Kenali Tanda Sindrom Sweet, Demam Berhari-hari yang Disusul Ruam Kulit
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sindrom Sweet (Sweet syndrome) adalah kelainan langka yang ditandai dengan demam dan timbulnya ruam secara tiba-tiba. Ruam ini biasanya terasa nyeri dan menyebar dengan cepat di berbagai area tubuh.
Sindrom yang pertama kali dijelaskan oleh Dr. Roberts Douglas Sweet tahun 1964 ini sering kali terjadi dengan sendirinya. Namun, sindrom ini juga bisa dipicu oleh masalah kesehatan lain, seperti kanker.
Seperti apa tanda dan gejalanya, penyebab, serta pengobatannya? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!
1. Gejala utamanya adalah demam yang diikuti ruam yang meradang
Gejala utama sindrom Sweet adalah timbulnya ruam setelah beberapa hari atau minggu mengalami demam. Ruam ini berupa benjolan kecil berwarna merah atau ungu. Biasanya muncul pertama kali di lengan, kaki, wajah, atau leher, tetapi juga dapat muncul di bagian tubuh yang lain.
Ruam cenderung tumbuh dengan cepat dan bergabung satu sama lain membentuk lesi yang lebih besar. Lesi awal biasanya berdiameter beberapa milimeter hingga sentimeter, ataupun satu inci, datar atau sedikit meninggi, bentuknya tidak teratur, dan meradang.
Selain demam dan ruam, gejala lain yang mungkin timbul termasuk:
- Merasa seperti sedang flu
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Perasaan tidak sehat (malaise)
- Peradangan atau nyeri sendi
- Nyeri otot (mialgia)
- Mulut luka
- Mata merah muda
2. Penyebab pastinya tidak sepenuhnya diketahui
Sindrom yang juga dikenal sebagai penyakit Gomm-Button ini tidak diketahui penyebab pastinya. Pada beberapa kasus, gangguan ini terjadi dengan sendirinya (idiopatik atau klasik). Gejala timbul mengikuti infeksi pada saluran pernapasan bagian atas atau sistem gastrointestinal.
Pada kasus yang lebih jarang, kelainan ini juga dikaitkan dengan keganasan kanker. Paling sering yaitu kanker darah seperti leukemia, limfoma, atau tumor padat termasuk kanker payudara. Penderita biasanya memiliki lesi pada selaput lendir mulut (mukosa).
Tak hanya itu, kelainan ini juga dapat terjadi karena reaksi terhadap obat-obatan tertentu. Paling umum adalah obat yang disebut faktor perangsang koloni-granulosit yang digunakan untuk membantu melawan infeksi pada beberapa penderita kanker. Gejala berupa lesi kulit yang mirip pada bentuk klasik.
Baca Juga: Dewi Perssik Mengalami Ruam karena COVID-19, Ini Penjelasannya!
Editor’s picks
3. Siapa yang berisiko terkena sindrom Sweet?
Sindrom Sweet diketahui lebih banyak memengaruhi perempuan daripada laki-laki, yaitu sebanyak 15:1. Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko terkena sindrom ini meliputi:
- Usia: sindrom Sweet klasik biasanya menyerang perempuan usia antara 30 hingga 50 tahun. Namun, sindrom ini juga dapat memengaruhi siapa saja, baik orang dewasa maupun bayi. Sekitar 80 anak dilaporkan mengalami kelainan ini
- Kehamilan: beberapa perempuan mengembangkan sindrom ini selama kehamilan. Ini bisa muncul pada trimester pertama atau kedua
- Masalah kesehatan lain: kanker, infeksi saluran pernapasan atas, dan radang usus (meliputi penyakit Crohn dan kolitis ulserativa)
4. Biopsi kulit biasanya digunakan untuk diagnosis
Diagnosis biasanya didasarkan pada pemeriksaan gejala, riwayat kesehatan, dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Tes khusus seperti biopsi kulit dan tes darah mungkin juga diperlukan.
Biopsi kulit atau mengambil sebagian kecil jaringan digunakan untuk mengetahui adanya sel darah putih neutrofil di dermis, yaitu lapisan atas kulit. Uji ini dilakukan karena sindrom Sweet merupakan gangguan yang dikelompokkan sebagai dermatosis neutrofil, yaitu kelainan kulit yang ditandai dengan penumpukan neutrofil di kulit.
Sementara itu, tes darah bermanfaat untuk mengetahui adanya kelainan darah dan mengetahui jumlah sel darah putih neutrofil dalam darah. Melansir Verywell Health, peningkatan sel darah putih dan neutrofil dalam darah merupakan temuan paling konsisten pada pasien sindrom Sweet.
5. Pengobatan diarahkan pada gejala spesifik yang timbul
Pengobatan biasanya disesuaikan dengan gejala yang terlihat. Pada beberapa kasus, kelainan ini bisa sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, tetapi butuh waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling umum digunakan untuk menghilangkan gejala, baik berupa pil, krim atau salep, maupun suntikan. Sementara itu, bagi pasien yang tidak menoleransi kortikosteroid, obat-obatan seperti colchicine, dapson, dan potassium iodida biasanya digunakan.
Itulah sederet fakta mengenai sindrom Sweet. Jika mengalami tanda dan gejala seperti yang disebutkan di atas, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter agar bisa segera diketahui penyebabnya dan mendapat penanganan yang tepat.
Baca Juga: Ruam Kulit Setelah Olahraga? Mungkin Kamu Kena Cholinergic Urticaria
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.