Depresi Antepartum: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatan

Periode depresi pada masa kehamilan

Kehamilan merupakan fase yang menyenangkan, namun pada kenyataannya tidak selalu berjalan dengan mudah dan sesuai harapan. Sudah menjadi rahasia umum apabila perempuan hamil rentan mengembangkan gejala spesifik, seperti morning sickness, kelelahan, mual dan muntah. Mereka juga dapat mengalami gejala yang berkaitan dengan aspek emosional, seperti perasaan lekas marah, khawatir, dan mood swing.

Meskipun gejala-gejala tersebut sifatnya umum, namun tetap harus diwaspadai. Pasalnya perempuan hamil bisa mengalami perubahan suasana hati yang menjuru pada depresi antepartum. Depresi antepartum (juga dikenal sebagai depresi prenatal) merupakan episode depresi yang terjadi selama kehamilan berlangsung. Kondisi ini umumnya menyerang ibu hamil pada usia kandungan di trimester ketiga.

1. Gejala

Depresi Antepartum: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatanilustrasi ibu hamil (pexels.com/Amina Filkins)

Pada dasarnya tingkat frekuensi, intensitas, serta durasi gejala depresi antepartum dapat bervariasi pada masing-masing perempuan hamil. Ini juga berkisar dari yang sifatnya ringan sampai berat. Adapun gejala umum depresi antepartum, meliputi:

  • Pembawaan suasana sedih, cemas, gelisah, atau merasa kosong.
  • Mengembangkan sifat lekas marah.
  • Rentan terhadap perasaan bersalah, tidak berharga, putus asa, atau tidak berdaya.
  • Kehilangan minat atau kesenangan dalam melakukan hobi dan aktivitas tertentu.
  • Mengalami kelelahan atau penurunan energi yang tidak normal.
  • Kesulitan mempertahankan konsentrasi, mengingat, atau membuat keputusan.
  • Kesulitan untuk tidur dengan nyenyak atau justru sebaliknya, tidur berlebihan.
  • Perubahan nafsu makan yang tidak normal.
  • Perubahan berat badan.
  • Merasakan sakit atau nyeri, kram, sakit kepala, atau masalah pencernaan yang tidak memiliki penyebab jelas.
  • Keraguan pada diri sendiri tentang kemampuan merawat bayi.
  • Timbul pikiran tentang kematian, bunuh diri, atau menyakiti diri sendiri.

Penting untuk dipahami bahwa gejala depresi ini tidak selalu mudah teridentifikasi. Hal ini karena tanda spesifik seperti perubahan pola tidur, nafsu makan, dan libido juga dapat dikaitkan dengan kejadian normal selama kehamilan. 

2. Penyebab

Depresi Antepartum: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatanilustrasi ibu hamil sedang mengalami masalah emosional (pexels.com/Jonathan Borba)

Depresi antepartum biasanya tidak memiliki penyebab tunggal yang pasti. Sementara itu, kondisi ini diyakini disebabkan oleh faktor kombinasi, yakni genetik dan lingkungan. Beberapa penyebab potensial depresi antepartum di antaranya adalah:

  • Memiliki riwayat depresi.
  • Riwayat keluarga dengan depresi atau penyakit mental lain.
  • Pengalaman terkait depresi antepartum pada kehamilan sebelumnya.
  • Mengalami peristiwa kehidupan yang signifikan, seperti konflik rumah tangga, persoalan finansial, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya.
  • Kurangnya dukungan dari suami, keluarga, dan teman.
  • Masalah lain terkait gangguan penyalahgunaan zat, penyakit kronis, dan riwayat trauma.
  • Status pernikahan yang terbilang masih muda, sekitar usia muda atau di bawah 25 tahun. 
  • Status sosial ekonomi rendah, minoritas, atau status pengungsi (imigran).

3. Dampak

Depresi Antepartum: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatanilustrasi bayi baru lahir (pexels.com/Isaac Taylor)

Depresi antepartum dapat berdampak negatif bagi ibu hamil yang mengalaminya. Adapun dampak yang dirasakan sering kali berkaitan dengan perawatan diri, seperti tidak cukup istirahat, tidak makan makanan bergizi, bahkan menghindari jadwal pemeriksaan rutin. Selain itu, dampak lain yang bisa timbul adalah melakukan kebiasaan buruk, misalnya merokok, minum minuman beralkohol, atau mengonsumsi zat lain yang dapat membahayakan janin.

Sementara itu, perubahan kebiasaan negatif akibat depresi antepartum telah dikaitkan dengan komplikasi kehamilan yang mencakup:

  • Masalah pertumbuhan dan perkembangan janin.
  • Kelahiran prematur.
  • Bayi dilahirkan dengan berat badan lahir rendah.
  • Dapat memengaruhi anak dengan cara lain yang mengakibatkan terganggunya aspek emosional dan perilaku. Hal ini mungkin jadi faktor risiko anak kelak menjadi mudah mudah tersinggung, cenderung lebih sering menangis, pembawaan lesu, kurang responsif, agresif, atau lamban belajar.

Baca Juga: Psikosis Postpartum: Gejala, Faktor Risiko, Diagnosis, dan Perawatan

4. Diagnosis

Depresi Antepartum: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatanilustrasi pemeriksaan kandungan rutin (pexels.com/MART PRODUCTION)

Seperti yang telah disinggung pada poin sebelumnya, beberapa gejala depresi antepartum sering disalahartikan sebagai gejala umum kehamilan. Dengan demikian, untuk membedakan gejala kehamilan umum dan depresi antepartum adalah dengan memahami dampak dan durasi gejala. Apabila gejala menetap selama lebih dari dua minggu dan mengganggu aspek kehidupan sehari-hari, maka disarankan untuk segera berkonsultasi pada dokter. 

Dokter kandungan dapat memberikan rujukan ke profesional kesehatan mental untuk membantu menggalakkan diagnosis. Prosedur diagnosis mungkin melibatkan wawancara dan evaluasi riwayat kesehatan menyeluruh, termasuk pengalaman depresi antepartum pada kehamilan sebelumnya.

5. Perawatan

Depresi Antepartum: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Perawatanilustrasi suami siaga untuk istri yang sedang hamil (pexels.com/Caleb Oquendo)

Depresi antepartum dapat diobati dengan bantuan dokter. Ini melibatkan pemberian rekomendasi jenis pengobatan dan perawatan yang dirasa terbaik. Perawatan yang mungkin akan disarankan untuk kasus yang ringan sampai sedang dapat berupa intervensi medis berbasis perilaku, seperti terapi perilaku kognitif dan terapi interpersonal.

Sementara jenis obat yang paling umum digunakan untuk mengobati depresi antepartum adalah antidepresan. Antidepresan sendiri biasanya akan diberikan untuk mengatasi gejala yang sifatnya sedang sampai parah. Penting untuk mendiskusikan pemilihan obat dengan dokter sebelum mengonsumsinya. Hal ini karena konsumsi obat bisa berpengaruh pada kondisi janin saat berada di dalam kandungan.

Mengingat depresi antepartum dapat menjadi ancaman yang berbahaya pada ibu hamil, maka ada baiknya untuk melakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang bisa diterapkan adalah dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti:

  • Makan makanan bergizi seimbang.
  • Menerapkan aktivitas fisik, misalnya jalan-jalan santai, yoga, atau meditasi.
  • Diharapkan orang-orang sekitar, termasuk suami, keluarga, atau teman dekat memberikan dukungan moril secara penuh pada ibu hamil.

Depresi antepartum adalah suatu kondisi yang memengaruhi sejumlah besar ibu hamil. Jika saat ini kamu atau orang terdekatmu mengembangkan gejala yang mengindikasikan depresi antepartum, segera berkonsultasi pada dokter, ya. Dokter akan membantu menetapkan diagnosis dan pengobatan untuk memanajemen kondisi.

Baca Juga: 5 Penyebab Anak Dapat Mengalami Depresi, Orangtua Harus Peka!

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya