Foto udara kondisi rumah warga yang rusak akibat banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). (ANTARA FOTO/Yudi Manar)
Strongyloidiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing gelang kecil Strongyloides stercoralis. Parasit ini dapat hidup dan berkembang biak di dalam tubuh manusia selama puluhan tahun tanpa paparan baru. Infeksi sering terjadi di daerah tropis dan subtropis dengan sanitasi buruk, termasuk Asia Tenggara.
Pada situasi banjir, paparan kulit terhadap tanah atau lumpur yang tercemar larva cacing membuat risiko infeksi meningkat. Pada orang dengan sistem imun yang menurun, strongyloidiasis dapat berkembang menjadi kondisi fatal yang disebut hyperinfection syndrome atau disseminated strongyloidiasis.
Infeksi disebabkan oleh Strongyloides stercoralis, parasit yang siklus hidupnya memungkinkan autoinfeksi (berkembang biak di dalam tubuh tanpa paparan baru).
Cara penularannya:
Larva parasit menembus kulit saat kontak dengan tanah/lumpur yang terkontaminasi feses manusia.
Dalam konteks banjir, air yang bercampur tanah/feses mempermudah paparan.
Setelah masuk tubuh, larva berpindah via aliran darah ke paru, lalu ke tenggorokan, tertelan, dan akhirnya menetap di usus halus.
Parasit dapat melakukan autoinfeksi, sehingga infeksi berlangsung kronis.
Penularan tidak terjadi dari orang ke orang secara langsung.
Gejala sangat bervariasi, dari ringan hingga fatal.
Pada fase awal/ringan, gejalanya: ruam atau rasa gatal pada area masuknya larva, batuk ringan, mual, diare, atau sakit perut kronis, dan penurunan berat badan.
Gejala infeksi kronis berupa gejala gastrointestinal berulang dan urtikaria perianal atau ruam berpola “larva currens” (ruam bergerak cepat, khas strongyloidiasis).
Jika sampai terjadi hyperinfection syndrome, gejalanya dapat meliputi pneumonia, sepsis, perdarahan gastrointestinal, serta disfungsi multiorgan. Kondisi ini sangat berbahaya dan memiliki mortalitas tinggi, sering terjadi pada pasien yang memakai steroid atau obat imunosupresan.
Banjir bukan hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga risiko kesehatan serius akibat air tercemar. Lingkungan lembap, sanitasi buruk, dan air yang bercampur limbah menjadi tempat ideal bagi bakteri, virus, hingga parasit untuk berkembang biak. Memahami jenis penyakit yang mungkin muncul membantu kita lebih waspada dan mencegah dampak kesehatan yang lebih buruk.
Referensi
"Floodwater Contamination: The Most Common Diseases & How to Avoid Them." Aussie Pharma Direct. Diakses pada Desember 2025.
"Infectious Diseases in Malaysia During Floods." Gleneagles Hospitals. Diakses pada Desember 2025.
"Bacterial Infections After a Flood." Queensland Government. Diakses pada Desember 2025.
"Schistosomiasis." CDC. Diakses Desember 2025.
"Schistosomiasis." WHO. Diakses Desember 2025.
"Schistosomiasis." Mayo Clinic. Diakses Desember 2025.
"Neglected tropical diseases: Fascioliasis." WHO. Diakses pada Desember 2025.
"About Fasciola." CDC. Diakses pada Desember 2025.
"Soil-transmitted helminthiases." WHO. Diakses pada Desember 2025.
"Ascariasis." CDC. Diakses pada Desember 2025.
"Hookworm." CDC. Diakses pada Desember 2025.
"Toxoplasmosis." CDC. Diakses pada Desember 2025.
"Toxoplasmosis." Mayo Clinic. Diakses pada Desember 2025.
David A. Smith and Craig J. Lilie, “Acute Arterial Occlusion(Archived),” StatPearls - NCBI Bookshelf, January 2, 2023, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441851/.