Fatalitas Mycoplasma pneumoniae Lebih Rendah dari COVID-19

Pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae bukan penyakit baru

Kasus pneumonia yang tengah meningkat di China belakangan tengah menjadi perbincangan. Otoritas China melaporkan adanya peningkatan insiden penyakit pernapasan yang mayoritas menyerang anak-anak.

Hal ini dikaitkan dengan pencabutan pembatasan COVID-19 dan datangnya musim dingin, serta beredarnya patogen, seperti influenza, Mycoplasma pneumoniae, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS- CoV-2). Mycoplasma pneumoniae dan RSV merupakan patogen yang sering menyerang anak-anak dibandingkan orang dewasa.

Kasus pneumonia akibat infeksi Mycoplasma pneumoniae juga telah terdeteksi di Indonesia. Menurut pakar kesehatan, tingkat fatalitas dan keparahan akibat Mycoplasma pneumoniae lebih rendah jika dibandingkan dengan COVID-19

1. Kasus pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae di Indonesia

Fatalitas Mycoplasma pneumoniae Lebih Rendah dari COVID-19ilustrasi anak-anak sakit (pexels.com/MART PRODUCTION)

Mycoplasma pneumoniae yang tengah meluas di China telah terdeteksi di Indonesia. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu, D.H.S.M, MARS menyebutkan, ada 6 kasus Mycoplasma pneumoniae dan pernah dirawat di Rumah Sakit. Dirjen Maxi merinci, dari 6 kasus konfirmasi, 5 pasien pernah dirawat di RS Medistra dan 1 pasien di RS JWCC, Jakarta.

Dari 5 pasien yang dirawat di RS Medistra, 2 pasien menjalani rawat inap pada 12 Oktober dan 25 Oktober, sementara 3 pasien lainnya menjalani rawat jalan pada November dan satu pasien di RS JWCC menjalani rawat inap. Seluruh pasien yang terinfeksi Mycoplasma pneumoniae adalah anak-anak berusia 3 sampai 12 tahun. Saat ini, seluruh pasien telah sembuh.

2. Tingkat fatalitas Mycoplasma pneumoniae lebih rendah daripada COVID-19

Fatalitas Mycoplasma pneumoniae Lebih Rendah dari COVID-19ilustrasi anak-anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo, dr. Nastiti Kaswandani menyebutkan bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan COVID-19, mengutip laman Kemenkes. Tingkat fatalitasnya rendah, sekitar 0,5 sampai 2 persen dan lebih berisiko pada mereka yang memiliki komorbiditas.

Pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae sering disebut sebagai walking pneumonia. Disebut demikian karena gejalanya cenderung ringan sehingga pasien cukup menjalani rawat jalan dan tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit. Karena kondisi klinis cukup baik sehingga sebagian besar kasus hanya menjalani rawat jalan.

Baca Juga: Apakah Pneumonia Bisa Menyebabkan Kematian?

3. Pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae bukan penyakit baru

Fatalitas Mycoplasma pneumoniae Lebih Rendah dari COVID-19ilustrasi infeksi paru-paru (pexels.com/Monstera)

Di kesempatan yang sama, dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof. Erlina Burhan menjelaskan bahwa pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae bukan penyakit baru. Bakteri penyebab peradangan pada paru ini telah ditemukan sejak lama, bahkan sejak 1930-an. Penyakit ini mendapat perhatian karena bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga menyebabkan peningkatan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa yang didominasi anak-anak.

Lantaran bukan penyakit baru, pengobatan pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae bisa didapatkan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS. Prof. Erlina juga menghimbau masyarakat agar tidak panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

4. Kasus Pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae sudah ditemukan sejak 1930-an

Fatalitas Mycoplasma pneumoniae Lebih Rendah dari COVID-19ilustrasi bakteri Mycoplasma pneumoniae (unsplash.com/CDC)

Mengutip laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), awal tahun 1930-an, para ilmuwan melaporkan adanya kasus pneumonia atypical dengan karakteristik yang berbeda dengan yang biasanya terlihat pada pneumonia. Pada tahun 1944, para ilmuwan menemukan patogen penyebab pneumonia atypical tersebut dan memberi nama Mycoplasma pneumoniae.

Awalnya, patogen tersebut dianggap sebagai virus atau jamur sehingga diberi nama "Mycoplasma" yang dalam bahasa Yunani artinya membentuk jamur. Akhirnya, para ilmuan mengetahui bahwa Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri yang memiliki karakteristik unik.

5. Orang yang tinggal dan bekerja di tempat ramai berisiko tertular

Fatalitas Mycoplasma pneumoniae Lebih Rendah dari COVID-19ilustrasi sekolah (pexels.com/Ron Lach)

Dilansir CDC, infeksi Mycoplasma pneumoniae bisa menyerang siapa saja, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan anak-anak usia sekolah. Sebagian besar orang yang bertemu dalam waktu singkat dengan seseorang yang terkena Mycoplasma pneumoniae tidak akan tertular. Bakteri tersebut sering kali menyebar di antara orang-orang yang tinggal bersama karena mereka menghabiskan waktu bersama.

Orang-orang yang tinggal dan bekerja di tempat yang ramai, seperti sekolah, fasilitas pendidikan militer, hingga rumah sakit berisiko tinggi terkena penyakit ini. Ketika ada wabah di sekolah, anggota keluarga dari anak-anak sekolah juga bisa ikut tertular.

Tidak seperti COVID-19, pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae bukan penyakit baru dan sudah lama diketahui. Tingkat fatalitas dan keparahan infeksi Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan COVID-19. Gejala yang muncul cenderung ringan sehingga sebagian besar pasien menjalani rawat jalan. 

Baca Juga: Beda Gejala Pneumonia Biasa dan Pneumonia akibat Bakteri Mycoplasma

Dewi Purwati Photo Verified Writer Dewi Purwati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya