Diderita David, Ini Fakta tentang Diffuse Axonal Injury

Kita dikejutkan dengan kasus penganiayaan yang tidak manusiawi oleh Mario Dandy Satrio, anak mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu RI, terhadap David. Dari video yang beredar, area kepala David dihujani pukulan dan tendangan. Bahkan, terlihat batang leher David diinjak oleh Mario.
Terbaring dalam keadaan koma, perjuangan David yang adalah putra dari petinggi GP Ansor untuk pulih baru dimulai. Pasalnya, David ternyata didiagnosis mengalami diffuse axonal injury. Dikenal sebagai salah satu bentuk cedera otak, ini fakta tentang diffuse axonal injury.
Apa itu diffuse axonal injury?
Dilansir John Hopkins Medicine, diffuse axonal injury (DAI) adalah kondisi terkoyaknya serat saraf penghubung otak (akson) akibat cedera otak. Hal ini terjadi akibat otak terus berubah dan berputar di dalam tengkorak.
DAI umumnya menyebabkan cedera ke berbagai bagian otak, dan umumnya, pasien berada dalam keadaan koma. Selain itu, perubahan otak akibat DAI amat kecil (mikroskopis) dan sulit untuk dideteksi dengan CT scan dan/atau MRI. Ini merupakan salah satu dari cedera otak traumatis paling umum, dan salah satu yang paling berbahaya, seperti dijelaskan dalam laman Healthline.
Penyebab
DAI terjadi akibat kejadian trauma yang menyebabkan otak dalam tengkorak berputar atau bergerak ke depan dan belakang. Trauma ini melibatkan gerakan cepat dan lambat. Jika cukup kuat, gerakan tersebut bisa merusak akson hingga menyebabkan koneksinya rusak atau terputus dan berdampak ke daerah otak lainnya.
DAI umumnya menyerang beberapa bagian otak dengan akson, seperti:
- Materi putih lobus frontal.
- Materi putih lobus temporal.
- Corpus callosum.
- Batang otak.
Dalam kasus dialami oleh David, jelas bahwa penganiayaan atau tindak kekerasan yang melibatkan pemukulan berlebihan ke area kepala bisa menyebabkan DAI. Selain itu, penyebab DAI lainnya antara lain:
- Kecelakaan berkendara.
- Kecelakaan saat berolahraga.
- Terjatuh (umum di kalangan lansia).
- Penganiayaan saat masih bayi, terutama shaken baby syndrome.
Penilaian GCS untuk DAI
Setelah trauma, pasien DAI umumnya mengalami kehilangan kesadaran dan hasil tes saraf yang buruk. Dokter akan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk mengukur dampak DAI terhadap otak pasien.
GCS menilai tiga kategori dengan nilai terendah 3 dan tertinggi 15. Makin rendah skor GCS, makin besar kerusakan otak pasien. Medical News Today mencatat pasien DAI mencetak skor GCS lebih rendah dari 8 selama lebih dari 6 jam. Beberapa kategori yang diujikan GCS antara lain:
- Tes mata:
- Spontan: 4
- Merespons wicara: 3
- Merespons rasa sakit: 2
- Tidak merespons: 1
- Respons verbal:
- Respons sesuai orientasi: 5
- Respons linglung: 4
- Respons tidak sesuai: 3
- Respons yang tidak dapat dimengerti: 2
- Tidak merespons: 1
- Respons motorik:
- Mematuhi perintah: 6
- Pergerakan yang terlokalisasi oleh stimulus: 5
- Menarik diri: 4
- Pembengkokan atau pelenturan otot abnormal: 3
- Pelurusan atau perentangan otot involunter: 2
- Tidak merespons: 1
Gejala DAI
Gejala-gejala klinis DAI tergantung dari keparahan DAI. Jika DAI bersifat ringan, maka pasien bisa menunjukkan gejala yang mirip geger otak, seperti:
- Mual dan muntah.
- Kelelahan.
- Sakit kepala.
- Pusing.
Jika DAI terlampau parah, maka pasien bisa terus kehilangan kesadaran atau berada dalam kondisi vegetatif. Selain itu, gejala saraf DAI lainnya adalah disautonomia, kondisi di mana sistem saraf otonom tidak bekerja sesuai fungsinya. Akibatnya, pasien DAI bisa menunjukkan gejala:
- Detak jantung istirahat terlalu cepat.
- Pernapasan dangkal yang cepat.
- Berkeringat deras.
- Hipertermia.
Diagnosis DAI
Karena diagnosis klinis, tidak ada tes laboratorium untuk mendiagnosis DAI. Dokter umumnya menetapkan diagnosis dari gejala klinis atau skor GCS di bawah 8 selama lebih dari 6 jam.
Selain MRI atau CT scan, dokter juga bisa menggunakan diffuse tensor imaging (DTI) untuk mendeteksi DAI. Meski berbagai penelitian mendukung DTI sebagai deteksi utama DAI, metode ini masih harus ditelaah lagi akurasinya. Dokter juga menggunakan sistem Adams DAI Classification untuk mengukur derajat keparahan DAI.
Derajat keparahan DAI menurut Adams DAI Classification adalah:
- Derajat 1/DAI ringan: Kerusakan mikroskopis materi putih otak, termasuk perubahan di korteks serebral, batak otak, dan corpus callosum.
- Derajat 2/DAI sedang: Lesi besar terlihat di corpus callosum.
- Derajat 3/DAI parah: Lesi besar terlihat di batang otak dan corpus callosum.
Penanganan dan terapi pasien DAI
Langkah penanganan DAI mirip pengobatan cedera kepala lainnya, dan harus dilakukan sesegera mungkin. Selain mengurangi pembengkakan di otak, ini untuk menstabilkan keadaan pasien dan mencegah kerusakan otak yang lebih parah.
Langkah-langkah penanganannya dapat meliputi:
- Memastikan jalur pernapasan pasien tetap terbuka.
- Menyediakan ventilasi dan oksigen yang cukup.
- Menjaga tekanan darah.
Setelahnya, pasien butuh pengobatan untuk mengontrol gejala yang muncul. Rehabilitasi juga dibutuhkan. Tergantung tingkat keparahannya, pasien berisiko harus kembali belajar cara melakukan berbagai aktivitas sehari-hari, bahkan untuk berjalan dan berbicara.
Tidak ada opsi pembedahan DAI. Jika kondisi pasien terlalu parah, ada kemungkinan pasien akan terus berada dalam keadaan vegetatif (terjaga tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran), bahkan meninggal dunia.
Banyak orang tidak kunjung pulih atau selamat dari cedera kepala parah, termasuk DAI. Jika selamat, tak jarang cedera ini menyebabkan pasien koma dan tidak sadarkan diri. Kalaupun sadar, pasien dihadapkan dengan risiko disabilitas meski sudah menjalani rehabilitasi.
Meski begitu, derajat keparahan DAI berbeda-beda, dan kesempatan pulih sepenuhnya masih sangat dimungkinkan jika tingkat keparahannya ringan. Oleh sebab itu, menentukan skor GCS dan melakukan langkah penanganan secepatnya amat penting. Selain itu, lokasi dan cakupan DAI bisa memprediksi risiko neurodegenerasi pasien.
Sayangnya, seperti diterangkan dalam laman Medical News Today, cuma sedikit pasien DAI yang sadar pada tahun pertama setelah cedera. Jika sadar dan stabil, perlu program terapi komprehensif untuk mengembalikan kualitas hidupnya, seperti:
- Terapi wicara.
- Terapi fisik.
- Terapi okupasional.
- Terapi rekreasi.
Itulah fakta mengenai diffuse axonal injury, cedera otak yang dihadapi David, korban penganiayaan Mario Dandy Satrio. Perawatan darurat segera diperlukan untuk menstabilkan seseorang setelah cedera. Meskipun pandangan pasien biasanya tidak positif, program terapi yang komprehensif dapat membantu memulihkan kualitas hidup.