Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cara Tahu Seseorang Butuh CPR, Ini Ciri-cirinya

ilustrasi paramedis memberikan resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi paramedis memberikan resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR (pexels.com/RODNAE Productions)
Intinya sih...
  • Seseorang butuh CPR jika mengalami henti jantung, tidak bernapas, dan tak ada denyut nadi.
  • CPR membantu memulihkan fungsi sirkulasi dan pernapasan, serta memberi asupan oksigen ke otak dan organ vital lainnya.
  • Penanganan awal saat seseorang butuh CPR adalah memastikan lokasi aman, cek respon kesadaran korban, dan lakukan tindakan CPR dengan benar.

Saat jalan-jalan di mal atau sedang di rumah bersama keluarga, tiba-tiba seseorang di dekatmu jatuh tak sadarkan diri. Kamu mungkin panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Padahal, detik-detik pertama bisa menjadi penentu nyawa seseorang. Mengetahui kapan seseorang butuh cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dan berani melakukannya bisa memberi waktu tambahan sebelum tim medis tiba.

Sayangnya, tidak semua orang tahu kapan harus memberikan bantuan CPR dan bagaimana cara melakukannya dengan benar. Artikel ini akan membantu kamu mengenali ciri-ciri seseorang butuh CPR supaya kamu siap jika suatu hari kamu dalam situasi ini.

Memahami henti jantung

Henti jantung berarti jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh. Seseorang yang mengalami henti jantung tidak akan memiliki denyut nadi.

Seseorang dapat mengalami henti jantung karena berbagai alasan, contohnya:

  • Serangan jantung atau penyumbatan pada arteri yang memasok darah ke jantung.

  • Irama jantung abnormal (aritmia).

  • Penyalahgunaan obat terlarang atau overdosis.

  • Kelainan struktural jantung (misalnya kardiomiopati hipertrofik).

  • Gagal atau henti napas.

  • Ketidakseimbangan elektrolit yang parah.

  • Trauma pada dada.

Perlu diingat bahwa serangan jantung tidak sama dengan henti jantung. Namun, seseorang yang mengalami serangan jantung dapat mengalami henti jantung.

Fungsi CPR dan efektivitasnya

CPR atau tindakan bantuan hidup jantung (basic cardiac life support) merupakan bantuan pertama pada henti jantung. Tindakan bantuan hidup dasar ini secara garis besar dikondisikan untuk kejadian henti jantung yang ada di luar rumah sakit sebelum mendapatkan pertolongan medis.

CPR merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan pernapasan yang sangat bermanfaat bagi penyelamatan nyawa, dengan memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke organ tubuh yang sensitif terhadap kekurangan oksigen, seperti otak dan jantung, misalnya pada orang yang mengalami serangan jantung, kecelakaan, atau tenggelam.

Otak adalah organ pertama yang merasakan dampak kekurangan oksigen. Sel-sel otak mulai mati dalam hitungan menit, dan henti jantung yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat dipulihkan.

Kompresi dada dalam CPR berfungsi untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yang biasanya dilakukan jantung dengan memompa. Kompresi membantu menyalurkan oksigen ke otak dan organ vital lainnya.

Bahkan jika seseorang tidak selamat, melakukan CPR dapat memiliki tujuan lain: Membantu menjaga organ mereka tetap hidup jika mereka adalah pendonor.

Banyak orang percaya tingkat keberhasilan CPR bisa mencapai 75 persen. Namun, studi nyata tentang CPR di luar lingkungan rumah sakit menunjukkan angka yang jauh lebih rendah

  • Sebuah ulasan tahun 2010 yang melibatkan lebih dari 150.000 pasien menemukan jika seseorang mendapat CPR dari orang di sekitarnya, peluang selamatnya hanya antara 3,9–16,1 persen.

  • Studi lain menunjukkan usia ikut memengaruhi hasil: orang usia 70-an yang mendapat CPR punya peluang bertahan sekitar 6,7 persen, sedangkan yang berusia 90-an hanya 2,4 persen.

Jika seseorang selamat dari henti jantung berkat CPR, kualitas hidup mereka masih bisa menurun atau muncul masalah kesehatan lain, seperti kelelahan parah, kecemasan, dan depresi. Peluang selamat juga lebih kecil lagi jika mereka sudah berusia lanjut atau memiliki penyakit kronis sebelumnya.

Ciri-ciri seseorang butuh bantuan CPR

ilustrasi kompresi dada saat CPR atau RJP (commons.wikimedia.org/BruceBlaus)
ilustrasi kompresi dada saat CPR atau RJP (commons.wikimedia.org/BruceBlaus)

Kalau kamu melihat seseorang tiba-tiba pingsan dan tidak bernapas, langkah pertama adalah tetap tenang dan perhatikan keadaan sekitar.

  • Pastikan keamanan lokasi, cek apakah ada bahaya seperti api, kabel terbuka, atau benda tajam, agar kamu dan korban aman.

  • Cek respon kesadaran korban dengan cara:

    • Panggil nama dan menepuk bahu korban.

    • Jika tidak merespons, lakukan rangsang nyeri dengan menekan atas kelopak mata atau bahu korban.

  • Jika korban tidak merespons dan tidak bernapas (tidak ada udara keluar dari hidung maupun dada tidak naik turun), hubungi nomor darurat (119 atau 112) dan berikan tindakan CPR.

  • Tindakan CPR dimulai dengan:

    • Berlutut di samping tubuh orang yang tidak sadarkan diri.

    • Dengan tangan yang terulur lurus, membungkuk, dan meletakkan kedua tangan, satu di atas lain, tepat di atas (sekitar dua lebar jari) bagian bawah tulang dada (prosesus xifoid). Atau, tarik garis imajiner di antara dua puting dan letakkan pangkal telapak tangan di tengah garis imajiner.

    • Telungkupkan tangan dengan menautkan jari tangan.

    • Pertahankan agar siku lurus dan lengan tegak lurus dengan dada orang yang tidak sadarkan diri.

    • Lakukan penekanan pada dada sedalam 5 cm dengan tempo sekitar 100-120 tekanan per menit, dengan memberi waktu agar dada sepenuhnya terangkat kembali ke posisi semula di antara setiap kompresi. Bisa juga sambil menyanyikan lagu seperti "Dynamite" oleh BTS, "Stayin' Alive" oleh the Bee Gees, "Can't Stop the Feeling!" oleh Justin Timberlake, "Crazy in Love" oleh Beyonce dan Jay-Z, "Señorita" oleh Shawn Mendes & Camila Cabello, atau "Love Yourself" oleh Justin Bieber.

    • Lakukan sampai petugas medis datang.

Kalau kamu sendirian, segera hubungi layanan darurat medis sebelum memulai kompresi dada. Makin cepat ambulans datang, makin baik, karena petugas bisa memberikan alat kejut jantung (defibrilator) dan obat jantung.

Jika ada orang lain di sekitar, tunjuk salah satu lalu perintahkan dengan suara jelas untuk menelepon 119 atau 112, dan minta orang lain mencari dan mengambil defibrilator otomatis eksternal (AED) jika tersedia. Jika di lokasi ada AED, alat ini dapat digunakan ketika CPR telah dilakukan, tetapi belum cukup untuk menolong korban. Manfaat alat ini untuk membantu “memicu” denyut jantung yang berhenti.

  • Segera nyalakan AED. Alat ini akan memandu dengan memberikan petunjuk suara langkah demi langkah untuk memeriksa pernapasan dan denyut nadi serta cara memosisikan bantalan elektroda (pad) di dada orang yang tidak sadarkan diri.

  • Saat sudah terpasang, AED memberikan kejutan listrik dan secara otomatis menilai irama jantung orang yang tidak sadarkan diri. Jika perlu, pengguna diminta menekan tombol untuk memberi kejutan; AED tidak memberikan kejutan jika tidak diperlukan.

  • Jika orang yang tidak sadarkan diri menunjukkan gejala bernapas, maka baringkan orang tersebut pada posisi pemulihan dan awasi sampai bantuan datang.

Jangan memberikan CPR dalam kondisi ini

Jika seseorang sadar dan bernapas normal, ia tidak butuh CPR. Ada juga beberapa situasi khusus kamu sebaiknya tidak melakukan CPR: Jika lokasi tidak aman. Pastikan kamu tidak dalam bahaya seperti tumpahan bahan kimia, kebakaran, atau ada penembak aktif di sekitar. Jika menolong bisa berisiko, jangan mulai CPR dulu.

CPR pada anak-anak dan bayi

Anak-anak dan bayi juga bisa diberikan CPR, tetapi tekniknya berbeda dengan orang dewasa. Jadi, pelatihan khusus diperlukan. Jika anak atau bayi mengalami henti jantung, segera hubungi nomor darurat sebelum memulai CPR.

Referensi

"CPR facts and stats." American Heart Association. Diakses Juli 2025.

"Cardiac arrest - causes and risk factors." National Heart, Lung, and Blood Institute. Diakses Juli 2025.

"How Do You Know If Someone Needs CPR?." Verywell Health. Diakses Juli 2025.

"Resusitasi jantung Dini Upaya Pertolongan Pertama pada Henti Jantung." Kementerian Kesehatan RI. Diakses Juli 2025.

"Resusitasi Jantung Paru di Masa Pandemi." RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Diakses Juli 2025.

"Cerebral hypoxia." MedlinePlus. Diakses Juli 2025.

Laurie J. Morrison et al., “Organ Donation After Out-of-Hospital Cardiac Arrest: A Scientific Statement From the International Liaison Committee on Resuscitation,” Circulation 148, no. 10 (August 8, 2023), https://doi.org/10.1161/cir.0000000000001125.

Norkamari Shakira Bandolin et al., “Perspectives of Emergency Department Attendees on Outcomes of Resuscitation Efforts: Origins and Impact on Cardiopulmonary Resuscitation Preference,” Emergency Medicine Journal 37, no. 10 (July 13, 2020): 611–16, https://doi.org/10.1136/emermed-2018-208084.

Comilla Sasson et al., “Predictors of Survival From Out-of-Hospital Cardiac Arrest,” Circulation Cardiovascular Quality and Outcomes 3, no. 1 (November 11, 2009): 63–81, https://doi.org/10.1161/circoutcomes.109.889576.

Berglind Libungan et al., “Out-of-hospital Cardiac Arrest in the Elderly: A Large-scale Population-based Study,” Resuscitation 94 (June 13, 2015): 28–32, https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2015.05.031.

"Buku Saku Penanganan Kegawatdaruratan Kesehatan pada Masyarakat." Kemenkes RI. Diakses Juli 2025.

"Resusitasi Jantung Paru (RJP)" MSD Manual. Diakses Juli 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Delvia Y Oktaviani
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us