Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi polusi udara (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Akhir-akhir ini kualitas udara di Jakarta dan beberapa kota lainnya tergolong tidak sehat, dan beberapa kali bertengger di peringkat teratas kota paling berpolusi di dunia.

Kondisi ini tentu sangat menghawatirkan dan berbahaya bagi kesehatan, khususnya bagi sistem pernapasan. Buktinya tercatat peningkatan ISPA di kota-kota yang tingkat polusi udaranya buruk.

Sayangnya, polusi udara tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga bagi kesehatan mental. Berikut ini beberapa cara polusi udara dapat meningkatkan risiko depresi.

1. Polusi udara menyebabkan disregulasi neurotransmiter

ilustrasi depresi (unsplash.com/Nick Fewings)

Neurotransmiter adalah senyawa kimia dalam otak yang bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal antar sel saraf. Salah satu neurotransmiter yang paling dikenal adalah serotonin, yang sering dijuluki sebagai "hormon kebahagiaan." Ketika tingkat serotonin dalam otak terganggu atau jumlahnya menurun, ini dapat berkontribusi pada perkembangan depresi.

Polusi udara ternyata memiliki dampak yang lebih luas di dalam tubuh kita, termasuk pada kesehatan mental.

Studi dalam jurnal Environmental Pollution (2022) menemukan bahwa salah satu mekanisme paparan jangka panjang terhadap polusi udara terhadap kesehatan mental adalah gangguan keseimbangan neurotransmiter di otak. Partikel kecil seperti PM2.5 dan gas seperti NO2 dapat merusak sistem saraf dan memicu peradangan di otak. Inilah yang disebut sebagai disregulasi neurotransmiter.

Disregulasi neurotransmiter dapat mengubah suasana hati dan mengganggu fungsi kognitif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko depresi. Dengan kata lain, ketika kadar neurotransmiter tidak seimbang akibat paparan polusi udara, kita bisa menjadi lebih rentan terhadap depresi.

Namun, perlu diingat bahwa depresi adalah masalah kesehatan yang kompleks, dan polusi udara hanya salah satu faktor yang dapat memengaruhinya.

2. Menyebabkan inflamasi sistemik

Editorial Team

Tonton lebih seru di