Elombe Calvert et al., “Social Media Detox and Youth Mental Health,” JAMA Network Open 8, no. 11 (November 24, 2025): e2545245, https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.2025.45245.
Break Sosmed Seminggu Perbaiki Mental Orang Dewasa Muda

- Pembatasan penggunaan media sosial menjadi ±30 menit/hari selama satu minggu menurunkan gejala kecemasan, depresi, dan insomnia.
- Perbaikan terbesar terlihat pada peserta dengan gejala depresi yang lebih berat.
- Efek tidak merata pada semua orang; studi ini bukan uji acak sehingga hasil perlu ditafsirkan secara hati-hati.
Bagi banyak remaja hingga dewasa muda, sosmed bukan cuma tempat berbagi foto, video, atau cerita. Di sanalah dinamika hidup sehari-hari berlangsung. Dari mulai obrolan, sumber informasi, hiburan, hingga tekanan sosial—semuanya bercampur-aduk di satu layar gadget.
Namun, sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA Network Open menyoroti sesuatu yang sederhana namun bisa berdampak positif: mengurangi waktu di sosmed selama satu minggu saja bisa sangat berarti bagi kesehatan mental.
Penelitian ini melibatkan 295 dewasa muda usia 18–24 tahun. Mereka setuju untuk membatasi penggunaan media sosial menjadi sekitar 30 menit per hari—penurunan signifikan dari kebiasaan awal yang hampir dua jam. Tidak ada larangan total, tidak ada aturan rumit. Hanya satu komitmen, yaitu paparan sosmed yang lebih rendah selama seminggu.
Setelah tujuh hari, para peserta kembali mengisi survei kesehatan mental. Di sini, para peneliti melihat perubahan menarik: kecemasan turun 16 persen, gejala depresi berkurang hampir 25 persen, dan insomnia membaik 14 persen. Mereka yang awalnya memiliki gejala depresi lebih berat justru menunjukkan peningkatan paling besar.
Meski begitu, tingkat kesepian tidak berubah. Ini menandakan bahwa koneksi sosial di dunia nyata tidak otomatis terpengaruh oleh pengurangan screen time.
Efeknya tidak sama pada semua orang
Para peneliti dan ahli yang mengamati studi ini mengingatkan bahwa hasil tersebut tidak bisa digeneralisasi begitu saja. Studi ini bukan uji acak, sehingga peserta mungkin datang dengan ekspektasi tertentu. Ada yang merasakan perbaikan nyata, ada yang hampir tidak merasakan perbedaan. Variasi respons begitu besar sehingga rata-rata saja tidak cukup menjelaskan pengalaman setiap individu.
Akan tetapi, temuan studi ini tetap menambah potongan penting dalam diskusi panjang tentang hubungan antara media sosial dan kesehatan mental. Banyak ahli melihatnya sebagai intervensi sederhana yang dapat dicoba siapa pun tanpa biaya atau risiko. Walaupun ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti terapi atau perawatan profesional, tetapi break dari rangsangan dan tekanan terus-menerus dari medial sosial memberikan kamu menata kembali ritme mental yang berantakan.
Bagi sebagian orang, tujuh hari mungkin tidak mengubah segalanya. Namun, bagi yang merasa kewalahan, langkah sederhana ini bisa menjadi ruang bernapas, sejenis jeda yang mereset ulang kontrol atas waktu, perhatian, dan kesejahteraan diri.
Referensi

















