ilustrasi sesi coaching mahasiswa (pexels.com/Christina Morillo)
Cedera otak traumatis terjadi akibat adanya benturan keras dari luar. Kondisi ini umumnya ditemukan pada atlet olahraga, tentara militer, atau pernah mengalami kecelakaan.
Menurut studi dalam jurnal Postsecondary Education and Disability tahun 2016, kondisi cedera otak traumatis ini termasuk disabilitas tidak terlihat karena cedera otak ini menyerang kemampuan untuk belajar, mengingat, dan kemampuan eksekusi (executive functioning). Akibatnya, mahasiswa yang memiliki riwayat cedera otak traumatis mengalami kesulitan di lingkup akademik dan sosial.
Presentasi yang dilakukan oleh University of Georgia mengenai cedera otak traumatis di tahun 2019 mencantumkan hasil survei dari mahasiswa yang mengalami kondisi ini. Beberapa contoh kesulitan yang dialami oleh mahasiswa tersebut antara lain:
- Lupa tentang apa yang tadi dibicarakan atau dibahas di dalam kelas.
- Harus mengulang topik lebih sering dibandingkan dulu sebelum mengalami cedera otak.
- Mempunyai teman lebih sedikit dibandingkan dahulu.
- Sering datang terlambat dan kesulitan mengatur waktu.
- Orang lain tidak paham akan kesulitan yang dialami.
Program intervensi yang ideal untuk mahasiswa dengan riwayat cedera otak adalah dengan menggunakan dynamic coaching model. Program coaching berlangsung kurang lebih dua semester. Dalam program ini satu siswa akan dipasangkan dengan satu coach yang sudah terlatih di bidangnya.
Durasi untuk setiap sesi sekitar 44 hingga 88 menit, tergantung kebutuhan siswa. Selama sesi, siswa dengan panduan dari coach akan mengidentifikasi tujuan di tiga target area.
Target area terdiri dari kemampuan untuk menguasai materi secara independen, menjadi individu yang bertanggung jawab dan mampu membela diri sendiri, dan mengatur waktu.
Lewat artikel ini, bisa disimpulkan bahwa penanganan disabilitas tidak terlihat pada mahasiswa butuh kerja sama dari berbagai pihak, yaitu universitas, keluarga, dan siswa itu sendiri.
Program seperti mentor atau coach dapat diberikan untuk membantu mahasiswa dalam merencanakan dan mewujudkan cita-cita secara realistis dan terarah.
Kemudian, persoalan stigma juga menjadi perhatian karena hal ini memicu keraguan untuk mendapatkan bantuan. Menghilangkan stigma serta memberikan akomodasi kepada siswa yang membutuhkan di jenjang universitas dapat membantu mereka di dalam lingkungan akademik dan sosial.