ilustrasi psikosis (unsplash.com/Michelle Lee)
Sebuah penelitian dalam International Journal of Social Psychiatry tahun 2015 melakukan metaanalisis terhadap 55 publikasi global untuk mengetahui hubungan antara delusi agama dan halusinasi agama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa delusi dan halusinasi agama umum ditemui pada beberapa penyakit mental, meskipun prevalensinya bervariasi menurut waktu, tempat, dan religiositas personal.
Sementara itu, di Amerika Serikat, sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Psychiatry Research tahun 2001 menemukan bahwa tingkat keterlibatan agama memprediksi keparahan delusi agama. Penelitian itu membandingkan pengalaman orang beragama Kristen, dengan hasil yang menunjukkan bahwa orang Protestan lebih mungkin untuk mengalami delusi agama daripada penganut Katolik Roma.
Untuk gangguan mental skizofrenia, penelitian berjudul "Religious Delusions in Patients Admitted to Hospital with Schizophrenia" dalam jurnal Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology tahun 2022 melaporkan hubungan yang lebih tinggi antara kepercayaan agama dan delusi agama, yang dialami oleh penyintas skizofrenia.
Selain itu, studi bertajuk "Phenomenology of delusions and hallucinations in schizophrenia by religious convictions" dalam jurnal Mental Health, Religion & Culture tahun 2010 terhadap pasien Muslim di Pakistan menemukan bahwa banyak pasien yang lebih religius kemungkinan mengalami delusi agama yang lebih tinggi. Studi ini juga melaporkan bahwa pasien juga mendengar suara "agen" paranormal.
Temuan psikiater Harold G. Koenig juga melengkapi studi-studi tersebut, yaitu:
"Orang dengan penyakit mental yang parah dan persisten sering mencari pengobatan untuk delusi agama. Di Amerika Serikat, sekitar 25-39 persen pasien skizofrenia dan 15-22 persen pasien dengan mania atau bipolar, memiliki delusi agama," mengutip literatur karyanya.