Lebih dalam, Ratih menjelaskan bahwa sekolah dan rumah harus objektif dan adil menyikapi perundungan dengan berani untuk bersikap tegas anti perundungan.
"Budi pekerti perlu ditegakkan kembali di sekolah dan rumah," ia menegaskan.
Strategi intervensi perundungan yang bisa dilakukan orang tua, di antaranya:
Orang tua sebagai role model dan best friend anak harus menunjukkan perilaku yang diharapkan dari anak dan jadilah "rumah" bagi mereka.
Bangun kepercayaan dan relasi yang sehat (akrab dan hangat) dengan anak. Biasakan mengobrol agar anak bisa bercerita apa adanya kepada orang tua.
Kerja sama dengan pihak sekolah atau kampus. Menciptakan lingkungan yang aman agar anak tetap optimal dalam proses belajar.
Sementara itu, inilah hal-hal yang tidak boleh dilakukan:
Menghakimi dan melabeli anak.
Memaksa anak bercerita dan bertindak jika belum siap.
Meremehkan pengalaman anak. Pihak yang terlibat dapat merasakan rasa bersalah.
Membiarkan perundungan terjadi tanpa solusi.
Mengenali tanda-tanda korban perundungan bukan cuma tugas guru atau konselor sekolah, tetapi juga tanggung jawab bersama antara keluarga dan lingkungan sekitar. Anak yang menjadi korban mungkin tidak selalu berani bercerita, tetapi tubuh dan perilakunya berbicara.
Perubahan perilaku seperti murung, enggan ke sekolah, sulit tidur, atau tiba-tiba kehilangan minat pada hal yang disukai bisa menjadi sinyal ada sesuatu yang salah. Dengan peka terhadap tanda-tanda ini, orang dewasa bisa menjadi pelindung pertama bagi anak, memastikan ia tidak berjuang sendirian menghadapi tekanan dan rasa takut akibat perundungan.
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika kamu merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Saat ini, tidak ada layanan hotline atau sambungan telepon khusus untuk pencegahan bunuh diri di Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia pernah meluncurkan hotline pencegahan bunuh diri pada 2010. Namun, hotline itu ditutup pada 2014 karena rendahnya jumlah penelepon dari tahun ke tahun, serta minimnya penelepon yang benar-benar melakukan konsultasi kesehatan jiwa.
Walau begitu, Kemenkes menyarankan warga yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:
RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025
RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601
RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444
Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.