Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi diet karnivora (pexels.com/Kiro Wang)

Intinya sih...

  • Diet karnivora terdiri dari produk hewani tanpa buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan legum.
  • Risiko diet karnivora meliputi sembelit, risiko kanker usus besar, dampak negatif pada kesehatan usus, risiko gangguan makan, kekurangan nutrisi, dan masih banyak lagi.
  • Tidak ada penelitian tentang keamanan jangka panjang dari diet karnivora, jadi diet ini tidak direkomendasikan untuk dijalani dalam jangka panjang.

Diet karnivora (carnivore diet), yang sebagian besar terdiri dari produk hewani seperti daging, ikan, telur, lemak hewani, dan sedikit produk susu rendah laktosa, menawarkan asupan protein dan lemak yang tinggi namun sangat minim karbohidrat. Pola makan ini tidak menyertakan makanan lain seperti buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, dan legum.

Banyak ahli menganggap diet karnivora tidak seimbang, sehingga mungkin tidak sehat karena kurangnya bukti ilmiah kuat di baliknya, dan tidak disarankan untuk dilakukan untuk jangka panjang.

Asal-usul diet karnivora

Pola makan karnivora berakar pada minat ilmiah yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Para peneliti sejak tahun 1700-an mempelajari diet tradisional berbasis daging dari masyarakat Arktik dan nomaden.

Pada tahun 1797, Dr. John Rollo merawat pasien diabetes tipe 2 dengan diet yang utamanya terdiri dari daging dan lemak, yang terinspirasi oleh pola diet rendah karbohidrat dari penduduk asli di St. Lucia. Pendekatan ini terbukti bermanfaat untuk mengelola diabetes dan tetap menjadi pengobatan umum hingga ditemukannya insulin pada tahun 1921.

Versi modern dari diet karnivora dipopulerkan oleh Shawn Baker, MD, dalam bukunya tahun 2018 "The Carnivore Diet", di mana ia merinci manfaat kesehatan yang ia alami dari menghilangkan makanan nabati sepenuhnya. Pendekatan ini menekankan diet yang berpusat pada daging, telur, makanan laut, dan produk susu full-fat, dengan beberapa pendukung secara ketat mengecualikan makanan nabati sementara yang lain memperbolehkan sejumlah kecil sayuran rendah karbohidrat.

Kebanyakan individu yang mengikuti pola makan karnivora memperoleh sebagian besar kalori mereka dari daging dan produk berbasis hewan lainnya.

Cara kerja diet karnivora

ilustrasi sate daging (pexels.com/Photography Maghradze PH)

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Saat mengonsumsi karbohidrat, tubuh mengubahnya menjadi gula (glukosa) untuk energi. Glukosa yang berlebih disimpan di otot dan hati, dan sisanya diubah menjadi lemak.

Jika tidak mengonsumsi karbohidrat, tubuh akan menggunakan lemak sebagai gantinya, mengubahnya menjadi keton untuk energi. Penemu diet karnivora mengklaim bahwa mengurangi karbohidrat membantu membakar lemak lebih cepat, menurunkan berat badan, dan mengurangi rasa lapar. Mereka juga mengatakan bahwa diet ini dapat meningkatkan kadar gula darah pada pasien diabetes tipe 2 dan mengurangi peradangan dengan menghindari makanan seperti kentang goreng, donat, dan pasta (meskipun daging merah juga dapat menyebabkan peradangan).

Namun, tubuh setiap orang bereaksi berbeda terhadap diet. Klaim ini tidak didukung oleh banyak ahli kesehatan dan mengurangi banyak kelompok makanan dapat menyebabkan kekurangan nutrisi. Selalu konsultasikan dengan dokter sebelum memulai diet baru, apalagi jika ada kondisi medis tertentu.

Pro

Diet karnivora juga mendapat perhatian karena potensinya sebagai diet antiperadangan yang dapat bermanfaat bagi orang-orang dengan kondisi autoimun. Klaim ini didorong oleh liputan pers tentang guru gaya hidup Jordan Peterson dan putrinya, Mikhaila Peterson, yang keduanya secara terbuka menyatakan bahwa diet daging sapi, garam, dan air membebaskan mereka dari penyakit yang meliputi artritis reumatoid, depresi, kecemasan, refluks lambung, dan psoriasis.

Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut, dan diet antiperadangan secara tradisional cenderung berbasis tanaman.

Banyak ahli melihat diet karnivora sebagai bentuk ekstrem dari diet eliminasi. Karena pengikut tren ini hanya makan beberapa makanan yang berbeda, mereka menghilangkan banyak makanan yang umumnya menyebabkan sensitivitas makanan, seperti kacang-kacangan, gandum, dan kedelai.

Diet karnivora juga populer di kalangan orang-orang yang berpikir bahwa diet ini akan menghasilkan penurunan berat badan, meskipun kurangnya penelitian untuk mendukung klaim tersebut.

Kontra

ilustrasi sembelit (freepik.com/benzoix)

Karena sifatnya yang sangat membatasi dan penghapusan total sebagian besar kelompok makanan, ada banyak kekurangan dari diet karnivora. Berikut ini adalah beberapa risiko utamanya:

  • Sembelit

Meskipun beberapa laporan anekdotal menunjukkan bahwa sembelit bukanlah masalah pada diet karnivora, tetapi pelaku diet ini tidak mendapatkan serat, nutrisi penting untuk kesehatan usus besar.

  • Risiko kanker usus besar

Serat sangat penting untuk menjaga keseimbangan bakteri baik di usus. Faktanya, kesehatan usus yang kurang optimal dapat menyebabkan sejumlah masalah dan bahkan dapat dikaitkan dengan kanker usus besar.

  • Berdampak negatif pada kesehatan usus

Satu ulasan menemukan bahwa diet tinggi protein dan rendah karbohidrat dapat meningkatkan risiko radang usus. Saat tubuh mencerna protein dalam jumlah besar, tubuh akan menghasilkan produk sampingan yang berpotensi berbahaya di usus. Produk sampingan ini dapat berdampak negatif pada kesehatan usus.

  • Risiko kanker lambung

Pola makan yang tinggi daging merah dan olahan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker lambung atau kanker perut. Sebuah metaanalisis dari 42 penelitian melaporkan bahwa meskipun studi kasus-kontrol pada konsumsi daging merah dan olahan menunjukkan hubungan ini, tetapi studi kohort—sejenis studi observasional—tidak menunjukkannya.

  • Risiko gangguan makan

Pembatasan ekstrem atau pemberian label makanan sebagai “baik” atau “buruk” juga dapat memicu perilaku makan tidak teratur atau gangguan makan serius.

  • Kekurangan nutrisi

Diet karnivora tidak menyertakan makanan tinggi nutrisi seperti buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian utuh, yang menyediakan vitamin, mineral, dan antioksidan penting.

Meskipun daging bergizi, tetapi mengandalkan itu saja menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi. Pola makan yang kaya akan makanan nabati dikaitkan dengan risiko penyakit kronis yang lebih rendah seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2, sebagian karena senyawa bermanfaatnya. Pola makan karnivora tidak mengandung senyawa ini dan tidak memiliki manfaat kesehatan jangka panjang yang terbukti.

  • Risiko dampak buruk dari konsumsi lemak jenuh

Banyak ahli kesehatan khawatir tentang risiko lemak jenuh dari daging seperti steak berlemak dan bacon, yang juga merupakan salah satu masalah utama dalam diet keto.

Sementara risiko lemak jenuh dalam makanan masih diperdebatkan, tetapi sebuah analisis yang mengamati lebih dari 100 penelitian merekomendasikan agar orang mengganti sumber lemak jenuh dengan lemak tak jenuh untuk menurunkan risiko penyakit jantung.

  • Risiko bagi ginjal

Konsumsi protein daging dalam jumlah besar juga dapat memberikan tekanan yang tidak semestinya pada ginjal. Metabolisme protein dalam jumlah besar adalah penyebabnya. Seseorang kemungkinan akan kehilangan nutrisi penangkal penyakit seperti serat dan antioksidan seperti vitamin C dan E.

  • Mungkin tidak cocok untuk beberapa kelompok orang

Diet karnivora mungkin tidak cocok untuk semua orang. Orang dengan penyakit ginjal kronis, sensitivitas tinggi terhadap kolesterol, atau kebutuhan nutrisi khusus (seperti anak-anak, ibu hamil, atau menyusui) harus menghindarinya.

Diet ini juga tidak direkomendasikan bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan makan atau kecemasan terkait makanan.

Apakah diet karnivora dapat membantu menurunkan berat badan?

ilustrasi menimbang berat badan (https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-tidak-berwajah-6975466/)

Aspek tertentu dari diet karnivora dapat menyebabkan penurunan berat badan. Secara khusus, beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet tinggi protein dan rendah karbohidrat dapat meningkatkan penurunan berat badan.

Hal itu terutama karena protein, serta lemak, dapat membantu seseorang merasa lebih kenyang setelah makan, yang dapat menyebabkan berkurangnya asupan kalori dan selanjutnya penurunan berat badan selanjutnya. Protein juga dapat meningkatkan laju metabolisme, membantu membakar lebih banyak kalori.

Dari situ, menjalani diet karnivora mungkin akan membuat seseorang merasa lebih kenyang dan mengonsumsi lebih sedikit kalori secara keseluruhan, setidaknya dalam jangka pendek.

Satu studi selama 3 bulan pada 132 orang dewasa dengan berat badan berlebih atau obesitas membandingkan efek penurunan berat badan dari empat diet pembatasan energi yang mengandung berbagai jumlah karbohidrat dan protein.

Mereka yang mengonsumsi makanan berprotein tinggi dengan 0,4–0,6 gram protein per pon (0,9–1,3 gram per kilogram) berat badan per hari kehilangan lebih banyak berat badan dan massa lemak secara signifikan dibandingkan mereka yang mengonsumsi 0,2–0,4 gram protein per pon (0,5–0,9 gram per kilogram) berat badan per hari.

Studi lain menunjukkan hasil serupa, yang menunjukkan bahwa peningkatan asupan protein dan lemak makanan dapat menyebabkan penurunan berat badan dan membantu mengurangi jumlah berat badan yang bertambah seiring waktu.

Namun, kamu tidak perlu menghentikan semua karbohidrat untuk menurunkan berat badan. Diet lain yang lebih banyak diteliti, seperti diet keto dan diet karbo, telah terbukti mengurangi penambahan berat badan. Dalam diet keto, makanan berlemak tinggi menggantikan karbohidrat sebagai sumber energi dan berkontribusi pada rasa kenyang dan penurunan berat badan.

Ditambah lagi, sifat diet karnivora yang sangat ketat membuatnya sulit untuk diikuti dalam jangka panjang.

Tidak ada penelitian tentang keamanan jangka panjang dari diet karnivora, jadi diet ini tidak direkomendasikan untuk dijalani dalam jangka panjang.

Orang dengan kondisi kronis, seperti diabetes atau penyakit jantung, harus berkonsultasi dengan dokter sebelum mencobanya, dan pasien penyakit ginjal harus menghindarinya.

Secara umum, kita direkomendasikan untuk menerapkan pola makan seimbang yang mencakup buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, legum, polong-polongan, biji-bijian utuh, dan lemak tak jenuh sambil membatasi lemak jenuh.

Selain itu, makan banyak buah-buahan dan sayuran dikaitkan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan yang lebih baik.

Referensi

Belinda S Lennerz et al., “Behavioral Characteristics and Self-Reported Health Status among 2029 Adults Consuming a ‘Carnivore Diet,’” Current Developments in Nutrition 5, no. 12 (October 28, 2021): nzab133, https://doi.org/10.1093/cdn/nzab133.
"What Is the Carnivore Diet? A Detailed Beginner’s Guide". Everyday Health. Diakses Desember 2024.
"Carnivore Diet: Meal Plan, Food List, and What You Should Know". WebMD. Diakses Desember 2024.
Marcason, Wendy. "What Is the Anti-Inflammatory Diet?" Journal of the American Dietetic Association, Volume 110, Issue 11, 1780.
C. K. Yao, J. G. Muir, and P. R. Gibson, “Review article: insights into colonic protein fermentation, its modulation and potential health implications,” Alimentary Pharmacology & Therapeutics 43, no. 2 (November 2, 2015): 181–96, https://doi.org/10.1111/apt.13456.
Heiner Boeing et al., “Critical review: vegetables and fruit in the prevention of chronic diseases,” European Journal of Nutrition 51, no. 6 (June 9, 2012): 637–63, https://doi.org/10.1007/s00394-012-0380-y.
Frank M. Sacks et al., “Dietary Fats and Cardiovascular Disease: A Presidential Advisory From the American Heart Association,” Circulation 136, no. 3 (June 15, 2017), https://doi.org/10.1161/cir.0000000000000510.
Jaecheol Moon and Gwanpyo Koh, “Clinical Evidence and Mechanisms of High-Protein Diet-Induced Weight Loss,” Journal of Obesity & Metabolic Syndrome 29, no. 3 (July 23, 2020): 166–73, https://doi.org/10.7570/jomes20028.
Stijn Soenen et al., “Relatively high-protein or ‘low-carb’ energy-restricted diets for body weight loss and body weight maintenance?,” Physiology & Behavior 107, no. 3 (August 19, 2012): 374–80, https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2012.08.004.
Marlene A. Van Baak and Edwin C. M. Mariman, “Dietary Strategies for Weight Loss Maintenance,” Nutrients 11, no. 8 (August 15, 2019): 1916, https://doi.org/10.3390/nu11081916.
"Healthy diet". World Health Organization. Diakses Desember 2024.
Redzo Mujcic and Andrew JOswald, “Evolution of Well-Being and Happiness After Increases in Consumption of Fruit and Vegetables,” American Journal of Public Health 106, no. 8 (July 11, 2016): 1504–10, https://doi.org/10.2105/ajph.2016.303260.
"All You Need to Know About the Carnivore (All-Meat) Diet". Healthline. Diakses Desember 2024.

Editorial Team