ilustrasi anak-anak sakit (freepik.com/lifeforstock)
ISPA sebenarnya merupakan self-limiting disease, artinya bisa sembuh sendiri sekitar 5–6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachius, dan penyebaran infeksi.
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar, karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum adalah sinus paranasal tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, serta rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya di daerah sinus frontalis dan maksilaris.
Proses sinusitis sering menjadi kronis dengan gejala malaise, cepat lelah, dan sulit konsentrasi (pada anak besar). Kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus-menerus disertai sekret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.
Bila didapatkan pernapasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas, komplikasi sinusitis perlu dicurigai. Sinusitis paranasal dapat diobati dengan antibiotik.
Tuba eustachius yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung ke daerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).
Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan tinggi (hiperpireksia), kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan, atau memegang telinganya yang nyeri. Pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras.
Kadang, hanya ada gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare. Karena bayi yang batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi diperiksakan ke bagian THT.
Biasanya bayi dilakukan parsentesis (penusukan selaput telinga) jika setelah 48–72 jam diberikan antibiotik keadaannya tidak membaik. Parasentesis bertujuan untuk mencegah membran timpani pecah dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah:
Tuba eustachius pendek, lebar, dan lurus hingga merintani penyaluran sekret.
Posisi anak yang selalu telentang memudahkan perembesan infeksi serta merintangi penyaluran sekret.
Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke saraf pusat (meningitis).
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring ke arah bawah seperti laringitis, trakeitis, bronkitis, dan bronkopneumonia. Selain itu, bisa juga terjadi komplikasi jauh, misalnya meningitis purulenta (lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna).
Sebagian besar anak dengan ISPA akan mengalami penyakit ringan dan bisa diobati di rumah dengan terapi suportif dan istirahat cukup. Infeksi virus tidak bisa diobati dengan antibiotik, jadi jangan sembarangan memberikan obat. Konsultasikan dengan dokter jika ingin memberikan obat pada anak.
Bila ISPA terjadi lebih dari lima hari tanpa tanda-tanda perbaikan gejala, hubungi dokter pemeriksaan lebih lanjut. Apabila khawatir dengan kondisi anak, atau melihat anak mengalami kesulitan bernapas, pernapasannya cepat, pucat, sulit bangun, atau kulit menjadi kebiruan, segera bawa anak ke unit gawat darurat terdekat.
Referensi
Hidayat, A. (2008). "Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan." Yogyakarta: Salemba medika.
Budhyanti, Weeke, SSt., S.Ft., M.Biomed, Lisnaini, SSt., S.Ft., M.K.M, and Meliana Chandra. "Penanganan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Anak Panduan Mandiri bagi Orang tua (PDF)." Fakultas Vokasi, Program Studi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia.
Eric a. F. Simoes et al., “Acute Respiratory Infections in Children,” Disease Control Priorities in Developing Countries - NCBI Bookshelf, 2006, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/.
"Mengenali Gejala ISPA dan Tindakan yang Perlu Dilakukan." Kementerian Kesehatan. Diakses Juli 2025.