Disartria: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Disartria atau dysarthria adalah kondisi kesulitan bicara yang disebabkan oleh gangguan sistem saraf, sehingga berdampak pada koordinasi dan pengendalian otot untuk memproduksi suara.
Menurut American Speech Language Hearing Association (ASHA), disartria adalah kelainan yang menyebabkan seseorang kesulitan berbicara akibat kelemahan otot. Akibatnya, orang lain akan kesulitan memahami pesan yang disampaikan.
Penderita umumnya kesusahan dalam mengendalikan lidah, laring, pita suara, dan otot untuk menciptakan dan mengucapkan kata-kata. Menarik untuk diketahui, simak ulasan tentang disartria berikut ini!
1. Penyebab
Dilansir Cleveland Clinic, ada dua jenis disartria, yaitu disartria sentral dan disartria perifer. Jenisnya ini bergantung pada area sistem saraf yang terdampak dan tingkat keparahan kondisi.
Disartria sentral mengacu pada kerusakan otak, termasuk trauma dan bawaan sejak lahir atau berkembang seiring berjalannya waktu. Penyebabnya meliputi:
- Cedera otak traumatis
- Cerebral palsy
- Demensia
- Distrofi otot
- Efek samping konsumsi obat tertentu
- Penyakit Lou Gehrig atau amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
- Penyakit Huntington
- Penyakit degeneratif otak
- Multiple sclerosis
- Stroke
Sementara itu, disartria perifer terjadi akibat kerusakan organ bicara, sehingga mengakibatkan perubahan cara bicara. Penyebabnya meliputi:
- Kondisi bawaan sejak lahir
- Trauma di daerah wajah atau mulut
- Pembedahan di area kotak suara, lidah, leher, serta kepala
2. Gejala
Gejala yang tampak pada penderita disartria bervariasi, dari ringan sampai berat. Dirangkum dari beberapa sumber, gejalanya meliputi:
- Kesulitan mengubah volume bicara
- Kesulitan mengendalikan otot-otot di area wajah
- Sulit mengunyah
- Susah menelan
- Sulit mengendalikan lidah
- Kualitas vokal serak
- Irama bicara tidak normal
- Bicara cadel
- Bicara tidak jelas
- Ucapan cenderung lambat
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Seputar Cadel yang Tak Banyak Diketahui
3. Diagnosis
Bila ada dugaan disartria, dokter akan memberi rujukan ke ahli patologi untuk melakukan beberapa pemeriksaan dan tes. Ini merupakan prosedur diagnosis dan menilai tingkat keparahan.
Editor’s picks
Beberapa prosedur yang bisa digunakan antara lain tes darah dan urine, tes pencitraan seperti MRI dan CT scan, tes neuropsikologis, studi otak seperti elektroensefalografi (EEG) dan elektromiografi (EMG), biopsi otak, hingga pungsi lumbal.
4. Faktor risiko
Meski bisa menyerang segala usia, dilansir Healthline, risiko disartria meningkat bila kamu:
- Berisiko mengalami stroke (misalnya obesitas, kolesterol tinggi, diabetes, penyakit kardiovaskular, termasuk COVID-19)
- Memiliki penyakit otak degeneratif (demensia dan penyakit Alzheimer)
- Menderita penyakit neuromuskuler (multiple sclerosis, ALS, dan miopati)
- Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan
- Kesehatan tubuh yang buruk
5. Pengobatan
Seperti dipaparkan di laman Cleveland Clinic, dokter akan membuat rencana perawatan untuk berdasarkan tingkat keparahan gejala. Orang dengan disartria akan mendapat manfaat dari terapi wicara untuk meningkatkan komunikasi.
Ahli patologi wicara-bahasa juga dapat bekerja dengan keluarga dan orang-orang terdekat pasien untuk membantu mereka mempelajari cara berkomunikasi yang lebih baik.
Selama sesi terapi wicara, yang dipelajari antara lain:
- Latihan untuk memperkuat otot mulut
- Cara untuk memperlambat bicara
- Strategi untuk berbicara lebih keras, seperti menggunakan lebih banyak napas
- Cara mengucapkannya terdengar jelas
- Gerakan mengunyah dan menelan dengan aman
- Teknik komunikasi yang berbeda, seperti gerak tubuh atau tulisan
Jika kondisinya parah, pasien mungkin butuh perangkat untuk berkomunikasi dengan orang-orang. Perangkat ini termasuk surat atau papan gambar atau komputer khusus dengan keyboard dan tampilan pesan.
6. Pencegahan
Mengingat penyebabnya yang beragam, kemungkinan pencegahan disartria terbilang sulit. Akan tetapi, dengan menerapkan pola hidup sehat, kita dapat meminimalkan terjadinya berbagai penyakit yang menyebabkan kelainan bicara ini, salah satunya stroke.
Pola hidup sehat yang dimaksud adalah olahraga rutin, menjaga berat badan tetap ideal, tingkatkan konsumsi buah dan sayur, serta jaga kebersihan diri.
Batasi pula konsumsi makanan yang mengandung asam lemak jenuh, kolesterol, dan tinggi garam. Hentikan pula kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol, serta jangan mengonsumsi obat-obatan tanpa pengawasan dokter.
Ketimbang mengobati, mencegah jauh lebih baik bukan?
Baca Juga: Inkompetensi Serviks: Gejala, Penyebab, Penanganan, dan Pencegahan
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.