Gemma Lewis et al., “Maintenance or Discontinuation of Antidepressants in Primary Care,” New England Journal of Medicine 385, no. 14 (September 29, 2021): 1257–67, https://doi.org/10.1056/nejmoa2106356.
"Causes of Depression Relapse." Clear Behavioral Health. Diakses September 2025.
Sloan Kruger Jessica, “Looking Into Screen Time: Mental Health and Binge Watching,” November 1, 2015, https://aphanew.confex.com/apha/143am/webprogram/Paper335164.html.
"Causes of Depression Relapse." Neuroscience Institute. Diakses September 2025.
"Chronic Illness." Cleveland Clinic. Diakses September 2025.
"Top Relapse Triggers for Depression & How to Prevent Them." Psych Central. Diakses September 2025.
"Common Triggers of Depression Relapse." Everyday Health. Diakses September 2025.
Jean Y. Ko et al., “Trends in Postpartum Depressive Symptoms — 27 States, 2004, 2008, and 2012,” MMWR Morbidity and Mortality Weekly Report 66, no. 6 (February 16, 2017): 153–58, https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6606a1.
"Postpartum Disorders." Anxiety and Depression Association of America. Diakses September 2025.
15 Penyebab Depresi Kambuh yang Perlu Diperhatikan

- Perubahan hormon pada perempuan dapat memicu depresi. Alasannya, hormon memengaruhi susunan kimiawi otak yang mengendalikan emosi dan suasana hati.
- Kehilangan orang tercinta, bencana alam, kecelakaan, atau pengalaman kekerasan, semua itu adalah peristiwa traumatis yang bisa memicu depresi kambuh.
- Ketika stres menumpuk, banyak orang tanpa sadar mulai mengabaikan diri sendiri. Jika stres dibiarkan menggerogoti kebiasaan merawat diri, risiko depresi kambuh akan meningkat.
Depresi berat ialah kondisi yang kompleks dan menantang. Memang, kondisi ini dapat dikendalikan dengan perawatan intensif. Akan tetapi, masih ada potensi depresi kambuh dan kondisinya menjadi lebih berat.
Kekambuhan depresi adalah hal yang umum terjadi. Kekambuhan didefinisikan sebagai episode baru depresi setelah pemulihan. Ada kejadian tertentu yang dapat memicu episode depresi. Pemicu biasanya adalah hal-hal yang sangat pribadi. Dan, hal-hal yang menyebabkan kekambuhan depresi bagi satu orang belum tentu memicu kekambuhan bagi orang lain.
Untuk membantu menurunkan risiko mengalami kekambuhan, di bawah ini dipaparkan apa saja penyebab depresi kambuh.
1. Menghentikan pengobatan atau pengobatan yang tidak tuntas
Ketika seseorang sudah lama menjalani terapi antidepresan, lalu merasa obat tidak lagi membantu, wajar jika muncul keinginan untuk meminta dokter mengganti jenis atau dosisnya. Namun, perubahan mendadak, atau menghentikan obat tanpa arahan dari dokter, bisa memicu kambuhnya depresi.
Pedoman umumnya, antidepresan sebaiknya diberi waktu setidaknya empat minggu sebelum diputuskan untuk diganti. Alasannya, perubahan obat dapat mengganggu keseimbangan zat kimia otak seperti dopamin, serotonin, dan endorfin—molekul yang berperan besar dalam suasana hati, rasa nyaman, dan kesejahteraan.
Bahkan ketika seseorang merasa cukup baik untuk mulai menghentikan obat, risiko tetap ada. Sebuah studi menemukan bahwa orang yang perlahan menghentikan antidepresan setelah dua tahun pemakaian justru lebih sering mengalami kekambuhan dalam satu tahun, dibanding mereka yang melanjutkan pengobatan. Selain itu, mereka juga lebih rentan mengalami kecemasan dan gejala putus obat.
2. Perubahan hormon
Perubahan hormon pada perempuan dapat memicu depresi. Alasannya, hormon memengaruhi susunan kimiawi otak yang mengendalikan emosi dan suasana hati.
Karena alasan ini, perempuan lebih rentan mengalami depresi saat pubertas, selama dan setelah kehamilan, dan saat perimenopause. Memiliki gangguan depresi sebelum hamil menempatkan perempuan pada risiko yang lebih besar mengalami depresi pascapersalinan.
3. Stres

Ketika stres menumpuk, banyak orang tanpa sadar mulai mengabaikan diri sendiri. Tidur jadi tidak teratur, pola makan berantakan, bahkan kegiatan yang biasanya membawa kebahagiaan perlahan ditinggalkan.
Masalahnya, jika stres dibiarkan menggerogoti kebiasaan merawat diri, risiko depresi kambuh akan meningkat. Stres bisa membuat seseorang lupa pada hal yang paling penting, yaitu menjaga kesehatan mental.
Mengelola stres dengan baik merupakan langkah pencegahan penting agar depresi tidak kembali menghantui.
4. Peristiwa traumatis
Kehilangan orang tercinta, bencana alam, kecelakaan, atau pengalaman kekerasan, semua itu adalah peristiwa traumatis yang bisa mengguncang hidup. Bagi mereka yang memiliki gangguan depresi, dampaknya bisa terasa lebih berat dibanding orang tanpa riwayat serupa.
Trauma sering menjadi pemicu utama kambuhnya depresi. Rasa sakit emosional dapat membuat seseorang menarik diri dari lingkungan, berhenti berolahraga, makan tidak teratur, hingga sulit tidur. Perlahan, kebiasaan sehat yang menjaga keseimbangan mental pun runtuh.
Ketika efek trauma semakin menumpuk, mencegah depresi kambuh menjadi tantangan besar. Inilah sebabnya dukungan, perawatan, dan strategi pemulihan sangat penting setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis.
5. Perilaku adiktif
Alkohol dan perjudian kerap digunakan sebagai pelarian sementara untuk stres. Bukan rahasia lagi bahwa perilaku ini berpotensi menyebabkan ketagihan. Yang tidak diketahui banyak orang, terlalu banyak menonton TV juga dapat menjadi pemicu depresi.
Survei tahun 2015 yang dipublikasikan dalam American Public Health Association melaporkan bahwa menonton banyak episode TV berturut-turut dapat memicu depresi umum yang memicu stres dan kecemasan.
Lalu, saat orang tersebut berhenti menonton TV, hal itu dapat menyebabkan perubahan neurokimia secara tiba-tiba dan perasaan kehilangan, sama halnya seperti mereka yang berhenti mengonsumsi obat-obatan atau alkohol.
6. Penyalahgunaan zat

Penyalahgunaan zat, seperti obat-obatan dan/atau alkohol dapat menimbulkan banyak komplikasi. Bagi kamu yang sedang atau pernah mengalami depresi, penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol dapat memperburuk keadaan.
Ini karena zat pengubah pikiran memengaruhi suasana hati dan perilaku secara dramatis. Oleh sebab itu, penggunaan zat juga dapat menjadi bumerang yang secara signifikan menyebabkan kekambuhan depresi.
7. Baru didiagnosis penyakit
Diperkirakan sekitar sepertiga orang yang didiagnosis dengan penyakit kronis serius, seperti penyakit jantung, penyakit Parkinson, kanker, diabetes, radang sendi, dan multiple sclerosis, akan mengalami depresi.
Proses beradaptasi dengan penyakit, ditambah perjalanan pengobatannya, sering kali menjadi beban tersendiri. Tantangan ini dapat meningkatkan risiko kambuhnya depresi.
Banyak pasien menghadapi perubahan besar dalam hidupnya, misalnya kesulitan bergerak, makan, berkomunikasi, bahkan melakukan hal sederhana seperti menyikat gigi. Perubahan drastis ini tidak mudah diterima, dan sering kali meninggalkan luka emosional yang dalam.
8. Hari peringatan tertentu
Beberapa hari peringatan, seperti Hari Ibu atau hari ulang tahun dapat mengingatkan kamu akan kematian orang yang kamu cintai atau pengalaman traumatis masa kecil.
Pada hari itu mungkin juga mengharuskan kamu untuk mengunjungi anggota keluarga yang tidak ingin kamu temui, sehingga berpotensi memicu depresi kambuh.
Peringatan momen besar dalam hidup, seperti perceraian, juga bisa memicu gejala depresi.
9. Perubahan dalam keluarga

Perceraian, kematian orang tercinta, atau anak yang telah mandiri (misalnya kuliah di luar kota atau luar negeri) bisa menjadi perubahan besar dalam keluarga yang menyebabkan stres.
Terkadang, penambahan anggota rumah tangga dapat memberikan tekanan pada kehidupan sehari-hari. Misalnya, meminta anggota keluarga yang lanjut usia untuk tinggal di rumah untuk dirawat mungkin sangat menuntut secara emosional dan fisik.
10. Stres kerja atau finansial
Kehilangan pekerjaan atau ketidakmampuan membayar tagihan merupakan pemicu stres. Perubahan pekerjaan, kritik dari atasan, dan tanggung jawab baru dapat berkontribusi terhadap stres yang kamu rasakan setiap hari.
11. Gangguan tidur
Tidur adalah fungsi penting tubuh, dan gangguan tidur seiring waktu dapat menyebabkan peningkatan tingkat stres.
Punya peliharaan baru, bayi baru di rumah, atau mungkin tetangga yang bising dapat mengganggu tidur. Ciptakanlah ruang tidur yang nyaman serta bangun sleep hygiene yang baik.
12. Musim tertentu
Musim tertentu juga dapat memperburuk gejala depresi yang memicu kekambuhan. Ini disebut gangguan afektif musiman. Kondisi ini paling umum terjadi pada musim gugur dan musim dingin, saat cuaca lebih dingin dan siang hari lebih pendek, tetapi beberapa orang dapat mengalami depresi musiman di musim panas, mengutip Everyday Health.
13. Tidak mengetahui pemicu pribadi

Kalau kamu tidak tahu pemicu depresi pribadi, mengenali kekambuhan depresi mungkin merupakan sebuah tantangan.
Coba catat apa, kapan, dan siapa yang menyebabkan kamu mengalami gejala. Memperhatikan tanggal, seperti hari libur, waktu saat stres secara alami lebih tinggi bagi keluarga dan individu, dapat membantu.
14. Fokus diri yang negatif
Kamu tidak perlu mengalami depresi untuk mengalami harga diri yang buruk. Namun, terus-menerus merendahkan diri dapat menyebabkan perasaan kronis rendahnya harga diri yang terkait dengan depresi.
15. Melahirkan
Bagi banyak perempuan, kelahiran anak adalah momen penuh harapan. Namun, sebagian ibu justru menghadapi tantangan berat pada kesehatan mentalnya. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa 1 dari 9 ibu baru mengalami depresi pascapersalinan. Ini merupakan sebuah bentuk depresi yang muncul tak lama setelah melahirkan dan dapat mengganggu kemampuan ibu merawat diri maupun bayinya.
Riwayat depresi sebelumnya menjadi faktor risiko penting. Karena itu, ketika seorang ibu yang pernah mengalami depresi kembali jatuh ke dalam depresi pascapersalinan, kondisi ini dapat dianggap sebagai kekambuhan depresi. Pengalaman melahirkan bisa menjadi pemicu yang kuat, terutama bagi mereka yang sudah memiliki kerentanan sejak awal.
Jika kamu didiagnosis dengan depresi dan khawatir mengalami kekambuhan, ingatlah bahwa ini adalah hal biasa. Yang perlu kamu lakukan adalah segera mencari bantuan medis agar situasi tersebut dapat segera diatasi.
Referensi