Meski menjanjikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari kedua studi ini. Pertama, kedua studi tersebut tercantum di jurnal bioRxiv, dengan kata lain, masih belum melewati ulasan sejawat (peer review).
Dilansir Nature, pakar imunologi Rockefeller University, Michel C. Nussenzweig, mengatakan bahwa penelitian Jesse dan tim memiliki sampel yang tergolong minim. Selain itu, Michel mengatakan bahwa penelitian tersebut tak menunjukkan antibodi baru bisa melindungi dari varian baru, melainkan hanya "terikat" saja.
Michel telah merilis studi mengenai imunitas terhadap Omicron. Dimuat dalam Journal of Experimental Medicine pada edisi Desember 2022 mendatang, Michel dan tim menemukan bahwa infeksi Omicron hanya mendorong antibodi spesifik terhadap varian tersebut, bukan terhadap semua varian SARS-CoV-2 saat ini atau yang akan datang.
"Hasil ini menunjukkan bahwa efek booster spesifik strain terhadap memori sel B kemungkinan besar terbatas," tulis Michel dan tim dalam penelitian bertajuk "Memory B cell responses to Omicron subvariants after SARS-CoV-2 mRNA breakthrough infection in humans".
ilustrasi vaksin LSD. (IDN Times/Aditya Pratama)
Berseberangan dengan Michel, virolog asal La Jolla Institute for Immunology, Shane Crotty, memuji kedua studi tersebut. Menurut Shane, dengan temuan ini, ternyata imunitas manusia "tidak kalah kreatif daripada virus".
"Semua itu menunjukkan kebrilianan sistem imun menebak varian apa dan bentuknya," ujar Shane.
Meski begitu, Shane mengatakan bahwa saat ini, kemungkinan kecil akan ditemukan bagian virus yang tak bisa bermutasi untuk menghindari sistem imun. Dengan lebih dari 625 juta kasus, SARS-CoV-2 memiliki berbagai cara untuk mengelak imunitas tubuh manusia. Bagaimana pun, virus juga adalah makhluk hidup yang ingin bertahan, 'kan?
Baik Ali maupun Jesse berharap dunia mengembangkan vaksin booster khusus varian sehingga antibodi jadi makin beragam.