Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kondisi pengungsi di Masjid Nurul Yaqin Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sabtu (29/11/2025).
Kondisi pengungsi di Masjid Nurul Yaqin Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sabtu (29/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Intinya sih...

  • Banjir dapat memicu dampak psikologis serius seperti PTSD, kecemasan, dan depresi yang bisa bertahan bertahun-tahun.

  • Trauma pascabanjir diperparah oleh kehilangan rumah, identitas, stabilitas hidup, dan keterputusan sosial.

  • Pemulihan mental membutuhkan dukungan komunitas, rutinitas stabil, akses layanan profesional, serta kesiapsiagaan psikologis pascabencana.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banjir bandang dan longsor melanda Aceh, Sumatra Utara, dan beberapa wilayah Sumatra Barat pada akhir November 2025, menimbulkan kerusakan besar dan korban jiwa.

Data BNPB per 1 Oktober 2025 mencatat lebih dari 600 orang meninggal, lebih dari 450 orang hilang, dan sekitar 570 ribu warga mengungsi, dengan total 1,5 juta orang terdampak. Di Aceh Utara saja, lebih dari 32 ribu rumah rusak dan puluhan korban masih dicari. Infrastruktur seperti jalan dan jembatan terputus, membuat sejumlah desa terisolasi.

BMKG memperingatkan hujan deras masih berpotensi berlanjut hingga akhir Desember, sehingga masyarakat diminta tetap waspada.

Ketika air naik, banyak rumah tergenang, kehidupan sehari-hari terganggu, dan harapan terseret dalam arus. Setelah air surut, rumah bisa dibersihkan, harta bisa diinventarisir. Namun, bagi banyak orang, dampaknya pada ingatan dan perasaan bisa jauh lebih lama.

Setelah bencana fisik, muncul trauma tersembunyi, seperti perasaan ketakutan, kecemasan, bahkan kehilangan yang dalam. Dalam banyak kasus, dampak psikologis ini tidak segera tampak, melainkan bisa muncul bertahan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun setelah banjir surut.

Yuk, pahami apa saja potensi dampak banjir pada kesehatan mental, bagaimana trauma itu muncul, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.

Dampak banjir bagi kondisi mental

Dampak banjir bagi kesehatan mental antara lain:

  • Tekanan emosional dan trauma (stres, kecemasan, PTSD)

Banjir dapat menghadirkan pengalaman traumatis, seperti kehilangan rumah, harta, atau bahkan kehilangan rasa aman. Studi menunjukkan bahwa orang yang rumahnya terdampak banjir, baik secara langsung maupun tidak langsung, berisiko mengalami depresi, kecemasan, dan gejala post-traumatic stress disorder (PTSD).

Sebuah penelitian prospektif pada orang tua menunjukkan bahwa setelah banjir, sebagian peserta melaporkan gejala PTSD dan kecemasan meningkat dibanding sebelum banjir, terutama mereka yang terkena dampak langsung, mengalami kehilangan tempat tinggal, atau gangguan sosial. Ketidakpastian tentang kapan air akan surut, bagaimana meneruskan hidup, dari mana mencari bantuan, semua ini bisa memicu stres berat.

  • Kehilangan rasa aman, identitas, dan keterhubungan sosial

Bagi banyak korban banjir, rumah bukan sekadar bangunan. Rumah adalah memori, identitas, dan rasa aman. Ketika banjir menghancurkan rumah atau memaksa evakuasi, seseorang bisa merasa kehilangan “tempat pulang” dan rasa aman itu. Ditambah, perasaan isolasi ketika dipindah ke pengungsian atau rumah kerabat bisa memperparah tekanan psikologis.

Dalam riset di daerah terdampak banjir, banyak korban melaporkan bahwa dampak psikososial dan spiritual ikut terganggu. Hilangnya rutinitas, pekerjaan, dan interaksi sosial dapat memperdalam perasaan kebingungan, kehilangan, dan kesepian.

  • Penurunan kualitas hidup dan resistansi emosional jangka panjang

Studi jangka panjang menemukan peningkatan kasus depresi dan PTSD pada korban banjir bisa bertahan hingga 2–3 tahun pascabencana. Kualitas hidup, fungsi sosial, produktivitas bisa terganggu secara berkelanjutan.

Selain itu, bagi korban dengan kondisi rentan (misalnya usia lanjut, memiliki kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, atau dukungan sosial lemah), efeknya pada mental bisa lebih berat.

Cara menanganinya

ilustrasi pengungsi (pexels.com/Read Once)

Menghadapi trauma pasca banjir membutuhkan perhatian, empati, dan intervensi, baik pada individu maupun secara kolektif:

  • Dukungan sosial dan komunitas: Keluarga, tetangga, atau komunitas lokal bisa menjadi sumber kekuatan. Kesempatan berbagi cerita, rasa duka, dan harapan dapat membantu meredakan beban psikologis. Pendampingan sosial penting bagi proses pemulihan.

  • Pemulihan rutin dan stabilitas hidup: Membangun rutinitas baru, seperti aktivitas harian, pekerjaan, atau kegiatan bersama, bisa membantu memberikan rasa kontrol dan normalitas kembali. Ini mendukung stabilitas emosi.

  • Akses ke layanan kesehatan mental: Untuk korban dengan gejala berat (kecemasan mendalam, depresi, PTSD), penting ada akses ke layanan profesional seperti dari psikolog/psikiater, konseling trauma, atau terapi. Pascabencana, banyak korban memerlukan intervensi formal.

  • Pendekatan pencegahan: kesiapsiagaan, edukasi, dan mitigasi risiko: Masyarakat yang terbiasa dengan bencana harus dibekali pengetahuan tentang pentingnya kesehatan mental, strategi menghadapi trauma, dan jaringan dukungan. Hal ini membantu membangun ketahanan komunitas. Studi literatur dari Aceh menunjukkan pentingnya menggabungkan pendekatan psikologis dalam penanggulangan banjir.

Kapan harus mencari bantuan profesional?

Jika setelah beberapa minggu atau bulan pascabencana kamu (atau orang terdekat) merasakan gejala seperti:

  • Kesulitan tidur terus-menerus, mimpi buruk, kilas balik kejadian banjir.

  • Perasaan putus asa, kesedihan berkepanjangan, kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari.

  • Kecemasan berat, mudah panik, takut air atau hujan berulang.

  • Kesulitan berkonsentrasi, menarik diri dari interaksi sosial, atau perubahan suasana hati ekstrem.

Gejala-gejala di atas bisa menjadi tanda bahwa trauma telah berkembang ke kondisi klinis seperti depresi atau PTSD, dan sebaiknya segera mencari bantuan profesional (psikolog atau psikiater).

Banjir tidak sekadar meninggalkan jejak kelam pada rumah, infrastruktur, atau harta benda. Dampak paling berat bisa terasa di dalam diri seseorang. Trauma, kecemasan, rasa kehilangan, dan ketidakpastian bisa berakar jauh setelah air surut.

Penting untuk menyadari bahwa kesehatan mental korban banjir sama pentingnya dengan pemulihan fisik. Dukungan sosial, stabilitas hidup, serta akses ke layanan kesehatan mental sangat penting dalam proses pemulihan.

Referensi

Long Chen et al., “Prevalence and Determinants of Chronic Post-Traumatic Stress Disorder After Floods,” Disaster Medicine and Public Health Preparedness 9, no. 5 (June 1, 2015): 504–8, https://doi.org/10.1017/dmp.2015.64.

Thomas David Waite et al., “The English National Cohort Study of Flooding and Health: Cross-sectional Analysis of Mental Health Outcomes at Year One,” BMC Public Health 17, no. 1 (January 27, 2017): 129, https://doi.org/10.1186/s12889-016-4000-2.

"Women more likely than men to suffer psychological distress from having their homes flooded." UN Women. Diakses November 2025.

Suwarningsih Suwarningsih, Ilah Muhafilah, and Tri Mulia Herawati, “PERUBAHAN KONDISI PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL PADA KORBAN PTSD (POST TRAUMATIC STRESS DISORDER) PASCA BANJIR BANDANG DI KOTA GARUT JAWA BARAT,” Jurnal Ilmiah Kesehatan 11, no. 1 (September 13, 2019): 1–11, https://doi.org/10.37012/jik.v11i1.62.

Daiga Jermacane et al., “The English National Cohort Study of Flooding and Health: The Change in the Prevalence of Psychological Morbidity at Year Two,” BMC Public Health 18, no. 1 (March 7, 2018): 330, https://doi.org/10.1186/s12889-018-5236-9.

Bei Bei et al., “A Prospective Study of the Impact of Floods on the Mental and Physical Health of Older Adults,” Aging & Mental Health 17, no. 8 (May 28, 2013): 992–1002, https://doi.org/10.1080/13607863.2013.799119.

Rahmi Inayati and Muhammad Ikram Mullah, “Penanggulangan Bencana Banjir Di Aceh: Psikologis Dan Strategi Efektif,” GALENICAL Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh 1, no. 2 (August 14, 2022): 97, https://doi.org/10.29103/jkkmm.v1i2.17472.

Editorial Team