didaur ulang menggunakan cara yang tidak ramah lingkungan. Limbah elektronik kemungkinan besar disimpan di rumah atau gudang, dibuang, diekspor, atau didaur ulang dalam kondisi buruk.

United Nations Environment Programme menjelaskan, sektor daur ulang limbah elektronik informal di banyak negara berkembang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti aqua regia, asam nitrat, dan asam klorida untuk mengambil material berharga, seperti emas dari komponen elektronik. U.S. Environmental Protection Agency (EPA) menjelaskan, bahwa pembakaran limbah elektronik di tempat terbuka dan penggunaan bahan kimia untuk mengambil material berharga pada barang elektronik menyebabkan pekerja terpapar zat berbahaya.

Limbah elektronik dianggap sebagai limbah berbahaya karena mengandung bahan beracun atau dapat menghasilkan bahan kimia beracun jika diolah dengan tidak tepat. Selain mengganggu kesehatan, bahan kimia yang dibuang dengan tidak benar dapat mencemari lingkungan. Tanpa pengelolaan limbah elektronik yang bertanggung jawab, terutama di daerah dengan aktivitas daur ulang informal, zat berbahaya ini dapat mencemari lingkungan, termasuk tanah dan sumber air.

4. Perempuan hamil dan anak-anak paling rentan terhadap efek buruk dari sampah elektronik

ilustrasi ibu hamil (freepik.com/user15285612)

Ketika diolah dengan tidak benar, limbah elektronik dapat melepaskan sebanyak 1.000 zat kimia yang berbeda ke lingkungan. Beberapa di antaranya termasuk dalam sepuluh bahan kimia yang menimbulkan masalah kesehatan, seperti dioksin, timbal, dan merkuri. Timbal adalah salah satu zat yang umum dilepaskan ke lingkungan jika limbah elektronik didaur ulang, disimpan, atau dibuang sembarangan, seperti dibakar.

Kegiatan daur ulang limbah elektronik yang buruk dapat mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Perempuan hamil dan anak-anak merupaakan kelompok yang sangat rentan terhadap bahaya zat tersebut. International Labour Organization (ILO) dan WHO memperkirakan ada jutaan perempuan dan pekerja anak yang bekerja di sektor daur ulang informal di seluruh dunia dan berisiko terkena limbah elektronik.

Limbah elektronik tidak boleh dibuang sembarangan dan harus dikelola dengan baik. Limbah elektronik dapat melepaskan bahan berbahaya, seperti timbal jika tidak dikelola dengan baik. Memperpanjang masa pakai barang elektronik dapat membantu mengurangi limbah elektronik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dewi Purwati
EditorDewi Purwati
Follow Us